Sengketa Lahan dengan Pemkab Matim, Masyarakat Adat Kalang Maghit Tolak untuk Pindah Kampung

Borong, Ekorantt.com – Masyarakat Adat Suku Kende, Kampung Kalang Maghit, Desa Gunung, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur terlibat sengketa lahan dengan pemerintah kabupaten itu. Masyarakat Adat Kende menolak permintaan pemerintah untuk meninggalkan kampung halaman mereka.

Pendamping Masyarakat Adat Suku Kende, Maximiluanus Herson Loi, SH; mengatakan kepada Ekorantt.com bahwa konflik lahan antara pemerintah dengan masyarakat adat itu terjadi sejak 1999 – sejak Manggarai Timur belum dimekarkan dari Kabupaten Manggarai.

“Suku Kende ini sudah ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu mendiami wilayah Kalang Maghit. Tetapi ada juga suku lain di Desa Gunung yang mengaku sebagai yang berhak atas tanah dan wilayah Kalang Maghit. Dan suku-suku inilah yang katanya menyerahkan tanah Kalang Maghit ke pemerintah,” kata anggota Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Region Bali- Nusa Tenggara itu.

Sementara itu, dalam salinan pernyataan sikap Masyarakat Adat Suku Kende kepada Pemerintah Kabupaten Matim, yang salinannya diperoleh Ekorantt.com disebutkan bahwa nenek moyang mereka merupakan  orang yang mendiami wilayah Kalang Maghit sejak ribuan tahun lalu.

Buktinya, kata mereka, ada satu tempat bekas kampung tua yang dibuka oleh nenek moyang Suku Kende, namanya Kampung Mulu Lewa. Letak Mulu Lewa tepat di bagian timur Kampung Kalang Maghit.

iklan

“Jarak dari Mulu Lewa ke Kalang Maghit kurang lebih 500 meter,” tulis Masyarakat Adat Suku Kende.

Dulu, nenek moyang Masyarakat Adat Suku Kende  meninggalkan Mulu Lewa dan menetap di Kampung Lopi Jo, Kabupaten Ngada, karena banyak di antara mereka yang meninggal dunia akibat terserang penyakit borok. Jarak dari Mulu Lewa ke Lopi Jo Kurang Lebih 5 Km.

Pada 1969, Masyarakat Adat  Suku Kende kembali ke Mulu Lewa karena perkembangan penduduk di Kampung Lopi Jo sudah padat. Namun, saat itu mereka belum membuka kampung. Mereka masih tinggal terpencar di kebun-kebun.

Tahun 1972, Masyarakat Adat Suku Kende  membuka kampung baru yang tidak jauh dari Mulu Lewa. Kampung itu mereka namai Kalang Maghit. Kampung Kalang Maghit, klaim mereka, merupakan bagian dari wilayah adat Suku Kende yang diwariskan oleh leluhur.

Menurut Masyarakat Adat Suku Kende, pada 1976 mereka menyelenggarakan ritual adat peresmian Kampung Kalang Maghit. Ritual itu dihadiri oleh Kepala Desa Gaya Baru ( Desa Gunung) Paulus Roma.

Menurut Masyarakat Adat Suku Kende, total luas tanah ulayat mereka yaitu 600, 29 ha. Di mana, bagian barat berbatasan dengan ulayat Suku Nanga dan Suku Kenge, bagian timur berbatasan dengan sungai Wae Mokel, bagian utara berbatasan dengan ulayat Suku Ngulu Lu’e, dan bagian selatan berbatasan dengan tanah ulayat Suku Kenge.

“Sejak diresmikan Kampung Kalang Maghit, kehidupan masyarakat Kalang Maghit sangat aman dan damai. Namun pada tahun 1999-sekarang, kehidupan masyarakat Kalang Maghit sangat terusik, tidak aman dan penuh tekanan karena munculnya berbagai persoalan,” sebut mereka.

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan tersebut, Masyarakat Adat Suku Kende menyatakan  bahwa mereka tidak pernah menyerahkan sejengkal tanah atau wilayah adat mereka kepada siapapun termasuk kepada pemerintah.

“Tidak benar jika ada suku lain yang mengaku sebagai pemilik atas wilayah atau tanah Kalang Maghit,” kata mereka.

“Kami menolak segala bentuk tindakan intimidasi, kekerasan dan ketidakadilan,” lanjut Masyarakat Adat Suku Kende.

Mereka juga menolak untuk pindah dari Kalang Maghit. Mereka mengatakan, “Kami akan terus tinggal di Kalang Maghit sampai ajal menjemput kami karena Kalang Maghit merupakan tanah warisan leluhur kami.”

Masyarakat Adat Suku Kende mengakui bahwa tanah atau wilayah yang mereka diami secara administrasi merupakan wilayah Desa Gunung, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur. “Kami warga Kalang Maghit ber-KTP Manggarai Timur dan memiliki hak dan kewajiban politik di Manggarai Timur,” sebut mereka.

“Oleh karena kami merupakan warga Manggarai Timur, maka Kami meminta kepada DPRD dan Pemerintah Daerah Manggarai Timur untuk harus melindungi dan mengakui hak-hak kami,” tulis mereka.

Masyarakat Adat Suku Kende mengatakan, jika Pemerintah Manggarai Timur punya hati untuk membangun dan mensejahterakan mereka, maka bangunlah dari apa yang dibutuhkan warga Kalang Maghit.

“Kami menyampaikan kepada pemerintah daerah dan DPRD Manggarai Timur bahwa untuk saat ini, kami warga Kalang Maghit membutuhkan jalan bagus, sarana pendidikan dan kesehatan serta tempat ibadah yang layak. Pindah kampung bukanlah kebutuhan bagi kami. Apalagi jika itu dipaksakan,” pungkas Masyarakat Adar Suku Kende.

Menurut Herson, pernyataan sikap itu diserahkan oleh Masyarakat Adat Suku Kende ke Pemerintah Manggarai Timur pada Senin (11/1/2021), dan diterima oleh sekretaris daerah Boni Hasudungan.

Selain ke pemerintah, lanjutnya, pihaknya juga bertemu dan menyerahkan pernyataan sikap itu ke DPRD Manggarai Timur.

Dihubungi terpisah, Boni Hasudungan mengatakan, terkait sengketa lahan itu, ia bersama Staf Ahli Bupati, Kadis Pertanahan dan Kepala Badan Kesbangpol Manggarai Timur telah menerima dan melakukan pertemuan dengan masyarakat dari Kalang Maghit.

Dalam pertemuan tersebut, kata dia, disepakati bahwa akan dilakukan kembali penelusuran sejarah dan dokumen tanah yang dipermasalahkan itu.

“Setelah pertemuan tersebut akan dilanjutkan dengan pertemuan pertemuan berikutnya,” katanya,

Rosis Adir
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA