Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan Meningkat, TRUK Imbau Warga Lapor bila Temukan Kasus

Maumere, Ekorantt.com – Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan sepanjang tahun 2022 mengalami peningkatan. Total 111 korban, dengan rincian 83 anak dan 28 perempuan dewasa.

“Dari 111 korban, pengaduan yang diterima TRUK F Maumere ada 103 pengaduan. Sementara pengaduan yang diterima TRUK F Cabang Ende ada delapan pengaduan,” ujar Koordinator TRUK F Maumere, Suster Fransiska Imakukata, SSpS dalam acara peluncuran catatan tahunan (Catahu) 2022di Kantor TRUK F Maumere, Rabu, 8 Maret 2023.

Laporan kasus tahun 2022 mengalami kenaikan 6,30% dibandingkan tahun 2021, ada pengaduan 104 korban.

Suster Ika mengatakan, kekerasan anak dan perempuan terjadi pada dua dimensi yakni ranah personal dan ranah komunitas. Ranah personal mencakup Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Kekerasan Dalam Pacaran (KDP)

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan kekerasan dengan angka pengaduannya tertinggi; jumlah korban yang melapor 58 orang (52,25%).

Dirincikan, 21 pengaduan dari istri, dua pengaduan yang dilaporkan oleh mantan istri, dua pengaduan yang dilaporkan oleh keponakan, satu pengaduan yang dilaporkan oleh anak asuh, 30 pengaduan yang dilaporkan oleh anak kandung, dan dua pengaduan yang dilaporkan oleh anak tiri.

Pada umumnya korban KDRT, jelas Suster Ika, mengalami kekerasan berlapis dengan frekuensi kekerasan lebih dari sekali.

“Karena pelaku orang dekat dan dalam kasus ini korban sulit untuk memutuskan rantai kekerasan yang dialaminya karena berbagai alasan. Relasi kuasa yang timpang menjadikan istri dan anak sulit keluar dari situasi kekerasan tersebut,” jelas Suster Ika.

Sementara kekerasan dalam pacaran (KDP), dialami oleh sembilan orang dan tujuh  diantaranya berusia anak. Kata suster Ika, motif asmara menyebabkan sembilan korban mengalami kekerasan seksual dan eksploitasi seksual.

Dijelaskan bahwa dominasi laki-laki dalam relasi ini menjadikan si perempuan tak berdaya. Keyakinan masyarakat yang menganggap bahwa harga diri atau martabat seorang perempuan terletak pada keperawanannya.

“Dan janji akan menikahi korban menjadikan korban terjebak dan terpaksa bertahan dalam lingkaran kekerasan yang dialaminya,” ujar Suster Ika.

Khusus ranah komunitas, kekerasan terhadap perempuan dan anak dilaporkan oleh 42 korban (38.53%) dengan rincian; laporan dari 33 anak korban dan 11 korban perempuan dewasa.

Bentuk kekerasan yang dialami korban beragam; kekerasan psikis dialami oleh 16 orang, kekerasan fisik dialami oleh enam orang, kekerasan seksual dialami oleh 31 orang.

Dari 31 orang tersebut ada 21 orang diantaranya mengalami kekerasan seksual berbasis elektronik. Ada empat perempuan dewasa yang direkrut secara non prosedural yang mengarah pada indikasi menjadi korban perdagangan orang.

Suster Ika menyebut, kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kabupaten Sikka dan Kabupaten Ende masih tinggi dan cenderung naik. Ada kenaikan sebesar 7,14 % pada tahun 2022. Naik menjadi 56 kasus pada 2022 dari 52 kasus pada tahun 2021.

Kasus incest meningkat pada tahun 2022 sebanyak tujuh kasus dibandingkan tahun 2021 hanya lima kasus. Kekerasan berbasis elektronik/siber meningkat di tahun 2022 dengan jumlah korban 21 orang.

Dengan meningkatnya kasus kekerasan anak dan perempuan, Suster Ika mengajak seluruh masyarakat agar melaporkan apabila menemukan ada tindak pidana kekerasan.

“Karena melaporkan adalah salah satu bentuk peran serta masyarakat,” pungkasnya.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA