Kepada Siapa ROMA Mengabdi?

Oleh: Irenius J A Sagur

“Politik Sikka itu beda”. Celetukan ini biasa muncul dalam ngobrol politik a la warung kopi. Ketika ada yang berusaha menyamakan suasana politik di seluruh NTT, pasti ada yang tak sepakat. Menolaknya. “Sikka beda bro”.

Bermacam-macam alasan muncul. Karakter masyarakat salah satunya. Bahwa orang Sikka berbeda dengan orang di wilayah lain. Sense of wellcomenya tinggi termasuk terbuka menerima setiap perubahan dan perbedaan yang ada.

Berdampingan dengan alasan ini, ada yang menyandarkan pandangannya pada komposisi etnis di Nian Tana. Bahwa wilayah Sikka dihuni oleh penduduk dari berbagai macam latar belakang etnis dan suku.

Tidak heran kalau politiknya dinamis. Bergerak cepat dalam perubahan. “Beda to?” pertanyaan retoris yang kerap menyisip setiap argumen. Alur cerita akan sampai pada kesimpulan bahwa Sikka adalah barometer NTT.

iklan

Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) 2018 bisa jadi alat ukurnya. Ada tiga pasangan yang bertanding. AS (Alex-Stef), ROMA (Robi-Romanus), dan ARAG (Ansar-Raga). AS dan ARAG maju melalui jalur partai politik.

ROMA ‘nekat’  menempuh rute independen, yang mana susah untuk dilalui. Mungkin karena orang jarang melaluinya. Karena itulah Ahok tidak melewati jalur itu pada Pilgub DKI 2017. Atau paket NERA di Manggarai Timur gagal melalui jalur ini pada Pilkada serentak 2018.

Tapi, ROMA bisa membadainya. ROMA sukses menyingkirkan dua pasangan lain dari jalur partai politik dan mencatatkan sejarah baru dalam politik Sikka sebagai paket independen pertama yang memenangi Pilkada Sikka. Hal ini juga sekaligus membuktikan bahwa Sikka adalah barometer politik NTT.

Prosedur demokrasinya (Pilkada) pun berjalan lancar. Walaupun selama masa kampanye, terjadi perang gagasan. Bahkan saling sindir. Fitnah. Kampanye hitam. Itu biasa.

Namanya juga dinamika politik Pilkada. Semuanya telah usai. Aman terkendali. Tapi pekerjaan besar sedang menanti lima tahun kedepan. Inilah ujian sesungguhnya bagi kabupaten Sikka yang menyandang status barometer politik NTT.

Kunci suksesnya ada pada tangan Fransiskus Roberto Diogo (Bupati) dan Romanus Woga (Wakil bupati). Keduanya resmi memimpin Sikka. Pelantikan di kantor Gubernur NTT, 20 September 2018 awali pengabdian ROMA lima tahun kedepan. Lalu, kepada siapa ROMA akan mengabdi?

***

Menempuh jalur independen, membuat ROMA harus mengumpulkan KTP pendukung. Aturan KPU mematok angka minimal 20.184 KTP. ROMA melampauinya. Artinya kesuksesan ROMA sejak awal sangat ditentukan oleh pengumpul KTP ini.

Memilih jalur independen dan menang, bukan berarti kepemimpinan ROMA berjalan mulus. Ada tantangannya. Salah satunya datang dari rumah kula babong, rumah wakil rakyat Sikka.

Dalam menjalankan visi-misinya, ROMA harus bersinergi dengan wakil rakyat. Tidak bisa tidak. Bagaimana membangun sinergi dengan DPR, itu jadi pekerjaan ROMA kedepan. Mengapa?

ROMA menang berkat KTP. Sedangkan para wakil rakyat terpilih melalui jalur partai politik. Perselisihan kepentingan jelas ada. DPR punya potensi untuk ‘menjegal’ program-program ROMA. Apalagi  anggota DPR lahir dari rahim partai yang berbeda.

Setiap partai membawa misi yang berbeda-beda. Juga membawa kepentingan yang berbeda-beda pula. Kecerdasan politis ROMA diuji di sini. Kalau tidak cerdas, bisa saja ROMA tidak akur dengan wakil rakyat. Atau juga terpelanting dan membangun konspirasi politis dengan wakil rakyat.

Memang ada dua partai yang jelas ‘berkoalisi’ dengan pemerintah. Partai PKB dan Hanura. Pada Pilkada Sikka, dua partai ini keluar dari pakem umum. Keduanya mendukung ROMA dan tidak mengusung kader partai. PKB sudah sedari awal. Diikuti partai Hanura.

Keduanya konsisten hingga garis finis. Terbukti paket yang mereka dukung menang, menduduki kursi Sikka satu dan Sikka dua. Walaupun hanya mendukung, dua partai ini telah menanamkan saham politiknya untuk kemenangan ROMA. Bukan tidak mungkin, ada laba yang lagi dinanti.

Kemenangan ROMA dalam Pilkada Sikka juga tidak lepas dari peran tim sukses. Doa. Tenaga. Dana. Itulah yang telah mereka sumbangkan. Memang tidak sia-sia. Perjuangan tim sukses membuahkan hasil yang sempurna. Pekerjaan mereka berakhir dengan dilantiknya ROMA menjadi bupati dan wakil bupati.

Timbal balik tanggung jawab bisa saja berlaku. Tim sukses bertanggungjawab memenangkan ROMA. Hal itu sukses. Sekarang, ROMA pun memiliki tanggung jawab politis untuk ‘balas budi’.

Di atas segalanya, rakyat Sikkalah yang memenangkan ROMA. Penentuannya di TPS pada 27 Juni 2018 lalu. ROMA mendulang 63.039 suara. Melampaui hitungan angka ini, sesungguhnya kemenangan ini adalah kemenangan rakyat Sikka sendiri.

***

Kepada siapa ROMA mengabdi? Bisa saja kepada orang-orang yang mengumpulkan KTP dukungan. Alasannya jelas. Berkat KTP yang dikumpulkan, ROMA lolos dalam pencalonan melalui jalur independen.

Meskipun menang lewat jalur perorangan, ROMA juga bisa saja mengabdi pada kepentingan dewan terhormat. Untuk melolos programnya, ROMA bisa saja tunduk di bawah kepentingan DPR.

ROMA bisa juga mengabdi pada kepentingan PKB dan Hanura. Mengingat kedua partai ini punya andil dalam kemenangan ROMA. Bisa juga mengabdi pada kepentingan tim sukses. Balas budi melalui bagi-bagi proyek bisa saja terjadi.

ROMA juga memiliki kemungkinan untuk mengabdi kepada rakyat Sikka. Hal ini akan terwujud bila ROMA menyelami visi-misinya. Dengan tagline hadir bersama rakyat, ROMA mungkin sekali untuk mewujudkan janji pemenuhan hak-hak dasar masyarakat kabupaten Sikka.

Semua hal ini sangat tergantung pada komitmen politik pemimpin Sikka ini. Tapi menarik untuk mengutip lagi pernyataan pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, Dr. Otto Gusti Madung.

“Bekerjalah untuk rakyat. Itu kampanye politik terbaik dan termurah. Jika anda bekerja untuk rakyat, anda akan terpilih lagi,” tuturnya. (*)

TERKINI
BACA JUGA