PPMAN Lapor Anggota Polres Nagekeo ke Mabes Polri

Mbay, Ekorantt.com – Perwakilan Pengacara dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara [PPMAN] mendatangi Propam Mabes Polri pada Senin, [20/12/2021]. Tujuan mereka adalah melaporkan tindak kekerasan dan perusakan yang dilakukan oleh anggota kepolisian Polres Nagekeo-NTT terhadap warga dalam upaya penolakan pembangunan Waduk Mbay-Lambo di Desa Rendubutowe.

Dalam siaran pers yang diterima media ini, Senin malam, PPMAN menilai tindakan kekerasan, represif, anarkis dan intimidasi yang telah dilakukan oleh anggota kepolisian Polres Nagekeo terhadap masyarakat adat Rendu merupakan tindakan pelanggaran hukum sebagaimana mandat dari UUD 1945.

“Pada Pasal 18 B ayat (2) diatur bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Selain itu, Pasal 28I ayat (3) juga diatur bahwa Indentitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban,” tulis PPMAN salam siaran pers.

Karena itu, PPMAN yang diketuai oleh Syamsul Alam Agus yang mendatangi Propam Mabes Polri menyampaikan bahwa untuk memastikan akuntabilitas anggota Polri dalam menginplementasikan nilai-nilai hak asasi manusia [HAM] dalam pelaksanaan tugasnya, PPMAN selaku advokat pembela masyarakat adat mengajukan pelaporan atas dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh anggota kepolisian Polres Nagekeo terhadap masyarakat adat Rendu.

Harkat dan Martabat Perempuan

Nur Amalia, Ketua Dewan Nasional PPMAN menilai bahwa tindakan anggota kepolisian Polres Nagekeo telah merendahkan harkat dan martabat perempuan adat di Rendubutowe yang berjuang untuk mempertahankan wilayah adatnya.

Advokat perempuan senior ini menambahkan bahwa aksi yang dilakukan oleh perempuan adat Rendu dengan membuka pakaian saat anggota kepolisian Polres Nagekeo mencoba untuk membongkar paksa pagar rumah jaga adalah sebagai salah satu bentuk perlawanan perempuan adat atas ketidakadilan yang dialami.

Aksi tersebut, kata dia, merupakan ujung dari perjuangan perempuan adat untuk menunjukkan bahwa itu adalah simbol kehidupan yang akan menghidupi generasi penerus masyarakat adat Rendu telah dirampas oleh negara secara struktural.

“Pada kasus masyarakat adat Rendu, terdapat penolakan dari masyarakat adat Rendu, baik itu dilakukan oleh tokoh masyarakat adatnya, perempuan, anak dan lansia. Perempuan-perempuan (mama) melakukan aksi protes dengan tidak menggunakan bajunya, ini sebagai simbol perlawanan atas sikap pemerintah yang telah mengambil hak-hak masyarakat adat,” kata Nur.

Komit Tolak Waduk di Lowo Se

Nur Amalia menambahkan bahwa aksi masyarakat adat Rendu ialah menolak pembangunan Waduk Mbay-Lambo di Lowo Se. Adapun alasan penolakannya adalah sebagai berikut;

Pertama, Lowo Se merupakan tanah milik masyarakat adat Rendu, Kedua; Jika dibangun maka akan kehilangan tempat ritus-ritus adat, kuburan leluhur, padang ternak, pemukiman dan lahan pertanian serta fasilitas publik. Komunitas yang akan terkena dampak jika waduk dibangun di Lowo Se adalah Rendu, Lambo dan Ndora. Ketiga; Bertentangan dengan Perda RTRW Kabupaten Nagekeo Nomor 1 tahun 2011.

Berdasarkan alasan alasan diatas maka masyarakat adat Rendu, Lambo dan Ndora tetap komit menolak lokasi pembangunan waduk di Lowo Se.

Nur menegaskan bahwa PPMAN akan terus mengawal laporan ke Propam Mabes Polri dan lembaga terkait lainnya atas perilaku kekerasan dan pengerusakan yang telah dilakukan oleh anggota kepolisian Polres Nagekeo.

PPMAN juga meminta dan mendesak Kapolri agar segera melakukan pemantauan dan evaluasi, melakukan penegakan disiplin dan memberikan sanksi terhadap anggota kepolisian Polres Nagekeo yang telah menyalahgunakan kekuasaan.

Selain itu, PPMAN juga akan meminta dukungan dari berbagai lembaga ekesekutif, legislatif, lembaga HAM, dan berbagai organisasi kemasyarakatan untuk melakukan pengawasan pada kasus ini, hal ini agar tercapainya keadilan bagi korban masyarakat adat Rendu yang saat ini masih bertahan di tanah leluhurnya.

Ian Bala

spot_img
TERKINI
BACA JUGA