Dugaan Kekerasan Aparat di Poco Leok Dinilai Bentuk Pengkhianatan terhadap Masyarakat dan Undang-undang

Ricard salah satu peserta aksi dalam orasinya, menegaskan dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan polisi kepada masyarakat Poco Leok adalah tindakan pengkhianatan terhadap masyarakat.

Kupang, Ekorantt.com – Aksi penolakan proyek geotermal di Poco Leok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai gencar dilakukan di berbagai tempat. Pada Jumat, 11 Oktober 2024, aksi unjuk rasa dilakukan oleh ‘Aliansi Penolakan Geotermal’ di Kupang, ibu kota Provinsi NTT.

Aliansi ini tergabung dari berbagai organisasi dan NGO seperti WAHLI NTT, IMAM, AGRA NTT, dan SEMUT. Mereka menggelar aksi di depan pintu masuk utama Gedung DPRD Provinsi NTT di Jalan El Tari Kupang.

Pantauan Ekora NTT, massa aksi yang berjumlah puluhan orang dilarang masuk ke halaman kantor DPRD NTT lantaran di hari yang sama pada pukul 02.00 Wita ada paripurna pengambilan sumpah atau janji ketua dan wakil ketua lembaga dewan periode 2024-2029.

Saat aksi, mereka membawa bendera organisasi dan poster yang mengecam dugaan tindakan kekerasan terhadap warga dan jurnalis di Poco Leok. Aksi ini juga dikawal ketat anggota kepolisian.

Ricard salah satu peserta aksi dalam orasinya, menegaskan dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan polisi kepada masyarakat Poco Leok adalah tindakan pengkhianatan terhadap masyarakat.

Menurutnya, institusi kepolisian adalah “penghianat sejati” karena diduga dipasang sebagai benteng untuk melawan masyarakat.

Padahal seharusnya kepolisian menjadi pengayom dan pelindung masyarakat. Sebab menurut Ricard, sumber gaji atau pendapatan mereka berasal dari pajak masyarakat.

“Tapi faktanya, hari ini mereka adalah pembunuh, pengkhianat dan pembungkam terhadap masyarakat,” ujarnya.

Ricard menyebut aksi penolakan warga terhadap pembangunan proyek geotermal di Poco Leok disebabkan adanya perampasan tanah produksi masyarakat oleh negara.

Peserta aksi lainnya, Egi Naur dalam orasinya mengatakan, aksi ini telah dilakukan sebanyak sembilan kali dan hingga saat ini belum ada pernyataan sikap dari lembaga dewan terhadap masyarakat adat Poco Leok.

Menurut Egi, polisi yang diduga melakukan tindakan intimidasi dan represif kepada warga dan jurnalis adalah bentuk pengkhianatan terhadap Undang-undang.

“Hari ini mereka sudah berusaha memperkosa dan menodai amanah UU Pers Pasal 18 Ayat 1 yang mengatur tentang kebebasan pers,” terangnya.

Egi mengatakan, Pemkab Manggarai turut ikut serta sebagai penyebab aksi kekerasan terhadap warga dan jurnalis.

Pasalnya, Pemkab Manggarai secara sepihak telah menetapkan lokasi proyek geotermal tanpa konsultasi dengan masyarakat adat Poco Leok.

“Pemerintah seolah-olah tidak paham tentang demokrasi itu,” ujarnya.

Egi pun berjanji akan terus melakukan aksi hingga “apa yang menjadi keresahan masyarakat di Poco Leok dan di Atadei Lembata terjawab.”

“Ini aksi yang kesembilan. Tapi mereka tidak berperasaan terhadap aspirasi dari masyarakat,” tutupnya.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA