Maumere, Ekorantt.com – Belasan tahun berlalu, Om Lukas masih setia berada di kemudi bis Sinar Rembulan, angkutan umum penumpang yang melayani rute Mbay-Maumere.
Menempuh delapan sampai sembilan jam perjalanan dari Mbay atau sebaliknya dari Maumere sudah biasa dijalaninya setiap hari.
Relasi Om Lukas dengan pengguna jasa angkutan maupun warga domisili di pemukiman-pemukiman jalan yang dilewatinya dari Mbay-Maumere lumayan akrab. Panggilan nama Om Lukas terasa begitu akrab di telinga kebanyakan orang yang telah mengenalnya.
Tak hanya akrab dengan sesama, Om Lukas juga ‘akrab’ dengan kondisi Jalan Trans Utara Flores yang melintas tiga kabupaten, Nagekeo, Ende dan Sikka. Dari keadaan jalan yang semula jalan tanah dan berbatu hingga keadaan yang sekarang yang menurutnya lebih bagus.
“Jalan yang sekarang sudah lumayan baik om. Belasan tahun lalu, kami lebih banyak jalan di atas batu dan kali,” kata Om Lukas kepada Ekora NTT dalam perjalanan dari Maumere ke Mbay, Sabtu siang 21 Desember 2024.
Hari itu, semua kursi di bis terisi penumpang. Maklum menjelang hari raya Natal. Banyak warga bepergian menggunakan jasa angkutan umum ke Nagekeo.
Bis yang dikemudikan Om Lukas, salah satu dari dua unit bis roda enam dengan nama yang sama yang melayani rute Mbay-Maumere dan sebaliknya. Setiap hari, satu unit bis berangkat dari Mbay dan satunya lagi berangkat dari Maumere. Selebihnya ada angkutan umum travel mini bis kapasitas enam sampai tujuh orang.
Kondisi Jalan Trans Utara Flores beda kualitas dan perhatian dibanding ruas Jalan Trans Flores bagian selatan. Aspal mulus terbentang, lebar, bahu jalan bersih dan lebar serta drainase. Bahkan sepanjang tahun selalu ada pekerjaan rehabisilitasi atau pelebaran.
Bandingkan dengan jalur utara. Jarang diperhatikan. Tanpa pemeliharaan, tampak sepanjang jalan semenjak keluar dari pemukiman warga Kolisia, Kecamatan Magepanda di Kabupaten Sikka, Ende hingga Mbay.
Abrasi pantai utara Laut Flores semakin masif setiap waktu nyaris memakan habis beberapa segmen badan jalan. Pemandangan itu bisa disaksikan dari Kolisia, selepas Kampung Ndete, memasuki wisata Pantai Tanjung Kajuwulu, dan sebelum Kampung Koro. Kerusakan telah berlangsung lama tapi tidak ada perbaikan.
Masuk wilayah perbatasan Kabupaten Sikka-Ende setelah menempuh perjalanan 30-an kilometer dari Kota Maumere, jalan aspal lumayan mulus di Kecamatan Kota Baru. Penumpang senam jantung ketika melewati dua segmen jalan rusak di Desa Tou. Segmen pertama jalan amblas dan segmen kedua longsor mengikis badan jalan.
Melewati jalan batu ratusan meter, genangan air hujan pada lubang aspal, melewati kali yang dialiri banjir, jalan abrasi merupakan pemandangan lumrah di wilayah Kecamatan Maurole.
Satu segmen yang berbahaya berlokasi di Desa Maumeri, Kecamatan Wewaria, Kabupaten Ende. Jalan aspal di sisi Kali Loworea pada kilometer 64 arah utara Ende nyaris memutuskan jalan Trans Utara Flores. Puluhan meter panjang ruas jalan di sisi kali ini terkikis banjir tersisa sekitar satu meter.
Om Lukas setiap hari melintas di lokasi mengaku selalu ekstra waspada. Telinganya dibuat seolah budek dari ketakutan penumpang, kadang histeris menyaksikan sungai di samping sisa badan jalan dan jurang.
“Ini yang rusaknya paling parah. Kami sudah terbiasa, tapi tetap harus waspada. Ada penumpang yang selalu takut,” ujar Om Lukas.
Lanjut kisah Om Lukas, bila ada kendaraan lain entah sepeda motor atau mobil yang melintas di sisi jalan rusak ini, maka kendaraan yang lain wajib memberi jalan. Lokasi ini hanya bisa dilintasi satu unit kendaraan.
Segmen rusak lainya di Kali Kabura, wilayah Kabupaten Nagekeo. Jembatan beton putus diterjang banjir tiga atau empat tahun silam, belum pernah dibangun kembali. Kendaraan yang melintasi di lokasi ini wajib masuk ke kali.
“Musim kering, kita aman-aman saja. Tapi musim hujan begini, kalau banjir tidak deras saya lewat saja. Asal ban mobil tidak injak batu, saya gas saja,” kenang Om Lukas.
Setiap melintasi jalan rusak, dalam benak, Om Lukas selalu berharap pemerintah melakukan perbaikan. Pengalaman sekian lama tahun melintasi Trans Utara Flores dari Kabupaten Sikka, Ende sampai Nagekeo setelah jalan dibangun, tak ada pemeliharaan dan perbaikan segmen jalan yang rusak.
“Bukan hanya kami sopir yang khawatir, penumpang sering histeris ketika kendaraan lewat jala rusak,” pungkas Om Lukas.
Penulis: Eginius Moa