Ruteng, Ekorantt.com – Komunitas Masyarakat Adat Poco Leok kembali menyuarakan penolakan terhadap proyek perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu di wilayah mereka.
Penolakan ini disampaikan melalui aksi demonstrasi di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Kamis, 5 Juni 2025.
Warga mengecam Surat Keputusan (SK) Bupati Manggarai Nomor HK/417/2022 tentang penetapan lokasi proyek, yang mereka anggap otoriter, memaksa, serta dilakukan tanpa proses konsultasi publik yang adil dan transparan.
“Kami mendesak Bupati Manggarai, Herybertus G. L. Nabit, untuk mencabut SK Penetapan Lokasi proyek geotermal ini,” kata Atry Dahelen, perwakilan perempuan adat Poco Leok, saat membacakan pernyataan sikap komunitas.
Menurut Atry, keberadaan proyek geotermal di Poco Leok telah memecah belah masyarakat, menciptakan ketegangan sosial, dan mengancam kehidupan warga yang secara turun-temurun bergantung pada tanah dan hasil bumi.
Ia menilai pemerintah menyepelekan suara penolakan warga. Suara penolakan selalu dianggap sebagai riak-riak kecil yang tidak berarti.
“Itu merendahkan martabat dan melanggar hak asasi manusia kami sebagai warga adat,” katanya.
Warga meminta pemerintah, PT PLN, dan bank pembangunan Jerman KfW sebagai pendana proyek, untuk menghentikan seluruh proses sosialisasi, survei, hingga pengadaan lahan proyek. Mereka bahkan menuntut agar penetapan Pulau Flores sebagai pulau panas bumi dicabut, karena dinilai dilakukan secara sepihak.
“Penetapan ini berpotensi merusak ekosistem manusia dan lingkungan di pulau kecil kami. Sekali menolak, kami akan terus menolak, tanpa syarat,” tambah Atry dengan lantang.
Aksi Damai Warga Diwarnai Ketegangan
Demonstrasi warga yang dimulai dengan orasi damai di depan Kantor Bupati Manggarai, berubah menjadi tegang ketika Bupati Hery Nabit muncul dan memimpin massa tandingan.
Warga Poco Leok sempat membawakan lagu-lagu tradisional Nenggo saat berorasi, menyuarakan tuntutan pencabutan SK lokasi.
Sekitar pukul 13.20 Wita, Bupati Nabit keluar dari kantornya saat salah satu warga sedang berorasi dan berusaha mendekati gerbang sambil berteriak.
Aksi itu sempat dicegah oleh aparat Satpol PP. Namun, tidak lama setelahnya, Bupati Hery terlihat memimpin massa lain yang berkumpul di sekitar Gereja Katedral Ruteng Lama.
Massa tersebut kemudian bergerak ke arah kantor bupati, memaksa warga Poco Leok membatalkan rencana penutupan aksi mereka di depan gereja.
Pada pukul 14.05 Wita, warga berencana kembali ke kampung, namun tiga dari delapan mobil yang membawa mereka dicegat oleh massa tersebut. Ketegangan sempat meningkat sebelum pihak kepolisian mengamankan situasi dan membawa warga ke Polres Manggarai.
Di kantor polisi, Bupati Nabit sempat menemui warga karena merasa tersinggung oleh orasi yang menyebut namanya secara langsung. Setelah proses mediasi, warga akhirnya dikawal kembali ke Poco Leok sekitar pukul 17.00 Wita.
Proyek perluasan PLTP Ulumbu merupakan bagian dari rencana besar pemerintah setelah penetapan Pulau Flores sebagai pulau panas bumi, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/MEM/2017.
Proyek ini dilaksanakan oleh PT PLN Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara dan didanai oleh KfW Jerman dengan nilai investasi sekitar 150 juta euro.
Rencana pengembangan PLTP Ulumbu Unit 5 dan 6 menargetkan produksi energi sebesar 2×20 megawatt (MW), di atas kapasitas sebelumnya yang hanya 10 MW dan telah beroperasi sejak 2012.
Namun, warga adat Poco Leok menilai proyek ini mengancam ruang hidup mereka, serta dilakukan tanpa proses partisipatif yang menghormati hak-hak masyarakat adat.