Warga Tanam Pohon Endemik Pulihkan Ekosistem di Kawasan Danau Rana Poja

Dalam beberapa tahun belakangan, kondisi Danau Rana Poja tidak lagi luas dan tampak dangkal akibat kekurangan air.  Padahal tempat ini menjadi sumber air bagi sejumlah desa yang berada di bagian utaranya.

Ruteng, Ekorantt.com – Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Arabika Flores Manggarai berkolaborasi dengan sejumlah stakeholder melakukan penanaman 2.000 pohon endemik di sekitar Danau Rana Poja, pada Selasa, 10 Desember 2024.

Penanaman dilakukan sebagai upaya pemulihan ekosistem Danau Rana Poja, sebuah danau yang terletak di tengah hutan Bangga Rangga, Kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur.

Dalam beberapa tahun belakangan, kondisi Danau Rana Poja tidak lagi luas dan tampak dangkal akibat kekurangan air.  Padahal tempat ini menjadi sumber air bagi sejumlah desa yang berada di bagian utaranya.

Fenomena berkurangnya air di Danau Rana Poja dinilai disebabkan karena adanya kerusakan di area tangkapan air.

Menurut warga sekitar, pada titik tangkapan air pernah terjadi longsor besar yang memakan hampir sepuluh korban. Peristiwa naas itu pada 1987.

“Tempat ini paling banyak sampah,” kata Ketua MPIG Flores Manggarai, Yoseph Janu.

Dia berkata, jika dibiarkan begitu maka Danau Rana Poja menjadi tempat pembuangan sampah paling banyak di hutan itu. Sebaliknya, Rana Poja akan menjadi ekowisata yang menarik wisatawan bila ekosistemnya dijaga dan dirawat dengan baik.

“Tanaman endemik dan lokal yang ditanam, di antaranya Ratung (Salix tetrasperma), Beringin (Ficus benjamina), Natu (Palaquium sp), Ara (Ficus variegta), Uwu (Bischovia javanica), Namut (Celtis tetandra) dan Bambu (Bambusa vulgaris),” sebut Yos.

Penanaman di sekitar kawasan Rana Poja, kata dia, bertujuan merehabilitasi kawasan danau untuk ekosistem. Jumlah bibit yang ditanam setara dengan 3,5 hektare.

Selain tanaman konservasi, ke depannya tanaman ekonomis seperti kopi dan tanaman penaung yang jumlahnya sebanyak 3.000 bibit akan diberikan kepada kelompok tani hutan (KTH). Jumlah tersebut setara dengan 4 hektare lahan kopi dengan konsep agroforestri.

“Penanaman juga bagian dari program lingkungan perbaikan ekosistem di kawasan Danau Rana Poja merupakan kerja sama MPIG, Balai  Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI) atas dukungan Bank Indonesia,” kata Yoseph.

Kepala Dinas Pertanian Manggarai Timur, John Sentis meminta masyarakat untuk menjaga lingkungan, terutama di kawasan tangkapan air. Masyarakat tidak membuang sampah di kawasan Danau Rana Poja.

Dia bilang, “pemerintah mendukung penuh aksi penanaman pohon endemik di tempat yang memang beberapa tahun silam pohon-pohon tersebut tumbuh di sini.” Namun, akibat ulah manusia dan ‘deliminasi’ secara alamiah sehingga menyebabkannya punah.

“Harapannya bahwa kita semua yang ambil bagian dalam penanaman ini supaya tanaman itu bisa tumbuh kembali. Tantangannya kita sekarang adalah bagaimana kita menjaga tanaman ini bisa tumbuh subur dan menjadi hutan kembali,” ajaknya.

Kegiatan ini melibatkan kelompok tani kemitraan BKSDA, di antaranya kelompok tani Momang Tanah, Mo’eng Mose, dan Sadar Lestari.  Selain itu melibatkan puluhan siswa-siswi SMKN 1 Poco Ranaka, para guru, jurnalis, TNI-Polri, serta Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur yang diwakili kepala dinas pertanian.

Lahan Kopi Terbesar Ada di Matim

Merujuk data tahun 2015, dari seluas 33.000 hektare Taman Wisata Alam Ruteng, terdapat 10.000 hektare terdapat lahan kopi masyarakat.

Kepala Bidang II BKSDA Ruteng, Daniwari Widiyanto mengatakan, 75 persennya masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Manggarai Timur. Sementara sisanya berada di Kabupaten Manggarai.

“Dalam periode 2015-2019 kurang lebih 400 hektare yang menjadi target pemulihan ekosistem. Dan itu sudah dilaksanakan kurang lebih 200 hektare waktu itu,” kata Daniwari.

Ia mengaku sedang menyusun dokumen rencana pemulihan ekosistem untuk periode selanjutnya. Pihaknya juga sedang mencoba selesaikan dengan skema regulasi Peraturan Menteri LHK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Penyelesaian Usaha atau Kegiatan Terbangun di Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru, yang termasuk di dalamnya untuk kebun.

Daniwari berpendapat, untuk penggarapan lahan di dalam TWA Ruteng terlebih dahulu harus memenuhi kriteria sehingga bisa diakomodasi dan bisa menempuh penyelesaian dengan skema kemitraan konservasi maupun ekosistem sesuai dengan peraturan menteri.

“Makanya di dua tahun terakhir ini kami melakukan pengampunan data dan informasi bersama masyarakat yang memang tinggal kebun di dalam kawasan,” katanya.

BKSDA Ruteng akan menganalisis  data tersebut. Sebab data yang dibutuhkan adalah “per orang atau per bidang yang menggarap.” Selain itu ukurannya berapa hektar serta tahun berapa tanaman tersebut ditanam.

“Nanti kami screening data yang terkumpul, yang memenuhi syarat baru kami bisa ajukan ke pusat untuk perjanjian kerja sama kemitraan konservasi melalui kelompok,” tuturnya sembari ia menambahkan jumlah yang sudah diajukan ke pusat sebanyak 100,19 hektare.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA