Cerita Stanis Ola Hekin: Menolong Sesama Lewat Bisnis Sapu Lidi

Larantuka, Ekorantt.com – Tubuhnya terlihat  kurus. Rambutnya dibiarkan gondrong. Bila hendak kemana-mana,  topi cowboy anyaman lontar selalu melekat di kepalanya. Sesekali, ia menggunakan kacamata hitam.

Stanis Ola Hekin, pria asal Desa Painapang, Kecamatan Lewolema ini tak asing lagi bagi masyarakat kota Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur  dan sekitarnya. Menggunakan sepeda motor Supra, seminggu sekali, ia berkeliling di kota Larantuka dan desa-desa di Kecamatan Lewolema, Ilemandiri, dan Tanjung Bunga. Ia dikenal sebagai penjual sapu lidi. Stanis menggeluti usaha itu sejak 2008.

“Kurang lebih, sudah 13 tahun saya berbisnis jualan sapu keliling,” kisah Stanis kepada Ekora NTT di rumahnya, di Desa Painapang, Senin (15/02/2021) sore.

Stanis  menceritakan, awalnya ia bersama istri dan anak-anaknya mencari dan membersihkan sendiri lidi-lidi untuk dijadikan sapu. Namun, lambat laun, ia didatangi oleh ibu-ibu janda lanjut usia (lansia) di kampungnya. Para janda itu menawarkan agar Stanis membeli lidi-lidi dari mereka.

“No (sapaan untuk pria yang lebih muda di Flores Timur, red), kami tidak kuat lagi bekerja di kebun. Tidak bisa lagi ke pasar. Tolong beli sapu saya, untuk saya bisa beli satu atau dua mok beras untuk kami bisa makan,” tutur Stanis mengulangi ungkapan para janda lansia tersebut. 

iklan

Karena ibah, Stanis pun menuruti permintaan ibu-ibu lansia itu. Setiap tiga ikat kecil lidi, ia beli dengan harga Rp5.000. Setiap minggu, tuturnya, satu janda lansia bisa menghasilkan 50 ikat kecil lidi. Dari jumlah itu, mereka bisa mendapat 80 ribu rupiah setiap minggu.

“Mereka datang bawa kasih saya. Saya langsung bayar tunai. Per bulannya itu mereka bisa dapat 320 ribu rupiah per orang. Jumlah yang tak sedikit bagi janda-janda tua,” ungkap pria yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Hasanudin, Makasar ini. 

Stanis mengatakan, sesuai pengakuan para janda lansia itu, penghasilan yang demikian cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti membeli beras, membayar listrik dan membeli sirih pinang.

Awalnya, kata Stanis, ada puluhan janda tua yang menjual lidi kepadanya. Namun, saat ini sisa 18 janda lansia yang aktif.

Stanis mengungkapkan, dari tiga ikat lidi, setelah ia pilah sesuai ukuran panjang dan kelenturan teksturnya, hanya bisa menghasilkan satu sapu lidi. 

Ia biasanya membuat dua jenis sapu lidi, yakni sapu untuk membersihkan halaman rumah dan sapu untuk membersihkan kotoran di langit-langit rumah. Sapu lidi untuk membersihkan halaman rumah biasanya ia buat dari lidi-lidi bertekstur keras. Sedangkan, lidi-lidi bertekstur lembut, ia gunakan untuk membuat sapu untuk membersihkan langit-langit rumah.

“Satu sapu saya jual 15 ribu rupiah. Dari satu sapu saya kurangi Rp5.000 ongkos beli sapu. Kalau dikurangi biaya produksinya dari beli kayu, papan, biaya proses kerja, transportasi untuk bensin, maka saya untung per sapu hanya Rp2.000 hingga Rp3.000,” tutur pria yang pernah menjadi TKI di Malaysia selama 10 tahun  itu.

Stanis mengatakan, meski keuntungannya sedikit, tetapi ia bahagia karena dapat membantu para lansia itu untuk bertahan hidup. Membantu sesama, lanjutnya, adalah motto hidupnya. Baginya, hidup yang berharga adalah hidup yang dapat memberikan kehidupan bagi orang lain.

“Mereka sudah tua, ada yang sudah meninggal. Mereka sudah tidak kuat lagi bekerja dan pergi ke pasar untuk menjual hasil kebun. Jadi kerja mereka tiap hari hanya membersihkan lidi. Bawa ke rumah saya bayar. Kadang saya datang ambil di rumah mereka. Saya bayar langsung,” tutur Stanis. 

Stanis mengaku bangga karena dirinya merupakan satu-satunya penjual sapu keliling di Kabupaten Flores Timur. 

“Kendati banyak yang mencerca saya. Saya tidak malu sebagai penjual sapu keliling. Dari jual sapu saya mendapatkan uang secara halal untuk menghidupkan anak dan istri saya,” ujarnya.

“Dan, saya bangga karena dari bisnis ini, saya dapat memberi penghidupan bagi ibu-ibu janda tua di desa saya,” pungkasnya.

TERKINI
BACA JUGA