Oleh: Hendra Meygautama*
Permasalahan sampah merupakan masalah lingkungan serius yang dihadapi masyarakat Indonesia. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2020 total produksi sampah nasional setiap harinya mencapai sekitar 185.753 ton sampah atau rata-rata sekitar 0,68 kg sampah per hari dari setiap penduduk Indonesia.
Porsi terbesar penghasil sampah tersebut yakni 37,3% berasal dari aktivitas rumah tangga, 16,4% berasal dari pasar tradisional dan sisanya berasal dari sumber lainnya. Sedangkan berdasarkan jenisnya, 39,8% sampah yang dihasilkan berupa sisa makanan sementara sampah plastik berada di urutan berikutnya dengan jumlah porsi sebesar 17%. Dari jumlah tersebut baru 55,87% atau sekitar 37,9 juta ton sampah yang berhasil dikelola sepanjang tahun (KLHK, 2020).
Jumlah sampah yang ekstra besar menjadikan pengelolaan sampah sebagai permasalahan yang cukup pelik di berbagai tempat, tidak terkecuali di tempat penulis tinggal, Kota Ende. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup (KLH) Ende, Abdul Haris Majid, produksi sampah kota Ende kurang lebih mencapai 37 ton per hari.
Hal ini tentu jauh melebihi kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rate di Kelurahan Tanjung, Ende Selatan yang hanya seluas 600 meter persegi dengan daya tampung berkisar 34 ton. Belum lagi ditambah dengan masalah kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang masih rendah.
Hal ini mengakibatkan sampah sering kali menumpuk di beberapa titik kota sehingga mengganggu pemandangan. Pada musim hujan banyaknya sampah yang masuk ke saluran drainase mengakibatkan beberapa wilayah kerap tergenang.
Pemerintah melalui Dinas Lingkungan Hidup dan masyarakat sudah melakukan upaya untuk mengolah sampah, diantaranya dengan program Teknologi Olah Sampah di Sumbernya (TOSS) bekerja sama dengan PLN/PLTU Ropa dan konsep bank sampah yang salah satunya diinisiasi oleh Komunitas Anak Cinta Lingkungan (ACIL) Ende.
Namun upaya pengolahan sampah yang sudah dilakukan ini masih harus ditingkatkan lagi. Pasalnya jumlah sampah biomassa yang sanggup diolah dengan metode TOSS baru sekitar 7 ton per hari atau sekitar 18,92%, dan sampah anorganik yang di kelola ACIL Ende baru sebesar 2-4 ton per bulan. Tentu angka ini masih sangat jauh dari jumlah sampah yang setiap hari membanjiri kota Ende.
Sampah yang selama ini dipandang sebagai problem dengan pengelolaan tertentu dapat diubah menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan pemerintah daerah.
Apabila menggunakan data KLHK, sampah berupa kain, kaca, karet atau bentuk lainnya yang cukup sulit untuk diolah kembali jumlahnya sebesar 13,87. Bila angka ini dikonversi ke jumlah sampah di kota Ende terdapat 5,13 ton sampah yang sulit untuk diolah, namun sebagian besar sampah yang jumlahnya 31,88 ton dapat diolah kembali sehingga menjadi potensi pendapatan.
Sampah berupa plastik, kertas dan logam yang berjumlah sekitar 11,97% atau 11,84 ton dengan tingkat pengolahan 75% atau 8,98 ton dan harga jual terendah rata-rata seluruh barang tersebut yakni sekitar 750 rupiah per kilo berpotensi memberikan pendapatan tambahan sebesar 6,7 juta rupiah per hari.
Sedangkan sampah berupa sisa makanan dan biomassa lainnya yang belum sempat diolah oleh program TOSS pemda bila dikonversi jumlahnya setara dengan 12,91 ton. Sampah jenis ini dapat diolah menjadi beberapa produk diantaranya briket, kompos, pupuk cair, media ternak Black Soldier Fly (BSF) dan cacing tanah berikut produk turunannya seperti kasgot/kascing.
Bila pengolahan sampah yang efektif 75% dan penyusutan 75% sampai menjadi bahan jadi, sementara harga yang digunakan merupakan rata-rata terendah dari jumlah seluruh produk yakni 1.500 rupiah per kilo/liter maka berpotensi memberikan pendapatan tambahan sebesar 3,6 juta rupiah per hari.
Dari hasil perhitungan umum tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa potensi pendapatan dari hasil pengolahan sampah kota Ende yang belum tergarap maksimal sebesar 10,3 juta rupiah per hari atau sekitar 310,9 juta per bulan atau 3,7 miliar setahun. Sebuah angka yang cukup besar!
Memperhatikan potensi di atas, tentu dibutuhkan pengolahan sampah yang lebih terintegrasi ke depannya guna memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat. Sampah yang teratasi tidak akan menimbulkan dampak seperti banjir, ketidaknyamanan dan dampak buruk lainnya.
Potensi keberhasilan pelaksanaan program pemerintah daerah seperti program wisata akan meningkat dengan kondisi wilayah yang bebas sampah. Sementara potensi pendapatan dari pengolahan sampah akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tidak bisa tidak, usaha ini membutuhkan peran serta seluruh komponen mulai dari warga di tingkat individu, kelompok hingga pemerintahan baik tingkat daerah maupun pusat. Adanya kerja sama seluruh pihak merupakan hal yang mutlak ada demi mewujudkan pengelolaan sampah yang lebih baik.
*Penulis adalah Pegawai pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Ende