Tanam Pohon: Langkah Nyata Rawat Hubungan Harmonis Manusia dan Alam

Aksi Tanam Pohon Harus Jadi Budaya Rawat Lingkungan

Kupang, Ekorantt.com – Sebuah lubang yang telah digali menanti untuk diisi dengan bibit pohon. Dengan hati-hati, Penjabat Gubernur NTT, Andriko Noto Susanto mulai membuka koker pohon. Setelah koker terbuka, pohon kecil yang masih ada gumpalan tanah lalu dimasukkan ke dalam lubang yang telah disiapkan.

Setelahnya, tanah yang ada di sekitar lubang kemudian ditekan perlahan, menutupi akar dengan rapat.

Andriko ikut dalam aksi penanaman anakan pohon Balsa dan Asam di Desa Silu, Kabupaten Kupang pada Sabtu, 11 Januari 2025. Kegiatan ini digagas oleh Yayasan Gaharu Global Mandiri yang beroperasi di Desa Silu.

“Terima kasih kelompok masyarakat binaan Yayasan Gaharu Global Mandiri di Desa Silu dalam kegiatan penanaman pohon Balsa dan Asam,” kata Andriko.

Dalam arahannya, dia meminta semua pihak agar rutin menanam pohon. Bahkan, menurut Andriko, aksi ini harus menjadi budaya untuk menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dan alam sekitar. 

Ia mengingatkan pentingnya menjaga kelestarian dan konservasi lingkungan sebagai bentuk cinta dan rasa syukur manusia terhadap alam.

”Kita menaman pohon Balsa dan Asam ini sebagai upaya deforestasi,” kata Andriko.

Selain bentuk cinta dan rasa syukur akan alam, fungsi konservasi juga mempertahankan sumber daya air.

Andriko mengatakan, penanaman pohon sangat berdampak pada iklim yang baik. Saat ini, kata dia, perubahan iklim dapat menyebabkan bencana seperti kekeringan, banjir dan longsor.

“Agar kita menjaga bumi kita tetap sehat maka salah satu yang kita lakukan yaitu penanaman pohon ini,” imbuh dia.

Ia juga mengingatkan pentingnya pemanfaatan lahan untuk peningkatan produktivitas pangan.

“Saat ini sudah mulai masuk musim hujan maka ayo kita menanam tanaman yang juga mampu mendukung swasembada pangan seperti Jagung dan Padi Gogo. Ini diharapkan dapat dilakukan dengan pemanfaatan lahan yang luas untuk peningkatan ekonomi masyarakat,” kata Andriko.

Penjabat Gubernur NTT, Andriko Noto Susanto saat ikut dalam aksi penanaman anakan pohon Balsa dan Asam di Desa Silu, Kabupaten Kupang pada Sabtu, 11 Januari 2025 (Foto: Ira Lasi/Biro Administrasi pimpinan Setda Provisi NTT)

Antisipasi Perubahan Iklim

Sejauh ini di NTT sudah banyak komunitas yang intens mengampanyekan antisipasi perubahan iklim dengan melakukan aksi penanaman pohon.

Salah satunya Komisariat Daerah (Komda) Pemuda Katolik NTT. Baru-baru ini, organisasi ini menanam 1.000 anakan pohon di Desa Tunbaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang.

Menurut Ketua Komda Pemuda Katolik NTT Yuvensius Tukung, aksi penanaman 1.000 anakan pohon merupakan bentuk komitmen Pemuda Katolik dalam mengantisipasi perubahan iklim.

Pemuda Katolik NTT, kata dia, akan berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan hidup dan perubahan iklim. Hal tersebut sesuai dengan amanat Ensiklik Ladato Si yaitu “kita ikut bertanggung jawab untuk merawat bumi Ibu Pertiwi kita.”

Di Kabupaten Sikka juga demikian. Local Youth Advisory Sikka melakukan upaya konservasi mata air Wair Puan di Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka dengan menanam 15 anakan pohon beringin pada Senin, 30 Desember 2024.

Ketua Local Youth Advisory  Sikka Theresia Rivanti mengatakan, upaya komunitasnya mengonservasi mata air Wair Puan menjadi kado akhir tahun untuk mata air yang menjadi pemasok utama akan kebutuhan air bersih bagi masyarakat di Kota Maumere tersebut.

“Lokasi mata air Wair Puan ini membutuhkan pohon baru untuk menggantikan pohon beringin yang telah tumbang akibat pelapukan. Informasi ini kami peroleh dari salah satu penjaga mata air dari PDAM Nita kepada salah satu anggota kami yang menyampaikan bahwa adanya pohon yang tumbang dan membutuhkan penanaman kembali,” kata Rivanti.

Daerah lain di NTT seperti Manggarai Timur juga melakukan gerakan serupa, demi mengantisipasi perubahan iklim.

Pada Selasa, 10 Desember 2024, Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Arabika Flores Manggarai berkolaborasi dengan sejumlah stakeholder melakukan penanaman 2.000 pohon endemik di sekitar Danau Rana Poja.

Penanaman dilakukan sebagai upaya pemulihan ekosistem Danau Rana Poja, sebuah danau yang terletak di tengah hutan Bangga Rangga, Kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur.

Dalam beberapa tahun belakangan, kondisi Danau Rana Poja tidak lagi luas dan tampak dangkal akibat kekurangan air.  Padahal tempat ini menjadi sumber air bagi sejumlah desa yang berada di bagian utaranya.

Fenomena berkurangnya air di Danau Rana Poja dinilai disebabkan karena adanya kerusakan di area tangkapan air.

Menurut warga sekitar, pada titik tangkapan air pernah terjadi longsor besar yang memakan hampir sepuluh korban. Peristiwa nahas itu pada 1987.

“Tempat ini paling banyak sampah,” kata Ketua MPIG Flores Manggarai, Yoseph Janu.

Warga Tanam Pohon Endemik Pulihkan Ekosistem di Kawasan Danau Rana Poja
Seorang ibu petani yang sedang menanam pohon endemik di kawasan Danau Rana Poja pada Selasa, 10 Desember 2024 (Foto: Adeputra Moses/Ekora NTT)

Bukan Hanya Tanggung Jawab Pemerintah

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi NTT, Frederik Koenunu yang juga merupakan Pembina Yayasan Gaharu Global Mandiri menjelaskan, urusan pelestarian lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama.

Frederik yang ikut dalam kegiatan penanaman pohon Balsa dan Asam di Desa Silu, Kabupaten Kupang mengatakan, aksi tersebut sejalan dengan program pemerintah terkait kecintaan lingkungan dan pelestarian lingkungan.

Dalam skala nasional Presiden Prabowo Subianto tampaknya peduli dengan kelestarian lingkungan hidup. Buktinya, ia menetapkan pelestarian lingkungan sebagai salah satu dari 17 program prioritasnya, dengan target pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan dan net zero emission.

Selain itu, upaya menurunkan jejak karbon dan air serta pemanfaatan bioplastik juga menjadi fokus utama.

Menteri Kehutanan (Menhut), Raja Juli Antoni berpesan agar semua pihak memiliki spirit menjaga keseimbangan hidup dengan alam.

“Dalam agama yang saya anut, dikatakan bahwa kerusakan alam, dalam hal ini hutan itu karena ulah tangan manusia,” kata Raja usai serah terima jabatan pada 22 Oktober lalu, sebagaimana dikutip dari Laman KLHK.

TERKINI
BACA JUGA