Kupang, Ekorantt.com – Penjabat Gubernur NTT Ayodhia G. L. Kalake mengaku angka prevalensi stunting di Provinsi NTT masih cukup tinggi.
Berdasarkan data hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, kata Ayodhia, prevalensi stunting di Provinsi NTT berada pada angka yang cukup tinggi yakni 37.9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa 37 hingga 38 dari 100 balita di Provinsi NTT mengalami stunting.
“Berdasarkan hasil SKI ini, pemerintah pusat melalui Bappenas telah merubah target penurunan stunting di seluruh Indonesia,” jelasnya saat menghadiri rapat koordinasi (Rakor) percepatan penurunan stunting tingkat Provinsi NTT tahun 2024 di Aula Fernandez Gedung Sasando Kantor Gubernur NTT, Selasa, 20 Agustus 2024.
Menurut Ayodhia, hasil perubahan target itu menetapkan Provinsi NTT sebesar 35,5 persen pada tahun 2024 dan 33,1 persen pada tahun 2025.
“Kami harapkan agar angka target tersebut dapat kita capai dengan semangat kolaborasi dan komitmen yang kuat di antara kita semua,” harap dia.
Ia mengatakan, stunting masih menjadi isu prioritas di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, dengan target penurunan yang cukup signifikan dari kondisi 24,4 persen pada tahun 2021 menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Ayodhia menambahkan, untuk mencapai target tersebut telah disiapkan sasaran dan strategi nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditunjuk sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting secara nasional. Lembaga ini turut didukung oleh tim percepatan penurunan stunting yang telah dibentuk baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa hingga tim pendamping keluarga (TPK) yang tersebar di seluruh desa dan kelurahan.
Ayodhia menjelaskan, percepatan penurunan stunting dimulai pada saat masa prakonsepsi sampai dengan 1.000 hari pertama kehidupan.
“Sudah dibentuk tim percepatan penurunan stunting (TPPS) yang bertugas mengkoordinasikan, mensinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting,” katanya.
Di Provinsi NTT sendiri TPPS tingkat provinsi telah dibentuk melalui SK Gubernur NTT Nomor: 115A/KEP/HK/2022 yang dikeluarkan pada 18 Maret 2022.
Dalam penyelenggaraan percepatan penurunan stunting terdapat 19 indikator pencapaian target dan 72 indikator pencapaian target pelaksanaan, lima pilar strategi nasional sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, serta 42 indikator kegiatan prioritas dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI).
Ayodhia berharap agar upaya percepatan penurunan stunting perlu ditetapkan dengan arah dan kebijakan yang jelas dan fokus terhadap pelaksanaannya.
“Ada tiga pendekatan yang dapat kita lakukan yaitu pendekatan intervensi gizi, pendekatan multisektor dan multipihak, serta pendekatan berbasis keluarga berisiko Stunting. Ini merupakan sebuah kesempatan strategis untuk melakukan koordinasi dalam rangka terus bersinergi bagi percepatan penurunan stunting di Provinsi NTT,” katanya.
Ia meminta agar permasalahan stunting ini dapat dilaksanakan secara rutin dan terjadwal mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota hingga pada tingkatan desa/kelurahan. Hal ini tentu saja berguna untuk mendapatkan persamaan persepsi dan juga komitmen dalam menurunkan prevalensi stunting di Provinsi NTT.
Kepala Bapperida Provinsi NTT, Dr. Alfonsus Theodorus mengatakan, Pemerintah Provinsi NTT bersama pemerintah kabupaten/kota terus meningkatkan komitmen melalui kerja kolaborasi yang produktif dan terintegrasi semua stakeholder untuk penurunan prevalensi stunting di Provinsi NTT.
Salah satu bentuk gerakan kolaborasi tersebut yakni mengatakan rapat koordinasi (Rakor) percepatan penurunan stunting.