Mbay, Ekorantt.com – Produktivitas komoditi jambu mete di wilayah Ndora, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, NTT menurun drastis per musim ini.
Hasil panen yang sebelumnya mencapai 800 kg hingga 1.200 kg per hektare, kini hanya diperoleh di bawah angka 100 kg.
Don Bosco Jogo, warga RT 16, Dusun Pagooga B, Desa Ulupulu 1, Kecamatan Nangaroro sudah mengkhawatirkan sejak awal angin disertai hujan melanda di wilayah itu saat mete mulai mekar.
Bunga mete gugur, mengering dan bahkan menghasilkan buah kerdil.
“Memang dari awal kita sudah khawatir,” ujar dia, Kamis pagi.
Jambu mete menjadi salah satu komoditi yang diandalkan sesuai karakter wilayah pertanian lahan kering yang cocok mengembangkan jenis komoditi itu.
Oleh warga setempat, tanaman jambu mete menjadi penopang ekonomi kehidupan para petani di Ndora karena produksinya setiap tahun selalu melimpah.
Don dan keluarga misalnya, mengharapkan produktivitas jambu mete musim ini melimpah agar memenuhi kebutuhan hidup mereka.
“Tahun ini benar-benar hancur, tidak menghasilkan,” kata Don.
Tak hanya petani, sejumlah pedagang juga keluhkan hal yang sama. Menurunnya produksi komoditi mete juga memperngaruhi pendapatan mereka.
“Ya, hasil menurun sekali. Sangat menurun musim ini,” ujar salah seorang pedagang, Zakarias Se.
Untuk diketahui, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengumumkan perubahan cuaca akibat adanya dinamika atmofer yang dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan di Indonesia.
Prakiraan cuaca ekstrem itu diprediski hingga 3 September 2022.
Sebelumnya, BMKG juga menyebut keaktifan monsoon timur yang menjadi penyebab terjadinya angin kencang di NTT sejak Juni lalu.
Monsoon atau monsun timur ialah fenomena alamiah yang mana adanya perbedaan tekanan udara di Benua Australia dan Benua Asia yang umumnya terjadi pada musim kemarau.
Tekanan udara yang meniup dari Australia lebih tinggi dibandingkan di wilayah Asia sehingga pergerakan angin yang melintasi NTT menyebabkan angin kencang dan gelombang tinggi.