Oleh: Aventus Purnama Dep*
Indonesia adalah negara agraris. Sebagian besar penduduknya bergerak di setiap sub sektor pertanian seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan. Subsektor ini berperan penting dalam mendukung ketahanan pangan dan meningkatkan perekonomian masyarakat serta mengentas kemiskinan.
Berkembangnya sektor pertanian di Indonesia saat ini, ternyata masih begitu banyak faktor yang dapat menghambat perkembangannya. Selain ketersediaan lahan, tingkat produksi pertanian belum optimal (Dahiri dan Fitri, 2020).
Hal itu terkait dengan kemampuan sektoral yang berdampak pada tingkat inovasi dan pengusaha teknologi yang relatif rendah. Oleh karena rendahnya kemampuan tersebut akan berdampak pada produktivitas hasil pertanian yang bisa saja semakin menurun. Maka dari itu, perlu adanya analisis dan optimalisasi bonus demografi.
Bonus Demografi
Bonus demografi adalah jumlah penduduk usia produktif akan mencapai puncaknya pada 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Jumlah penduduk Indonesia saat ini pada usia produktif antara 15-64 tahun lebih banyak dari usia tidak produktif anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas (Suktikno, 2020).
Sedangkan menurut (Kominfo, 2015), bonus demografi pada dasarnya merupakan sebuah teori yang menghubungkan antara dinamika kependudukan dengan ekonomi. Idealnya, pertumbuhan ekonomi secara maksimal akan terjadi pada saat rasio ketergantungan berada di bawah angka 50. Kondisi ini juga disebut sebagai the window of opportunity (jendela kesempatan).
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut.
Pertama, bonus demografi yang dimaksud adalah masa di mana penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibanding usia non-produktif (65 tahun ke atas) dengan proporsi lebih dari 60% dari total jumlah penduduk Indonesia. Artinya jumlah usia produktif akan lebih tinggi dibanding usia non-produktif.
Kedua, dalam mengartikan bonus demografi sebagai keadaan ekonomis yang dapat dinilai sebagai peluang dalam membawa keuntungan atau bisa pula menjadi beban demografi.
Saat ini Indonesia memiliki 67 juta anak muda berumur 10-24 tahun. Mereka yang akan menjadi pemimpin dan penggerak pembangunan Indonesia pada fase bonus demografi 2020-2035. Jumlah anak muda yang melimpah menjadi incaran tenaga produktif negara-negara maju yang kekurangan anak muda. Sehingga bisa menjadi keuntungan yang besar jika Indonesia mampu merespons permintaan pasar tenaga kerja global (Kompas 29 November 2014, hlm 13).
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,75 juta orang pada Februari 2021. Jumlah tersebut meningkat 26,26% dibandingkan periode yang sama tahun 2020 lalu sebesar 6,93 juta orang. Sedangkan jumlah petani di tahun 2021 di Indonesia berjumlah sekitar 38,77 juta orang, padahal 10 tahun yang lalu berjumlah sekitar 42,46 juta jiwa.
Terdapat penurunan yang cukup signifikan. Dari 38,77 juta jiwa tersebut, petani milenial berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang (total 8 persen dari jumlah petani). Artinya 90 persen (35 juta) petani Indonesia adalah petani tua.
Regenerasi Petani
Berdasarkan data serentak menyimak problematika di sektor pertanian saat ini, khususnya masalah yang berkaitan dengan bonus demografi dan minimnya jumlah petani muda di Indonesia, maka perlu ada regenerasi petani.
Selain itu, masalah bonus demografi ini, harus mendapat penanganan yang baik dan komprehensif, agar tidak menimbulkan bencana di kemudian hari dari ledakan jumlah penduduk yang berimbas pada segala aspek kehidupan manusia.
Untuk itu, penulis mau menyodorkan bagaimana proses regenerasi pertanian dan peran para petani untuk mengotimalisasi bonus demografi.
Pertama, penumbuhan minat dan kesadaran bagi generasi muda, khususnya mahasiswa pertanian di Indonesia. Dengan keterlibatan generasi muda ini akan menjadi salah satu langkah awal untuk dapat mengubah tantangan bonus demografi menjadi sebuah peluang yang berpotensi dapat menjadi penggerak dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan.
Kedua, program petani milenial diharapkan dapat menyelesaikan masalah keterbatasan tenaga kerja sehingga bisa meningkatkan produktivitas dan mencapai swasembada pangan. Melalui pemanfaatan teknologi digital, petani milenial harus kreatif dan inovatif dalam megerakkan kewirausahaan pertanian.
Ketiga, pemerintah melalui Kementrian Pertanian diharapkan dapat mendorong generasi muda petani untuk terjun ke dunia pertanian, dengan meningkatkan sumber daya petani melalui pelatihan-pelatihan di berbagai sektor pertanian.
Pengembangan kapasitas petani muda, bukan hanya berbicara tentang sumber daya petani, melainkan harus didukung dengan sarana dan prasarana pertanian, seperti alat dan mesin pertanian, benih, pupuk, modal dan pestisida.
Di sisi lain, harus ada dukungan infrastruktur dari pemerintah, seperti bendungan, irigasi, dan gedung penyimpanan hasil pertanian. Tujuan dari semua ini adalah menumbuhkan minat para petani muda secara lebih efektif dan efisien dalam usaha tani dan mendapatkan kesempatan kerja serta meningkatkan perekonomian
Keempat, dalam mendukung kinerja Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2021 yang telah menyalurkan sejumlah program pertanian untuk menjawab kebutuhan petani, salah satunya adalah program Pekarangan Pangan Lestari (P2L).
Petani-petani milenial diharapkan dapat berpartisipasi dalam program-program yang ditawarkan oleh pemerintah. Kegiatan ini dilakukan melalui pemanfaatan lahan pekarangan, lahan tidur dan lahan kosong yang tidak produktif serta lahan yang ada di sekitar rumah.
Tujuan kegiatan P2L yaitu untuk meningkatkan ketersedian dan pemanfaatan pangan untuk rumah tangga sesuai dengan kebutuhan pangan dan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui penyediaan pangan yang berorientasi pasar serta untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi para petani-petani muda.
*Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian UNIKA Santu Paulus Ruteng