Maumere, Ekorantt.com – Bagi banyak orang, sampah dipandang sebagai limbah yang harus dibuang jauh-jauh, karena bau dan tidak lagi berguna. Namun, pandangan itu tidak berlaku bagi Barbara Raring (63), seorang janda di Maumere, Kabupaten Sikka, NTT.
Barbara berhasil menyelamatkan lingkungan dari olahan sampah. Potongan bunga atau pohon yang dibuang warga ia pungut dan menjadikan itu sebagai tanaman pekarangan.
Usaha membudidaya tanaman ia lakukan di kediamannya di Jalan El Tari, persis di depan Kantor Pajak Maumere. Barbara mengubah pekarangan rumahnya menjadi wahana yang indah serupa Taman Firdaus Mini yang selalu memanjakan setiap pengunjung.
“Setiap kali saya cek di tempat sampah ada tanaman lokal atau bunga yang dipangkas atau yang sudah layu dibuang warga, saya pungut dan merawatnya dalam pot dan akhirnya menghasilkan uang,” kisah Barbara.
Ia menyebutkan terdapat sekitar 15 jenis tanaman lokal di halaman tersebut diambil dari tempat sampah yang dibuang oleh warga Kota Maumere. Aneka tanaman lokal tersebut ditaman dalam pot dibawah pohon kerzen yang rindang dan sejuk serta indah dipandang mata.
Menurutnya, menanam dan merawat tanaman hias membuat hidupnya makin bermakna.
“Aktifitas setiap hari di saat usia senja bangun pagi melihat bunga cantik dimana tiap hari berubah menghilangkan rasa stres dan memberikan aura positif,” katanya.
Kiprah menanam dan merawat bunga ia sudah geluti sejak masa mudanya. Kecintaan akan bunga diwariskan oleh kedua orang tuanya dimana halaman rumah di Kampung Kabor dipenuhi aneka bunga yang indah.
Anak sulung dari pasangan Beni Raring (alm) dan Magdalena Lince (alm) menyatakan bahwa dengan usaha menanam tanaman hias dapat membangkitkan kembali semangat dan membuat hidup lebih bergairah.
“Usaha tanaman hias bukan karena pandemi Covid-19. Sejak tahun 1990 dari Kantor BRI dan Pajak Maumere sudah membeli bunga dari orang tua saya,”paparnya.
“Pernah saya sibuk dengan urusan menjahit dan mengabaikan tanaman selama seminggu akibatnya ada yang layu dan mati. Jadi tanaman hias itu harus dirawat layaknya seorang anak manusia,” tambah Barbara.
Pola Merawat Tanaman
Barbara mengatakan ada sekitar 50-an jenis tanaman hias yang dikembangkan di halaman rumahnya.
Misalnya, tamana sirih gading, palm pinang, palm kelapa, keladi hias, lidah mertua, bogenvil, mawar, melati, puring dan cucur bebek, kembang merah serta daun pandan.
Ia menyatakan meski tidak menggunakan pupuk unsur kimia, tamanan-tamanan itu nampak subur dan segar. Belakangan, tanaman bunga disiram menggunakan limbah air kolam ikan hias jenis Koi.
“Kebetulan sudah lima tahun saya memilliki kolam ikan hias Koi. Ikan ini butuh air yang bersih maka setiap dua hari kolam dibersihkan. Limbah air kolam yang disiram ke tanaman pengganti pupuk,”jelas Barbara.
Menambah Omzet
Selain untuk kesehatan lingkungan, tanaman lokal itu Barbara jual untuk menambah nilai ekonomis keluarga.
Ia menuturkan, tanaman hias lokal yang dipungut dari tempat sampah itu bisa menghasilkan omzet jutaan rupiah. Masing-masing tamanan dijual dengan harga Rp 25.000.
Adapun tanaman impor lainnya yang Barbara budidaya dengan harga standar Rp250 ribu bahkan sampai Rp500 ribu. Tanaman impor itu seperti Aglonema Lipstik, Red Chockon dan Red Ruby.
Terlepas bahwa kegiatan usahanya mendulang profit, Barbara berprinsip apa yang dilakukan dapat bermanfaat bagi lingkungan dan sedianya bisa memberdayakan masyarakat.
“Terkait omzet per bulan tidak terlalu banyak sih, tapi bisa untuk membayar gaji dua orang pekerja yang membantu menyiram tanaman dan juga untuk kebutuhan sehari- hari. Pokoknya menjanjikan, pak,” pungkasnya.
Yuven Fernandez