Proyek Geotermal demi Investasi Pariwisata di Labuan Bajo, Warga Poco Leok Dikorbankan

S. Sasmono, Ahli Pembangkit Listrik Energi Terbarukan, juga memberikan pandangan mengenai potensi risiko proyek geotermal di Flores, yang merupakan bagian dari "Ring of Fire" atau cincin api.

Ruteng, Ekorantt.com – Proyek geotermal yang sedang dijalankan di Pulau Flores untuk memenuhi kebutuhan listrik Kota Pariwisata Labuan Bajo kini memicu polemik besar, dengan warga Poco Leok yang terancam kehilangan ruang hidup mereka.

Eksplorasi dan eksploitasi geotermal yang nantinya digalakkan oleh pemerintah dan PT PLN dianggap membawa dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat setempat.

Alfarhat Kasman, perwakilan dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), dalam diskusi publik yang digelar Serikat Pemuda NTT pada Jumat, 14 Maret 2025, menegaskan bahwa meskipun proyek ini ditujukan untuk mendukung pariwisata di Labuan Bajo, namun dalam kenyataannya, berpotensi merusak alam, menghancurkan ekosistem, dan mengancam mata pencaharian warga Poco Leok.

“Demi pemenuhan listrik Kota Pariwisata Super Premium di Labuan Bajo, warga Poco Leok dikorbankan,” tegasnya.

Sebelumnya, Bupati Manggarai Herybertus G.L Nabit menjelaskan, sumber daya listrik geotermal Poco Leok nantinya dapat dialirkan ke daerah lain, seperti Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat. Dimanfaatkan oleh hotel-hotel dan restoran, yang sebagian besar karyawannya berasal dari anak-anak Manggarai.

“Jadi wilayah boleh berbeda-beda tetapi kita juga yang memanfaatkan itu. Mari kita lihat hal ini secara luas,” ungkapnya ketika menerima massa aksi dari Aliansi Pemuda Poco Leok pada Senin, 3 Maret 2025 lalu.

Nabit juga menegaskan bahwa dalam hal ini, “bukan logika investasi yang diterapkan.”

“Memang ada investor di sana, tetapi yang paling penting adalah konsumsi masyarakat,” katanya.

“Jika kelebihan yang ada dimanfaatkan oleh investor, itu memang terjadi,” tambahnya.

Risiko Geotermal di “Ring of Fire”

S. Sasmono, Ahli Pembangkit Listrik Energi Terbarukan, juga memberikan pandangan mengenai potensi risiko proyek geotermal di Flores, yang merupakan bagian dari “Ring of Fire” atau cincin api.

Menurutnya, meskipun geotermal dapat memberikan manfaat, namun risiko yang ditimbulkan perlu dipertimbangkan secara matang. Pengelolaan yang buruk dapat berakibat fatal bagi masyarakat dan alam Flores.

“Ekstraksi proyek geotermal tidak selamanya berbuah kebaikan,” kata Sasmono yang juga hadir sebagai narasumber dalam diskusi publik tersebut.

Senada, Farhat menjelaskan, proses eksploitasi geotermal menggunakan panas bumi dan air yang dapat mencemari lingkungan.

Selain itu, gas beracun yang dihasilkan juga berisiko membahayakan kesehatan manusia.

Proyek ini berisiko merusak hutan-hutan dan mengancam sumber mata air yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat setempat.

Masyarakat Poco Leok, yang bergantung pada alam untuk hidup, merasa sangat terancam dengan proyek ini.

Farhat menegaskan bahwa mereka bukanlah operator proyek geotermal dan lebih memilih cara hidup alami yang berkelanjutan, dengan sumber daya alam sebagai tumpuan utama.

Oleh karena itu, penolakan terhadap proyek ini merupakan upaya mereka untuk mempertahankan cara hidup mereka yang lebih ramah lingkungan.

