Kisah Firmus, Penyandang Disabilitas Berjalan Merangkak yang Mulai Rintis Usaha Cabai

Mbay, Ekorantt.com – “Mari masuk pak…mari…mari,” Firmus Matheus Mega dengan antusias mengajak saya masuk ke sebuah pondok di pinggir kebun itu. Firmus memang terlihat sedang ditemani seorang pekerjanya dan petani cabai milenial bernama Viktorianus Lado Wea. Saya lantas mengambil posisi duduk di hadapan Firmus, seorang penyandang disabilitas yang sedianya mulai merintis usaha pada tanaman cabai.

Mus, demikian Firmus sering disapa, begitu keras kaku duduk bersandar pada tiang bambu tenda depan pondok itu. Rambut ikal diikat dengan gaya duduk melipat sore itu ia mulai mengajak berbincang-bincang.

Mulanya, Mus mengisahkan riwayat mereka yang sudah bahu membahu mengembangkan cabai di dataran Funga, Desa Raja Timur, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo. Ia nampak bersemangat dan berapi-api menceritakan kisah kelompok mereka sejak awal berdiri tahun ini.

Dibalik antusiasme-nya itu, ternyata Mus masih menyimpan kisah pilu dalam dunia usaha masa lalunya. Ia benar-benar menyesal atas kehilangan hampir 100 lebih ekor ternak babi akibat diserang virus AFS, baru-baru ini. Bila dikalkulasi, diperkirakan ratusan juta lenyap sekejap. Dia stres dan putus asa.

Firmus [depan kiri] dan anggota kelompoknya berpose bersama pada sela-sela persiapan lahan cabai [Foto : Copy Right]
Disisi lain, ia harus memutar otak untuk mengembalikan pinjaman bank hampir 250 juta. Padahal, awalnya ia sudah merencanakan mengembangkan usaha anak babi hingga 150 ekor tahun ini. Sehingga dua tahun berikutnya, ia bisa melunasi pinjaman. Namun, rencana Mus sirna sejak pertengahan tahun ini.

Dengan keterbatasan fisik yang hari-hari berjalan merangkak, Mus hanya bertahan nafas. Rupanya ia kehilangan segala galanya akibat musibah yang menyerang pada usahanya. Namun, sebagai seorang tulang punggung, ia tidak begitu terlarut dalam masalah ekonomi masa lalunya. Ia kembali bangkit melalui usaha tanaman cabai bersama kelompok kaum milenial.

“Sebenarnya saya tidak ingin mengulangi lagi kegagalan [usaha ternak babi] itu. Saya benar-benar terpukul. Tapi saya akhirnya sadar, harus kembali berusaha. Gagal dan coba lagi,”kata Mus.

“Yah, dengan kelompok ini mudah-mudahan membawa berkat, ”sambungnya.

Kelompok itu bernama Capsicum Fretescens Community [CFC], sebuah istilah dalam bahasa latin yang diketuai Mus. Adapun 10 orang yang tergabung dalam kelompok milenial itu, dua diantaranya penyandang disabilitas yakni Mus dan Nikwardus Lado.

Keduanya adalah orang yang memiliki tipe pekerja keras yang cukup terkenal di wilayah itu. Dengan pergaulan yang tanpa sekat meski kekurangan secara fisik, namun naluri usaha dan bisnis mereka justru menjadi panutan. Mus yang sejak kecil berjalan merangkak, sedangkan Nikwardus Lado kehilangan lengan kanan akibat kecelakaan kerja.

Gandeng Petani Milenial

Pergaulan kedua penyandang disabilitas ini memang patut diacungkan jempol. Meskipun usia mereka sudah hampir memasuki 50-an, tetapi jiwa kepemudaan mereka masih melekat. Hal itu ditandai dengan berhasilnya upaya mereka menggandengkan kaum milenial untuk bertani cabai di kawasan Funga.

Semangat dua penyandang difabel ini disokong oleh Viktorianus Lado Wea, satu dari ribuan duta petani milenial Indonesia yang bergabung dalam kelompok CFC. Viktorianus adalah Sarjana Filsafat tamatan dari Sekolah Tinggi Filsafat Katolik [STFK] Ledalero yang sudah terjun dalam dunia usaha tanaman holtikurtural di wilayah Nagekeo.

Adapun Silvester Mola, Daniel Dengi Dando, Adrianus Seda, Patrisius Leza, Yohanes Tema dan Petrus Pili Ngole serta Elekterius Lado yang juga sama-sama bergabung dalam kelompok itu.

“Jadi kelompok ini dibangun sebenarnya untuk membuat gebrakan pada bidang pertanian. Bahwa di tanah yang gersang dan jauh dari air tetapi bisa menghasilkan tanaman holti,” ujar Viktorianus.

Alumni PMKRI Sikka ini menyatakan bahwa pengembangan usaha tanaman cabai dan tanaman holti di wilayah Funga sesungguhnya adalah keterpanggilan jiwa anggota kelompok. Kawasan yang dulu kering dan gersang kini mulai hijau.

Kelompok CFC yang diketuai Firmus berpose bersama [Foto : Copy Rigth]
Kelompok ini menginginkan agar kawasan sepanjang kurang lebih 1,5 kilo meter di jalan trans Bajawa-Ende itu menjadi kawasan agro wisata. Hal itu didukung dengan potensi wisata Kabupaten Nagekeo serta wisata Flores pada umumnya yang kini gencar dibangun.

“Hanya butuh air dan listrik saja. Karena selama ini kami harus tempuh hampir dua kilometer untuk ambil air. Dan itu semua butuh ongkos,” tutur Viktorianus.

Sementara ketersediaan lahan produksi saat ini, sebut dia, mencapai 2 hektar yang terbagi dalam tujuh bidang tanah. Jika dikembangkan secara keseluruhan sepanjangan kawasan Funga bisa mencapai 10 hektare.

Dengan kondisi lahan seluas itu, Viktorianus memperkirakan dapat menenuhi kebutuhan pangan dan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.

“Lagi-lagi kita bicara sumber daya, kita hanya punya lahan tapi tidak punya air. Semua memang dibikin dengan sistem irigasi tetes. Kami kelompok kecil ini sudah memulai dan berusaha akan terus memberdayakan orang-orang muda disini untuk meningkatkan bidang pertanian pada lahan kering,”kata Viktorianus.

Ian Bala

spot_img
TERKINI
BACA JUGA