PPG, Terumbu Karang, dan Taman Daun

Oleh : Albertus Muda, S.Ag*

Membaca judul tulisan di atas, sudah pasti mengundang sejuta tanya dalam hati pembaca. Apa gerangan PPG? Apa hubungannya dengan terumbu karang? Mengapa Taman Daun? Semua pertanyaan ini pasti berkelebat dalam pikiran pembaca. Namun, akan menjadi sangat menarik ketika kita dengan sabar menelusuri isi tulisan sederhana ini.

Kata-kata dalam judul tulisan di atas, nyatanya telah mengkristal dalam sebuah aksi nyata yang spektakuler meski banyak orang belum terpanggil. Dibutuhkan edukasi dan aksi secara berkelanjutan agar mengantar sekaligus menjernihkan pemahaman masyarakat, orang muda, dan kaum terpelajar juga anak-anak sekolah.

Proses penjernihan mesti menyadarkan dan dari padanya mengundang setiap orang yang telah sungguh sadar mesti mengarahkan dan membimbing generasi muda terutama kaum pelajar untuk mengintegrasikan berbagai dimensi nilai terutama menumbuhkan dimensi Profil Pelajar Pancasila dalam dirinya.

Apa Itu PPG?

Tidak semua elemen masyarakat tahu dan paham tentang PPG. PPG merupakan akronim dari Pendidikan Profesi Guru. Melalui PPG seorang guru mendalami kompetensi dan kapabilitasnya agar semakin melampaui yang biasanya. Artinya melalui PPG, seorang guru dipastikan tidak hanya semakin profesional tetapi juga profetis dan kritis. Bukan merasa nyaman dengan realitas sosial rekan-rekan sejawatnya.

Dengan mengikuti PPG, seorang guru nantinya dapat memberi warna baru dalam dunia pendidikan. Dengan kualifikasi dan spesifikasi yang dimiliki, diharapkan memberi dampak pada lembaga pendidikan tempat guru sertifikasi mengabdi agar memberi dampak peningkatan mutu lembaga secara periodik. Mutu yang dimaksud tidak hanya mutu personal. Mutu personal mesti berdampak juga pada mutu rekan sejawat sehingga berdampak pada output, keluaran, atau lulusannya.

Oleh karena itu, PPG pertama dan utama mesti terarah pada peningkatan kompetensi guru agar dalam kolaborasi dengan rekan sejawat, mutu pendidikan secara kolektif semakin ditingkatkan karena kolaborasi dan sharing ilmu satu sama lain.

Apa Hubungan dengan Terumbu Karang?

Dalam lokakarya PPG, mahasiswa diarahkan sekaligus didorong mendalami Kurikulum Merdeka mulai dari merumuskan kurikulum operasional sekolah sampai dengan menyusun proposal penelitian tindakan kelas.

Mahasiswa diberi tugas untuk mengerjakan berbagai tagihan melalui sejumlah lembar kerja (LK) untuk selanjutnya di-review. Salah satu tagihan lembar kerja yang wajib dikerjakan mahasiswa adalah membuat Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau P5.

Mahasiswa dituntut untuk memilih salah satu tema proyek dari tema-tema yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. Setelah memilih tema, mahasiswa wajib menentukan sub tema atau topik sesuai dengan tema yang dipilih. Hal ini dimaksudkan agar tema yang dipilih relevan dengan topik dan tidak bertentangan atau sebaliknya bertolak belakang satu sama lain. Oleh karena itu, topik yang dipilih mesti kontekstual dan relevan.

Sub tema atau topik yang dipilih selanjutnya dijalankan sesuai tahapan aktivitas yang dipilih. Merujuk pada tahapan itu, tim projek dapat menentukan beberapa aktivitas pada setiap langkah atau tahapannya. Masing-masing langkah bisa dibuat lebih dari dua aktivitas. Jumlah aktivitas sangat tergantung pada tahapan projek yang hendak dilaksanakan. Masing-masing projek membutuhkan limit waktu setahun sehingga setiap proyek memiliki alokasi waktu 162 jam pelajaran (JP).

Mengapa demikian? Karena untuk tingkat SM, projek P5 maksimal 3 projek. Masing-masing projek mesti didesain secara terstruktur dan hierarkis agar memiliki tujuan yang jelas dan punya target yang hendak dicapai serta relevansi projek dapat disesuaikan dengan konteks kebutuhan lembaga pendidikan.

Projek yang dibuat tidak hanya bertujuan memenuhi tuntutan alokasi waktu atau memenuhi jumlah projek dalam setahun. Akan tetapi, melalui projek tersebut diharapkan dimensi-dimensi Profil Pelajar Pancasila dapat diintegrasikan di dalam diri peserta didik.

Sebagai mahasiswa PPG, Penulis memilih tema ‘Gaya Hidup Berkelanjutan’ dengan topik: ‘Menanam Terumbu Karang’. Topik ini dipilih karena Penulis memiliki keprihatinan mendalam atas kondisi terumbu karang di Indonesia khususnya di NTT; lebih khusus di Lembata yang sangat memprihatinkan.

Sejumlah terumbu karang saat ini sedang dalam keadaan rusak karena aktivitas manusia seperti pengambilan terumbu karang secara ilegal, pembangunan di pesisir pantai, pencemaran limbah, penambangan, penangkapan ikan secara ilegal, penebangan hutang mangrove dan penggunaan pestisida juga pembuangan sampah secara serampangan.

Memandang penting dan mendesaknya menyelamatkan terumbu karang, maka Penulis memberanikan diri mengaktualkan gagasan terkait menanam terumbu karang. Di dalam Kurikulum Merdeka, projek yang hendak dilaksanakan tidak langsung diimplementasikan, tetapi terlebih dahulu dibuatkan modul projek sebagai panduan untuk mengimplementasikan projek yang direncanakan. Penulis memilih alur aktivitas projek yang dimulai dengan tahapan pengenalan, kontekstualisasi, aksi, refleksi dan rencana tindak lanjut.

Setelah membuatkan modul berdasarkan alur dan tahapan, mahasiswa membuatkan alur aktivitasnya agar projek yang dilaksanakan sesuai dengan alur aktivitas yang telah dirumuskan. Alur aktivitas yang dirumuskan dalam projek penanaman terumbu karang terdiri dari 14 aktivitas yang meliputi pengenalan tentang terumbu karang, penjelasan tim projek, lokakarya edukasi, analisis lokasi, identifikasi pemangku kepentingan, persiapan fragmen terumbu karang, penanaman terumbu karang, pemeliharaan awal, diskusi hasil, evaluasi kinerja, pengumpulan pelajaran, penyebaran kesadaran, pelibatan masyarakat dan rencana pemeliharaan.

Salah satu alur aktivitas projek adalah mengidentifikasi pemangku kepentingan baik pemerintah maupun komunitas. Berhubung limit waktu yang cukup singkat dalam tahapan PPG, maka setelah mengidentifikasi para pemangku kepentingan, Penulis langsung menjadwalkan untuk mendatangi komunitas-komunitas yang memiliki perhatian penuh dengan lingkungan khususnya konservasi terumbu karang. Di Lembata ada Komunitas Taman Daun dan LSM Barakat yang memiliki konsen konservasi terumbu karang.

Komunikasi awal Penulis lakukan dengan pimpinan sekolah untuk mendapat persetujuan. Selanjutnya membangun kolaborasi dengan rekan sejawat baik yang serumpun maupun rumpun mata pelajaran lain yang memiliki keterkaitan langsung dengan tema projek yang hendak dilaksanakan. Bersama rekan sejawat Penulis membangun satu tim projek dan memulai dengan penjelasan modul kepada para peserta didik agar mereka memiliki pemahaman dan wawasan yang utuh tentang tahapan dan alur penanaman terumbu karang.

Setelah pemaparan modul, Penulis melakukan koordinasi kembali dengan rekan sejawat dan para siswa yang akan diterjunkan ke lapangan untuk melakukan survei lapangan baik di pesisir pantai maupun area laut, selanjutnya kondisi tersebut dianalisis untuk menemukan alternatif solusi yang tepat sesuai dengan konteks masalah di lapangan. Solusi yang dipandang paling tepat adalah menanam terumbu karang di wilayah Waijarang yang kondisi terumbu karangnya sangat memprihatinkan karena aktivitas liar pemboman ikan dan kegiatan berkarang masyarakat.

Mengapa Komunitas Taman Daun?

Pertanyaan ini menarik. Mengapa Komunitas Taman Daun menjadi salah satu pemangku kepentingan yang penulis datangi untuk berkonsultasi dan mengajak para relawan berkolaborasi mengimplementasikan projek penanaman terumbu karang? Karena dari hasil identifikasi ditemukan bahwa dari segi jarak dan juga progres konsen yang telah dilakukan Komunitas Taman Daun yang dimotori oleh saudara John S. Batafor dan rekan-rekan relawan Taman Daun sudah terbukti dalam konservasi terumbu karang khususnya di wilayah Waijarang.

Komunikasi dengan relawan Taman Daun Penulis lakukan sambil memaparkan alur projek menanam terumbu karang. Saudara John S. Batafor bersama tim relawan pun langsung menyepakati jadwal penanaman terumbu karang yang selama ini telah dimulai.

Sesuai tahapan, anak-anak melakukan survei sederhana untuk mendapatkan sampel agar mengambil tindakan solutif yang tepat sesuai dengan kondisi di lapangan. Antusiasme yang luar biasa dari para relawan, guru, dan siswa SMA Negeri 2 Nuabtukan dalam kesempatan implementasi projek P5.

Bagi John S. Batafor, bukan soal banyak orang tetapi apa yang mesti dibuat itulah yang menjadi prioritas relawan Taman Daun. Meski jumlah sedikit tetapi semangat gemohing (kerja sama) mesti menjadi landasan untuk menyelamatkan alam khususnya terumbu karang dari ancaman kerusakan yang semakin fatal. Menurut data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 2019, kondisi terumbu karang sangat baik 6,42%, kondisi baik 22,38%, kondisi cukup 37,38% dan buruk 33,82% (https://www.mongabay.co.id/2021/11/22/pentingnya-menjaga-terumbu-karang/).

Selain itu, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, terdapat 2,53 juta ha ekosistem terumbu karang merupakan kawasan konservasi. Sulawesi memiliki kawasan konservasi terluas yakni 894.076,88 ha. Disusul Sumatera mencapai 460.731,15 ha. Selanjutnya di Nusa Tenggara dan Papua masing-masing 289.562,28 ha dan 262.378,19 ha. Sementara itu, Kalimantan mencapai 117.426,85 ha. Di Jawa ekosistem mencapai 65.670,99 ha. Sedangkan di Bali tercatat 7.742,41 ha (https://dataindonesia.id/varia/detail/luas-ekosistem-terumbu-karang-indonesia-capai-253-juta-hektare).

Sebagai mahasiswa PPG, Penulis menggantungkan harapan setinggi-tingginya pada masyarakat agar meningkatkan rasa hormat akan terumbu karang yang telah berjasa menyuplai oksigen terbesar di area laut lepas dan menjadi pendonor ikan-ikan bagi kehidupan manusia karena di area terumbu karang, ikan-ikan berkembang biak dan mencari makan.

Mari bersama-sama dengan Komunitas Taman Daun, LSM Barakat, dan Kepolisian Resort Lembata kita sukseskan konservasi terumbu karang di wilayah perairan laut Lembata dan seluruh wilayah lain di NTT.*

*Mahasiswa PPG, Guru dan Penyuluh Agama di Lembata

spot_img
TERKINI
BACA JUGA