Ruteng, Ekorantt.com – Vonis bersalah Mikael Ane (57), seorang tokoh masyarakat adat gendang Ngkiong, oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Ruteng dinilai menjadi ancaman serius terhadap eksistensi masyarakat adat.
Mikael dianggap menduduki wilayah Taman Wisata Alam Ruteng. Ia pun dihukum penjara 1,6 tahun kurungan, ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Rumah milik Mikael juga terancam dihancurkan.
Dalam nota pembelaan (pleidoi), penasihat hukum berargumen bahwa pasal dakwaan terhadap Mikael telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Lebih jauh, penasihat hukum mengungkapkan sesuai amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 95/PUU-XII/2014 terkait Pasal 50 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 tentang Kehutanan bahwa terhadap masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan tidak dapat dikriminalisasi.
Mikael pun menjadi korban peradilan sesat, sebuah peradilan yang tidak mencari kebenaran sejati (materiele waarheid).
Mikael didakwa dengan Pasal 36 angka 19 Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000.”
Mikael juga didakwa dengan Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Kami akan banding, perjuangan mencari kebenaran materiel tidak hanya di pengadilan negeri,” kata Syamsul Alam Agus selaku Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) yang merupakan penasihat hukum dari Mikael Ane dalam keterangan pers yang diterima Ekora NTT, Rabu, 6 September 2023.
Menurut Syamsul, dari hasil overlay peta kawasan, terlihat irisan antara wilayah taman wisata dengan wilayah adat.
Vonis tersebut, kata Syamsul, dipandang sebagai bentuk pengingkaran amanat UUD 1945, putusan Mahkamah Konstitusi, dan persetujuan Indonesia di PBB atas Hak Masyarakat Adat.
“Kami menghormati putusan hakim, namun kami mempunyai hak banding yang diatur oleh undang-undang untuk tidak setuju dengan cara pandang dan pertimbangan hakim berdasarkan alat bukti yang kami sampaikan. Lebih jauh, secara substansi dan kontekstual, putusan hari ini mengancam ruang hidup masyarakat adat sekitar taman wisata. Terdapat 60 gendang di sana,” paparnya.
Pengacara PPMAN lainnya, Marselinus Suliman menjelaskan bahwa titik persoalannya adalah pandangan hakim yang berpendapat bahwa pasal-pasal yang telah dicabut tersebut masih berlaku dan relevan akibat norma yang diatur oleh pasal aturan baru masih sama. Oleh karenanya, argumentasi penasihat hukum dikesampingkan.
“Siapa yang benar atau tidak terhadap asas legalitas tersebut harus diuji di tingkat yang lebih tinggi, yaitu pengadilan tinggi. Kami ingin menegaskan kembali perihal Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 5 Tahun 2014 yang mengatur bahwa demi hukum seseorang terdakwa lepas dari segala tuntutan apabila ia dikenakan pasal-pasal yang sudah tidak berlaku,” jelasnya.
Pada sidang sebelumnya, Mikael Ane dituntut 3 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Mikael dengan pasal-pasal yang sudah tidak berlaku lagi. Alat bukti surat juga disampaikan untuk mendukung argumentasi penasihat hukum terdakwa.
“Pasal yang dituduhkan sudah dicabut oleh Pasal 112 UU Kerusakan Hutan yang kemudian juga telah dicabut oleh Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, atas dasar tersebut demi hukum sewajarnya Bapak Mikael Ane dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana menduduki kawasan hutan secara tidak sah,” jelas Marselinus.
Sekedar untuk diketahui, Mikael Ane ditangkap, ditahan, dan diadili karena dianggap menduduki wilayah Taman Wisata Alam Ruteng.
Di sisi lainnya, Mikael dan leluhurnya telah ada dan berdiam di wilayah tersebut sebelum Taman Wisata Alam Ruteng ada dan melakukan aktivitas.
Atas situasi inilah upaya banding dilakukan oleh penasihat hukum Mikael Ane.