Ende, Ekorantt.com – Sebanyak 92 desa dari total 255 desa di Kabupaten Ende belum menetapkan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes). Penyusunan dokumen itu semestinya dituntaskan hingga 30 September 2024.
“Ada 92 desa RKPDes-nya belum ada, ini biar pak jaksa dan polisi tahu,” ujar Penjabat Bupati Ende Agustinus G. Ngasu atau Gusti Ngasu dalam rapat evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa semester II di Aula Mgr. Donatus Djagom Wolowona pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Jika dokumen RKPDes belum dibuat, kata Gusti Ngasu, “dia (kepala desa) mau buat dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) bagaimana?”
Seharusnya penyerapan dana desa sudah 50 persen. Fakta di lapangan berbicara lain. Penyerapan anggaran dana desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) baru mencapai 38 persen.
Gusti Ngasu merinci, total anggaran dana desa yang bersumber dari APBN untuk Kabupaten Ende pada 2024 sebesar Rp213.885.306 miliar, sedangkan yang sudah disalurkan sebesar Rp159.270.601.900 miliar.
“Total penyerapan baru sebesar Rp60.727.880.379 miliar atau sebesar 38 persen,” beber Gusti Ngasu.
“Seharusnya saat ini paling tidak sudah di atas 50 persen maksimum 75 persen. Kalau 38 persen tidak mungkin 100 persen kecuali ada desa yang dananya kecil atau lebih banyak ke infrastruktur.”
Gusti menambahkan, alokasi dana desa (ADD) yang bersumber dari APBD sebesar Rp67.822.928.400 miliar, yang sudah disalurkan sebesar Rp50.867.196.464 miliar, sedangkan yang sudah dicairkan sebesar Rp25.999.867.14.00 miliar atau 51 persen.
“Dari besaran dana yang disalurkan dan sudah dicairkan menunjukkan tingkat penyerapan anggaran dana desa dan alokasi dana desa masih rendah,” kata Gusti.
Melihat persentase yang rendah, Gusti prihatin dengan masyarakat, yang mesti merasakan dampak dari penggunaan dana desa.
“Kalau kita di kabupaten yang kaya raya tidak masalah, kalau kabupaten yang miskin seperti kita ini kemudian uang tidak digunakan sangat bermasalah sekali,” tegasnya.
Menurut Gusti Ngasu, keterlambatan penyusunan dokumen RKPDes akan berdampak pada penyaluran anggaran dana desa tahap II.
Oleh karena itu, dia mendesak 92 desa untuk segera menyelesaikan dokumen RKPDES sehingga bisa melakukan proses penyusunan APBDes. Para camat diminta ikut membimbing para kepala desa yang belum menyusun dokumen RKPDes.
Terjadi Setiap Tahun
Kabid Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Ende Syaiful Mberu mengatakan, keterlambatan penyusunan dokumen RKPDes bukan hanya terjadi tahun ini, tapi sudah sering terjadi setiap tahun.
Menurutnya, kendala yang dihadapi desa bervariasi sehingga menyebabkan terjadinya keterlambatan itu. Salah satunya, pemerintah desa belum menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik.
“Kalau mereka menjalankan tupoksinya dengan baik pasti tidak akan terjadi keterlambatan,” tambahnya.
Rata-rata desa di Ende, kata Syaiful sudah melakukan perencanaan seperti musyawarah desa dan “yang membuat terlambat itu mereka belum melakukan penyelarasan dan evaluasi dokumen RKPDes.”
Kenapa Terlambat?
Paternus Bagi selalu Kepala Desa Manulondo di Kecamatan Ndona, mengakui bahwa desanya termasuk yang terlambat menyerahkan dan mengevaluasi dokumen RKPDes.
Keterlambatan, kata Paternus, terjadi karena kondisi cuaca jaringan yang buruk.
Hal ini ditambah oleh persoalan insentif perangkat desa yang diterima enam bulan sekali. Tidak heran, sejumlah perangkat desa memilih bertani demi menyokong kebutuhan hidup keluarga.
“Kita tidak bisa melarang mereka, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka tidak bisa harapkan dari kantor saja, karena insentif yang diterima hanya enam bulan sekali,” ujar Paternus. kepada Ekora NTT pada Kamis, 24 Oktober 2024
“Apalagi saat ini musim-musim panen cengkih,” tambahnya.