Namun, Nabit menegaskan, proyek geotermal bertujuan untuk menyediakan listrik bagi seluruh anak-anak Manggarai dan masyarakat yang bergantung pada pasokan listrik, termasuk untuk kebutuhan belajar dan memasak.

Pasang Poster Tolak Proyek Geotermal, Warga Poco Leok Tepis Klaim Palsu Pemerintah1
Warga Poco Leok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, sedang memasang poster tolak proyek geotermal pada Sabtu, 8 Juni 2024 (Foto: HO)

Pendekatan yang Tidak Sensitif terhadap Adat Lokal

Dosen sekaligus praktisi hukum, Siprianus Edi Hardum, mengatakan penolakan masyarakat terhadap proyek geotermal di Flores disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain; Pertama, kegagalan proyek serupa di tempat lain. Kedua, pendekatan pemerintah yang tidak transparan.

Menurut Edi, pemerintah dan PLN keliru melakukan pendekatan dari awal. Sosialisasi tidak menyeluruh dan tidak terbuka dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Ketiga, pemerintah dan PLN diduga menginjak-injak adat Manggarai. Keempat, pemerintah dan PLN tidak bisa menjamin dampak dari pembangunan geotermal ke depan.

“Saya menyarankan agar moratorium pelaksanaan proyek tersebut sambil melakukan pendekatan kepada masyarakat, seperti mereka ditukar guling tanahnya,” kata Edi yang juga sebagai narasumber dalam diskusi publik yang digelar lewat aplikasi Zoom Meeting itu.

Ia menegaskan, jika masih ada masyarakat yang menolak, maka pembangunan geotermal harus dihentikan. Jika pemerintah dan PLN tetap melanjutkannya, masyarakat yang merasa dirugikan sebaiknya mengambil langkah hukum, seperti menggugat Bupati melalui PTUN untuk membatalkan SK atau izin dari Kementerian ESDM.

Namun, Edi sendiri pesimistis karena Bupati Heri Nabit cenderung menentang putusan hakim, terutama putusan PTUN, yang berarti ia kemungkinan besar tidak akan melaksanakan perintah pengadilan. Jika masyarakat juga pesimistis terhadap sikap Bupati Nabit, maka lebih baik terus melanjutkan perjuangan melalui jalur non-hukum.

Geotermal Poco Leok Kebanggan Pemerintah dan Perusahaan, Bukan Masyarakat1
Kampung Lungar, Poco Leok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai (Foto: Adeputra Moses/Ekora NTT)

Tidak Libatkan Masyarakat

Ketua Serikat Pemuda NTT, Saverius Jena, mengungkapkan, polemik ini dimulai sejak awal dengan diterbitkannya regulasi yang mengatur tentang lokasi proyek geotermal di Poco Leok.

Ia menilai bahwa pemerintah dan DPR telah melakukan “persekongkolan” yang tidak melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan.

Persekongkolan, menurutnya, dilakukan secara “terstruktur, masif, dan sistematis,” sehingga dampak kerusakan alam Flores, serta kehidupan warga sebelumnya, kini, dan di masa depan, ditanggung oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan DPR RI yang mewakili wilayah NTT.

Selain itu, regulasi yang diterbitkan dianggap cenderung mengabaikan peran masyarakat lokal dalam menentukan nasib mereka.

“Kita belum tahu persis apa parameter DPR RI dan Pemerintah tetapkan pulau Flores-NTT sebagai pulau panas bumi dan layak untuk dieksplorasi dan eksploitasi pembangkitan listrik panas bumi (geotermal),” jelas Saverius.

Saverius menegaskan, proyek geotermal yang dimaksudkan untuk menjadi katalisator perekonomian dan transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan ini justru dinilai banyak pihak sebagai kebijakan yang tidak menguntungkan masyarakat lokal.

Sementara otoritas negara berfokus pada pengembangan energi bersih untuk Labuan Bajo, bagi warga Poco Leok, proyek ini justru menjadi ancaman yang semakin memiskinkan mereka.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA