8 Aksi Konvergensi Menjadi Instrumen Daerah dalam Menurunkan Angka Prevalensi Stunting

Bali, Ekorantt.com – Dalam rangka mewujudkan komitmen kepala daerah dan peningkatan konvergensi di tingkat kabupaten/kota, kecamatan hingga pelosok desa dan kelurahan melalui instrumen manajerial yaitu 8 aksi konvergensi, Ditjen Bina Pembangunan Daerah telah mengeluarkan pedoman sebagai petunjuk pelaksanaan 8 aksi konvergensi.

Hal ini sebagaimana diatur pada Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, yaitu petunjuk teknis pelaksanaan 8 aksi konvergensi penurunan stunting di daerah.

Sebagai tindaklanjut dari pelaksanaan 8 aksi konvergensi di kabupaten/kota, setiap tahunnya pada bulan April-Mei dilaksanakan penilaian kinerja oleh pemerintah daerah provinsi terhadap kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan 8 aksi konvergensi penurunan stunting.

Demikian disampaikan Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Dr. Teguh Setyabudi pada acara workshop bertempat di Ballroom Prime Plaza Hotel and Suites Sanur Bali, Selasa (30/8/2022).

Hadir dalam acara tersebut pejabat dari kementerian/lembaga terkait para kepala daerah dan unsur pimpinan OPD terkait dari 17 Provinsi yang meliputi Bali, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Papua serta Banten.

iklan

Dalam arahannya Teguh mengungkapkan bahwa angka prevalensi stunting harus turun sebesar 3,4% per tahunnya.

Hal ini bermaksud agar dapat tercapai target 14% di tahun 2024 melalui intervensi spesifik dan sensitif khususnya di 12 provinsi prioritas sesuai dengan arahan Presiden .

Dijelaskan, tujuan penilaian kinerja dilakukan untuk mengukur tingkat kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan 8 aksi konvergensi penurunan stunting yakni memastikan akuntabilitas kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan 8 aksi konvergensi penurunan stunting.

Upaya ini dilakukan untuk memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah dalam mendukung percepatan penurunan stunting.

Teguh menyampaikan keberhasilan pemerintah daerah dalam melakukan intervensi spesifik dan intervensi sensitif tidak terlepas dari dukungan alokasi anggaran yang memadai sebagaimana pada hasil pemantauan rekap APBD kabupaten/kota tahun anggaran 2019-2021 yang mendukung stunting.

Secara nasional besaran anggaran dalam mendukung percepatan penurunan stunting sebesar Rp121,8 miliar.

Sebanyak tiga pemerintah provinsi dengan alokasi anggaran penanganan stunting tertinggi yaitu Provinsi Jawa Barat sebesar Rp293,8 miliar, Nusa Tenggara Timur sebesar Rp241,1 miliar dan Nusa Tenggara Barat sebesar Rp174,9 miliar.

Sedangkan provinsi dengan alokasi anggaran penanganan stunting yang rendah, yaitu Provinsi Bengkulu sebesar Rp3,62 miliar, DKI Jakarta sebesar Rp6,15 miliar, dan D. I. Yogyakarta sebesar Rp6,99 miliar.

“Kami sangat mengapresiasi pemerintah daerah yang serius mengatasi persoalan stunting di wilayahnya. Tanpa dukungan pemerintah daerah maka target penurunan stunting sebagai program nasional tidak akan berjalan maksimal,” ujar Teguh.

Bagi pemerintah daerah yang belum optimal mengalokasikan anggaran untuk penanganan stunting maka pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran dan menjadikannya sebagai program prioritas, kata Teguh.

Ia berharap agar pemerintah daerah dapat memperkuat dan meningkatkan komitmen percepatan penurunan stunting melalui sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan, konvergensi perencanaan dan penganggaran, kampanye bersama kepala daerah dalam meningkatkan pemahaman dan mendorong perilaku yang positif, serta melibatkan peran TP PKK.

TERKINI
BACA JUGA