Maumere, Ekorantt.com – Tiga puluh tahun bekerja sebagai penyuluh kehutanan di Unit Pelaksana Teknis Daerah ( UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan ( KPH) Kabupaten Sikka membuat Maria Wihelmina Sae (50) mengenal semua wilayah hutan di kabupaten itu. Ia tidak asing bagi masyarakat yang berkebun atau bermukim di sekitar wilayah hutan. Sebagai petugas kehutanan, ia mendampingi masyarakat di lingkar hutan agar mereka berdaya. Muara dari semuanya itu adalah agar masyarakat berkembang mandiri dan sejahtera. Spirit pelayanan inilah yang hidup dalam sanubarinya.
Kabupaten Sikka, kata Wilhelmina, sesungguhnya memiliki sumber daya alam yang melimpah.
“Tugas saya adalah memberi motivasi agar masyarakat mengelola hutan dan lahan secara bijaksana dan baik agar tetap lestari,” ujar Wilhelmina.
Menurutnya, hutan harus dijaga agar tetap lestari sehingga diteruskan kepada anak cucu.
“Jangan kita tinggalkan air mata untuk mereka tapi mari kita tinggalkan mata air untuk anak cucu,” katanya.
Selama rentang waktu pengabdiannya aneka kegiatan telah dilakukan seperti penghijauan air, reboisasi di kawasan hutan, hutan rakyat dan lahan milik masyarakat. Konservasi lanjutnya meliputi terasering dan vegetatif, penanaman mangrove, embung, sumur resapan serta pendampingan kelompok tani mulai dari budidaya hingga pasca panen.
“Semua ini bertujuan menambah pengetahuan, keterampilan petani dalam menyerap inovasi teknologi yang berdampak pada peningkatan pendapatan petani,” jelas Wilhelmina.
Bekerja bersama petani ia mengibaratkan seperti orang tua dan anak. Jika kita sudah menyatu dengan mereka apapun pasti akan dilakukan bersama- sama. Dikatakannya, baik di kebun, kawasan hutan semuanya dilakukan bersama. Indahnya kebersamaan hujan panas, mendaki dan jalan berkelok pokoknya bahagia bersama mereka.
Selama pengabdian Wilhelmina juga membeberkan kisah menarik. Ketika bertugas menangani pembibitan lokasi Mbalaba – setelah Kaliwajo – di Kecamatan Mego tahun 2002, ia harus jalan kaki melewati sungai.
Pagi- pagi ceritanya, ia harus menumpang bus Maumere-Ende. Wihelmina terpaksa harus duduk dekat pintu bus karena ia sering mabuk di atas kendaraan. Di tangannya ada ember berisi air dan benih Petai Cina yang mau disemaikan.
“Ada yang tanya ibu penjual ikan? Saya katakan tidak sambil menunjuk ember dan isinya. Saya mulai jelaskan biar mereka tahu. Saya bangga bisa membagi ilmu walau di atas bus,” kenangnya.
Terkait masalah kehutanan di Kabupaten Sikka saat ini, istri dari Endiardus Nukak ini mengatakan ada masyarakat yang merambah kawasan hutan seperti di Egon Ilinmedo dan beberapa kawasan hutan seperti Wukoh Lewoloro, Ilidobo dan Iligai.
“Semua persoalan sudah diselesaikan dengan solusi berupa Program Perhutanan Sosial. Seperti Egon Ilimedo dengan Program Perhutanan Sosial melalui hutan kemasyarakatan. Sedangkan untuk kawasan hutan Iligai dengan usulan ke Kemenhut dengan program Perhutanan sosial skema hutan desa,” ujar lulusan Sarjana Pertanian Unipa Maumere tahun 2012 ini.
Ibu dari tiga orang anak ini juga mengatakan, untuk meminimalisir penebangan hutan masyarakat umumnya sudah mengikuti prosedur karena sosialisasi terus menerus dan patroli yang dilakukan secara berkala.
Sedangkan untuk menjaga debit air demikian Wilhelmina dengan menanam tanaman yang dapat meningkatkan debit mata air seperti beringin, waru, Ara, enau dan yang bernilai ekonomis seperti pala. Sementara dari pihak kehutanan upaya mempertahankan dan meningkatkan debit air dilakukan dengan dua cara. Yakni kegiatan vegetatif dan kegiatan sipil teknis berupa pembuatan jebakan air, terasering agar tidak terjadi erosi.
” Jika mata air berada di lahan milik masyarakat pihaknya mengingatkan pemilik lahan untuk tidak menanam tanaman kayu seperti mahoni dan jati karena tanaman tersebut banyak menyedot air,” tutup Wilhelmina.
Yuven Fernandez