Berbeda dengan Paternus, seorang kepala desa di Ende yang tak mau namanya disebutkan, mengatakan bahwa keterlambatan di desanya terjadi karena sebagian aparatur desa terlibat dan sibuk dalam hajatan wuru mana (urusan adat).
“Kita ini kan hidup di kampung yang kental dengan adat, mau tidak mau kita juga harus terlibat dalam urusan budaya, apalagi itu hajatan keluarga dekat,” ujarnya.
Meskipun demikian, dia mengklaim pihaknya tidak mengabaikan tugas pokok dan tanggung jawab sebagai pemerintah desa.
Dengan limit waktu yang tersisa pihaknya akan segera menyelesaikan segala dokumen RKPDes.
“Dokumennya sudah ada, cuma belum melakukan penyelarasan. Dalam waktu dekat, kita akan selesaikan, setelah itu akan dilaksanakan Musrenbangdes,” ujarnya.
Toleransi Waktu
Sekretaris DPMD Kabupaten Ende Ida Muda Mite akan memberikan toleransi waktu kepada para kepala desa untuk menyelesaikan dokumen RKPDes selama 10 hari, terhitung sejak 28 Oktober 2024.
“Kita akan buka ruang selama 10 hari, mulai hari Senin depan, nanti jadwalnya kita keluarkan,” kata Ida.
Untuk mempercepat proses penyusunan RKPDes Ida menegaskan pihaknya akan melakukan pendampingan kepada para kepala desa selama proses penyusunan.
“Saya optimis dengan didampingi para staf di DPMD, 92 desa tersebut dapat menyelesaikan dokumen RKPDes,” terangnya.
Ia berharap kerja sama dari para kepala desa sehingga segala kendala berkaitan dengan penyusunan dokumen RKPDes akan diselesaikan.
Bukan Sepenuhnya Kesalahan Desa
Keterlambatan penyusunan RKPDes bukan sepenuhnya menjadi kesalahan pemerintah desa. Demikian komentar Anggota DPRD Ende Fraksi PDI Perjuangan, Sabrin Indradewa saat berbicara kepada Ekora NTT pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Menurutnya, keterlambatan itu mesti menjadi tanggung jawab semua pihak. Pemerintah desa, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, dan pihak lain yang terkait mesti bertanggung jawab agar persoalan ini tidak terulang kembali.
“Tidak bisa dibiarkan sepenuhnya kesalahan pada pemerintah desa, namun bersama untuk bekerja sama sehingga bisa diselesaikan dan tidak menjadi masalah tahunan,” kata Sabri.
Menurutnya, Dinas BPMD Kabupaten Ende harus melakukan pendampingan secara intens mulai dari perencanaan awal. Perencanaan awal sangat menentukan proses selanjutnya, apakah berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau tidak.
Selain pendampingan yang dilakukan, kata Sabri, Dinas BPMD harus berkoordinasi dengan pemimpin yang lebih tinggi terkait dengan penyaluran insentif bagi aparatur desa.
“Dinas BPMD harus memikirkan juga insentif aparat desa dan juga BPD yang sampai saat ini haknya diterima enam bulan sekali, kalau bisa diupayakan setiap bulan,” saran Sabri.
Sabri mengklaim, penyaluran insentif setiap bulan akan memacu dan meningkatkan kinerja kerja para aparat desa. Dengan begitu, persoalan keterlambatan penyusunan RKPDes dapat diminimalisir.
“Bagaimana orang bisa bekerja efektif kalau dalam keadaan lapar. Dinas harus berpikir tentang insentif aparat desa yang sampai saat ini terima enam bulan sekali,” tutur Sabri.
“Mungkin dari sisi regulasi tidak memungkinkan tapi ini menjadi masukan untuk dijadikan pertimbangan mana yang menjadi hak dan kewajiban,” sambungnya.
Gusti Ngasu kembali mengingatkan kepada kepala desa untuk lebih hati-hati dalam mengelola keuangan desa. Menurutnya, semakin banyak uang yang masuk ke desa, semakin banyak tantangan yang dihadapi.
“Mulai sudah jaga diri, haknya kaisar kembali ke kaisar,” kata Gusti Ngasu.
Antonius Jata