Eksplorasi Budaya Lembata, Thomas Langoday: Saya Minta Beri Pemberdayaan untuk Perempuan

Lewoleba, Ekorantt.com – Eksplorasi Budaya Lembata di titik ke-9 dilangsungkan di Desa Baolangu, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata pada Jumat (25/2/22) pagi hingga sore hari sekitar pukul 18.00 Wita.

Semua kegiatan dipusatkan di lapangan sepak bola Desa Baolangu dan diikuti oleh ribuan warga komunitas adat Baolangu.

Adapun judul besar yang menjadi inti kegiatan ini adalah Dendang Eksplorasi Budaya Baolangu, Satu Suara Sare Dame Taan Tou, sebagaimana dikutip Ekora NTT dari kanal YouTube Sergap, Sabtu (26/02/22).

Seruan yang cukup membuat hadirin merinding kala sosok bertopi putih meneriakkan syair-syair Nubatukan yang indah. Sambil memikul blema atau kayu palang di bahu dengan masing-masing ujungnya dilengkapi beban ember merah dan putih sebagai simbol

“Yang dimaksudkan dengan Nubatukan, dia ada di tengah-tengah dan itu adalah bahu pemikulnya. Bukan lebar, bukan isi yang ada di depan dan belakang, tetapi bahu orang yang pikul itulah Nubatukan,” teriaknya dalam nada yang ekspresif.

iklan

“Dan karena itu, siapa pun yang ada di Nubatukan, berada di pusat Nubatukan, dia harus berpikir, utara dia pikir, selatan dia harus pikir, timur dia pikir, barat pun harus pikir, karena Nubatukan, Lewoleba, dia harus pikul dengan seimbang. Tidak boleh ke depan, tidak boleh ke belakang, tidak boleh ke timur, tidak boleh ke barat, tidak boleh ke utara, tidak boleh ke selatan, dan itu Nubatukan,” sambungnya.

Setelah melakukan orasi budaya yang indah, tokoh adat bertopi itu mengucapkan terima kasih kepada Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday.

Ama Thomas terima kasih, saya yakin bahwa Ama layak untuk menyandang blema ini. Saya sangat yakin blema ini ketika ada di pundak Ama, baru sembilan bulan Ama sudah berusaha, mulai dari akar yang paling dalam dari Lembata, Sare Dame,” ucapnya.

Usai membawakan orasi, lagu dari anak-anak dalam bahasa Lembata pun menjadi seni budaya yang luar biasa, kala ditambah dengan teriakan-teriakan dari anak-anak dan para hadirin yang membuat lingkaran sambil mendendangkan Satu Suara Sare Dame Taan Tou.

Tampak perarakan budaya ini diikuti oleh masyarakat dengan menggunakan pakaian adat Lembata yang khas ditambah selempang di kepala, juga bunyi giring-giring yang diikat di kaki terdengar cukup merdu di telinga.

Namun, hal terpenting yang ditekankan Bupati Thomas Langoday kepada camat dan kepala desa ialah soal pusat kehidupan masyarakat yang jarang disadari.

Thomas memilih bertanya kepada salah seorang anak yang mengenakan pakaian adat dan menanyakan soal siapa yang menenun sarung yang dikenakannya. Jawaban anak itu tertuju pada neneknya.

“Nenek perempuan, yang menenun ini nenek, saya lahir dari perempuan. Artinya apa bapa-bapa, bapa kepala desa, ibu kepala desa, perhatikan ibu-ibu di kampung. Mesti ada pemberdayaan kepada ibu-ibu. Jumlah perempuan di Lembata 52 persen, jadi saya minta beri pemberdayaan untuk perempuan,” kata Thomas.

Thomas menambahkan pesan kedua, pada titik ke-9, masyarakat diingatkan bahwa keberadaan mereka lahir dari satu rahim yang sama atau dari satu kampung yang sama.

“Kita ini berangkat dari satu rahim yang sama, dari satu lewo yang sama, Lepan Bata Keroko Puken, dan ingat kita masih dalam satu perahu yang sama yang dulu namanya Lepan Bata dan hari ini namanya Kabupaten Lembata,” tegasnya.

Thomas mengajak supaya masyarakat tidak boleh saling menciptakan konflik satu terhadap yang lain. Lebih jauh, Thomas menekankan, untuk apa berkelahi dan melakukan perpecahan, tapi mari bangun Lembata dalam nada Sare Dame Taan Tou.

Eto Kwuta

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA