Oleh: Dionisius Ngeta, S.Fil*
Menjelang Pemilu 2024, tidak jarang ruang publik dipertotontonkan dengan apa yang disebut dengan Safari Politik. Sebagai salah satu strategi petualangan politik, Safari Politik kerap dilakukan oleh seseorang, kelompok atau partai politik dengan tujuan dan sasaran tertentu.
Tujuannya adalah meningkatkan citra, popularitas bahkan elektabilitas seseorang dan sekolompok orang atau partai politik dalam kontestasi seperti Pilpres, Pileg, Pilgub dan Pilkada. Selain masyarakat biasa, tokoh-tokoh penting, pimpinan lembaga, pesantren, tua-tua adat dan pimpinan parpol adalah sasaran yang ditergetkan.
Namun, apakah Safari Politik sekedar meningkatkan citra dan popularitas diri seseorang atau partai politik? Apakah sekedar menaikkan elektabilitas parpol, politisi atau kandidat pemimpin? Tentu tidak untuk hal-hal itu saja; apalagi sebagai ajang sikut-sikutan, olok-olokan, serang-menyerang, penyebaran berita bohong, bagi-bagi sembako dan lain-lain. Tentu tidak!
Hemat Penulis, jika kita menghendaki sebuah kedewasaan berpolitik dan berdemokrasi dan menginginkan politik dan demokrasi berkualitas, maka Safari Politik atau aktivitas politik pada umumnya tidak sekedar pertualangan menaikkan citra, popularitas, dan elektabilitas untuk sebuah kemenangan.
Momentum pertualangan politik itu harus bisa digunakan sebagai ajang adu visi dan strategi para politisi, partai politik, dan kandidat pemimpin dalam menatap dan menyelesaikan pemasalahan dan tantangan kebangsaan, mempererat dan meningkatkan kebersamaan dan soliditas di tengah kebergaman bangsa, memperkuat sportivitas dan nilai-nilai ideal seperti kejujuran dan keadilan, keadaban, etika dan moral dalam setiap kontestasi memenangkan hajatan politik dan demokrasi.
Mementum Adu Visi dan Strategi
John Quincy Adams mengatakan: If your actions inspire others to dream more, learn more, do more and become more, you are a leader. Kehadiran dan keberadaan seorang politisi atau partai politik dalam pentas politik dan Safari Politik khususnya, hendaknya selalu menginspirasi masyarakat atau konstituennya untuk bermimpi besar, belajar banyak, bekerja lebih keras, penuh optimisme dan ingin membuat masyarakat jadi lebih baik dari sebelumnya.
Dan ini hanya dipunyai oleh politisi, calon pemimpin atau partai politik yang memiliki visi kebangsaan, yang selalu memancarkan harapan masa depan bangsa dan negara yang lebih baik kepada rakyat masyarakat atau konstituennya.
Apa saja permasalahan dan tantangan bangsa dan negara dan bagaimana cita-cita ideal yang diperjuangkan (Visi). Lalu, bagaimana cara/tindakan mewujudkan cita-cita ideal (Misi) itu? Apa program yang merupakan praksis untuk mewujudkan visi dan misi itu?
Seorang politisi, partai politik dan calon pemimpin yang tidak mempunyai visi dan misi yang jelas tentang bangsa dan negaranya hanya membuat masyarakat bimbang dalam menentukan pilihan dan memercayakan kedaulatannya.
Di sisi lain, ia memfokuskan sepenuhnya apa daya dan upaya ke arah yang baik dan benar untuk meraih yang terbaik bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara ke depan ketika dipercayakan masyarakat adalah sebuah keniscayaan yang harus dilakukan oleh politisi dan partai politik dalam pentas dan aktivitas politik semisal Safari Politik.
Oleh karena itu, dalam Safari Politik, hemat Penulis, merupakan ajang emas penyampaian mimpi-mimpi besar yang jelas dan membumi, terukur dan terarah dan mampu merumuskan mimpi-mimpi besar itu ke dalam suatu visi dan misi yang jelas sebagai target yang harus dicapai kepada masyarakat atau konstituennya. Safari Politik tidak sekedar ajang jalan-jalan santai, selfie-selfie-an, bagi-bagi sembako atau uji kekuatan mobilisasi dan kepadatan massa, sikut-sikutan atau olok-olokan, apalagi adu domba dan hoax.
Karena itu, kandidat pemimpin dan partai politik harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk melihat lebih jauh dan lebih dekat selain melihat dari sudut pandang yang berbeda sehingga mampu menemukan seberkas cahaya di tengah tantangan.
Dengan begitu, Safari Politik adalah momentumnya. Sebagai momentum, Safari Politik harus dijadikan peluang untuk memberi harapan dan solusi di tengah ketidakpastian, permasalahan dan kesulitan yang ditemukan dan dialami masyarakat untuk meraih kesejahteraan dan kemakmuran.
Momentum Perkuat Kebersamaan
Kebersamaan adalah rahim yang mengandung dan melahirkan eksistensi aktivitas politik dan Safari Politik. Aktivitas politik tidak lain bertujuan untuk kebaikan bersama (bonum commune) karena politik lahir dari sejarah dan keseharian hidup manusia.
Karena itu Safari Politik dalam kontestasi politik merupakan aktivitas manusia, terjadi dalam kehidupan bersama dengan manusia dan memiliki tujuan untuk kepentingan manusia, demikian Aristoteles. Dalam kebersamaan itu, manusia mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk sosial dan makluk polis (zoon politikon). Kodratnya sebagai makhluk sosial dan makhluk polis diungkapkan dalam kebersamaan (communio) dan dalam kebersamaan itu pula tujuan politik atau safari politik bisa tercapai.
Sebagai pertualangan politik dengan berbagai macam selebrasi politik, Safari Politik adalah aktivitas kebersamaan karena melibatkan manusia, dengan tujuan untuk kepentingan manusia yakni kebaikan bersama, kebaikan masyarakat. Tentu, ini bukan sekadar popularitas, elektabilitas dan atau kemenangan. Dalam konteks ini, Safari Politik bukan pertandingan para elit politik dan partai untuk sebuah popularitas dan elektabilitas ataupun kemenangan.
Bagaimana dan apa pun selebrasi dan Safari Politik, nilai dan kultur kebersamaan harus tetap dijaga agar tidak tercabik-cabik oleh nafsu untuk memperoleh popularitas, elekatabilitas bahkan kemenangan dan kekuasaan. Apalagi hanya sekedar pencintraan belaka.
Popularitas, elektabilitas bahkan kemenangan bukan satu-satunya tujuan dari sebuah partai politik yang bergerak dalam kontestasi politik atau Safari Politik itu; tetapi hasil dari sebuah perjuangan dalam kebersaman sebagai makhluk sosial dan makhluk polis. Semua politisi, calon pemimpin, partai politik tentu berjuang maksimal memenangkan mayoritas kepercayaan masyarakat. Apapun hasilnya, harus memiliki kebesaran hati dan kekuatan jiwa untuk menerima dan siap menang atau kalah demi sebuah kebersamaan.
Kalah dan menang tidak abadi. Kalah menang bisa datang dan kemudian pergi. “Kalah jadi abu, menang jadi arang”, demikian pepatah klasik. Partai apa pun, siapa pun atau kandidat mana pun yang menjadikan kalah atau menang sebagai tujuan , ia sedang menjalani hidup yang palsu.
Sejatinya, kontestasi politik bahkan hidup ini bukanlah soal kalah atau menang. Nah, Safari Politik juga bukan perlombaan, apalagi pertempuran karena ia membutuhkan kebesaran hati dan kekuatan jiwa demi bonum commune. Hati dan jiwa yang membuat kita melampaui kalah atau menang dan mampu melihat keadaan dengan jernih, tanpa ambisi dan tanpa rasa takut kalah.
Bagaimana pun juga kita tetap bersama baik sebagai makhluk sosial maupun makhluk polis. Tak perlu takut saat kalah tapi tak perlu sombong saat memenangkan mayoritas kepercayaan masyarakat. Kita tidak bisa menang dalam Safari Politik untuk kontestasi politik, kecuali jika kita belajar bagaimana menerima kekalahan dalam sebuah perjuangan.
Meningkatkan Sportivitas
Sportivitas memang pahit karena ia mengharuskan kita untuk lebih menjunjung etika, moral dan keadaban daripada hasil kemenangan. Muara sportivitas adalah keluhuran nilai. Etika, moral dan keadaban membawa manusia pada proses menemukan kebenaran, kebaikan, keindahan, dan kepantasan. Dalam persaingan, etika dan moral menuntut kita untuk mengutamakan martabat dalam meraih kemenangan.
Filsuf peraih hadiah Nobel, Albert Camus, menyebut sportivitas sebagai nilai yang membangun karakter manusia, tak ada hubungan secara langsung dengan kekalahan dan kemenangan. Kekalahan dan kemenangan adalah akibat dari perjuangan. Sportivitas mengutamakan proses, mengajarkan manusia untuk menemukan nilai-nilai ideal berupa kejujuran dan keadilan yang bermuara pada martabat.
Kampanye hitam dalam safari dan kontestasi politik kadang kala sangat menggoda. Bahkan dipandang sebagai mantra mematikan lawan. Nilai-nilai etik-moral dan keadaban pun kadang dilabrak. Orang menempuh berbagai cara, termasuk kampanye hitam yang sarat dengan isu suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).
Karena itu Safari Politik dalam rangka kompetisi dan kontestasi politik perlu dikembalikan pada kultur sportivitas, bukan kultur gladiator yang penuh kekerasan. Saling menghormati lawan menjadi keniscayaan dalam membangun politik dan demokrasi yang bermartabat dan berkadaban. Basis persaingan harus dikembalikan pada visi, misi, dan program, bukan kebohongan, ujaran kebencian, dan permusuhan.
Safari Politik dalam kontestasi dan hajatan politik dalam pesta demokrasi yang harus dipahami dan dijadikan kultur untuk meraih sportivitas dan kesejahteraan bersama. Kultur demokrasi selalu berbasis pada etika, moral, dan etos kerja sehingga memberikan inspirasi dan pencerahan kepada publik.
Inilah demokrasi yang bijak, cerdas dan visioner yang mesti selalu dibangun dalam setiap kontestasi dan safari politik. Elite dan partai politik, politisi dan kandidat pemimpin mestinya menjadi agen kebudayaan, bukan sekadar pemburu popularitas dan elektabilitas dan atau kemenangan dan kekuasaan. Jika itu terjadi, maka orang mengorbankan moralitas, peradaban dan kebersamaan. Orangtua kita dulu mengatakan, “Untuk apa menang, sukses, dan kaya raya jika kamu tidak terhormat?”
Semoga Safari Politik tidak sekedar berpetualang untuk popularitas dan elektabilitas atau kemenangan. Apalagi momentum pencitraan, pembohongan dan sikut-sikutan. Safari Politik sebaiknya digunakan semaksimal mungkin sebagai ajang adu visi dan strategi para politisi, partai politik dan kandidat pemimpin dalam menghadapi pemasalahan dan tantangan kebangsaan, mempererat dan meningkatkan kebersamaan dan soliditas, memperkuat sportivitas dan menegakan nilai-nilai ideal seperti kejujuran, keadilan, etika dan moral dalam setiap kontestasi politik.
Jika hal-hal ini bisa dilakukan, saya kira akan menjadi sebuah “Branding Politik” yang mampu memberikan kepastian kepada masyarakat untuk menentukan pilihan; karena masyarakat tidak hanya mendapat citra dan pengetahuan tentang kandidat dan partai politik (knowledge), membandingkannya (preference), lalu mulai merasa tertarik (liking) dan setia (loyality).
Namun demikian, masyarakat sesungguhnya mau mendapatkan persepektif, visi dan misi serta strategi (program dan kegiatan) yang tidak “coppy paste” (pembeda) dalam menghadapi tantangan dan permasalahan masyarakat, bangsa dan negara ke depan.
*Warga Alok Barat, Maumere, Kabupaten Sikka