Geotermal Disebut sebagai “Proyek Predator” yang Mengancam Ruang Hidup Warga Mataloko, Ngada

"Mereka hanya fokus mengejar PAD, tetapi lupa bahwa banyak masyarakat di lokasi proyek yang harus menanggung derita karena lahan pertanian mereka rusak akibat dampak dari proyek geotermal ini,

Bajawa, Ekorantt.com – Aktivis Aliansi Terlibat Bersama Korban Geotermal Flores (Alter KGF), Antonius Anu, menyuarakan kekhawatirannya terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh proyek panas bumi di Mataloko, Kabupaten Ngada, NTT.

Ia menyatakan, proyek tersebut berpotensi merusak berbagai fasilitas penting seperti Seminari Mataloko, Kemah Tabor, dan sejumlah fasilitas lainnya yang berada di sekitar wilayah geotermal.

“Apalagi, dengan luas wilayah eksplorasi yang mencapai 996,6 hektare, Mataloko akan terancam secara keseluruhan,” tegas Antonius dalam orasinya saat menggelar aksi unjuk rasa menentang proyek panas bumi Mataloko di Bajawa, Kabupaten Ngada, pada Rabu, 12 Maret 2025.

Antonius menilai proyek geotermal tidak hanya mengancam masyarakat Mataloko, tetapi juga mencakup beberapa kecamatan lainnya, seperti Golewa, Golewa Selatan, dan Jerebu’u.

Ia bahkan menyebut proyek ini sebagai “proyek predator” yang mengancam ruang hidup warga. Geotermal tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mencemari tempat tinggal masyarakat sekitar.

Senada dengan Antonius, Ketua Forum Peduli Lingkungan Paroki Mataloko, Gregorius Lako menegaskan, proyek geotermal atau panas bumi berpotensi merusak lingkungan dan mengancam mata pencaharian masyarakat, terutama dalam sektor pertanian.

Menurut Gregorius, proyek geotermal ini merupakan contoh nyata dari keserakahan pemerintah yang lebih mementingkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ketimbang memperhatikan kesejahteraan masyarakat yang terdampak.

“Mereka hanya fokus mengejar PAD, tetapi lupa bahwa banyak masyarakat di lokasi proyek yang harus menanggung derita karena lahan pertanian mereka rusak akibat dampak dari proyek geotermal ini,” ujarnya dengan tegas.

Hentikan Proyek Geotermal Mataloko

Koordinator aksi solidaritas, Pater Feliks Baghi, menegaskan bahwa dalam aksi damai yang digelar, pihaknya telah menyerahkan pernyataan sikap kepada DPRD dan Bupati Ngada, dengan tuntutan utama untuk menghentikan proyek geotermal Mataloko.

Pater Feliks menyampaikan, salah satu tuntutan dalam pernyataan tersebut adalah agar pemerintah dan DPRD segera menghentikan proyek geotermal Mataloko yang kini memasuki fase kedua.

Menurutnya, proyek geotermal pertama telah menunjukkan kegagalan yang nyata, namun pemerintah justru memaksakan untuk melanjutkan proyek geotermal tahap kedua.

“Keresahan yang paling dirasakan adalah penurunan produktivitas pertanian masyarakat di sana,” jelasnya.

Ia mengungkapkan bahwa proyek geotermal berdampak serius terhadap kualitas udara di sekitar wilayah tersebut, dengan banyak warga yang kini mengeluh tentang masalah kesehatan seperti sesak napas dan gatal-gatal.

Selain itu, lahan pertanian di Golewa Selatan, yang dikenal sebagai lumbung padi bagi masyarakat Ngada, kini terancam gagal panen.

Hal ini disebabkan oleh penggunaan air irigasi yang selama ini dimanfaatkan untuk kebutuhan pertanian, namun kini dialihkan untuk kebutuhan proyek geotermal.

Pater Feliks pun menyoroti masalah tenaga kerja, di mana banyak pekerja yang terlibat dalam proyek tersebut tidak menerima upah yang layak.

DPRD Ngada Akan Panggil PLN

Menanggapi tuntutan pedemo, Wakil Pimpinan 1 DPRD Ngada, Rudolf Aqroz Wogo, mengatakan bahwa pihaknya akan memanggil Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pemerintah. Dewan mau mendengarkan secara langsung penjelasan dari pihak PLN terkait dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh proyek geotermal.

“Kita akan panggil PLN untuk menjelaskan tentang analisis dampak lingkungan, apakah proyek ini berjalan sesuai dengan ketentuan atau tidak,” ujarnya.

Rudolf menambahkan, terkait sikap DPRD, ia belum dapat memberikan keputusan final karena masih perlu mendengar semua pihak terkait.

Namun, ia menekankan bahwa prinsip utama yang harus dipegang adalah tidak boleh ada kerusakan lingkungan atau ekosistem yang diakibatkan oleh proyek tersebut.

Anggota DPRD Ngada lainnya, Yohanes Don Bosco Ponong, juga menyampaikan bahwa setiap aspirasi, sekecil apapun, yang sampai ke DPRD akan ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme kedewanan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terkait dengan proyek geotermal Mataloko, Bosco mengungkapkan sudah berjalan selama lebih dari 20 tahun sejak dimulai pada 1998.

Ia mengklaim bahwa pada saat awal pengerjaan, pemerintah telah menempuh mekanisme dan prosedur yang baik, termasuk kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan evaluasi terhadap dampak sosial dan lingkungan lainnya yang dihasilkan.

“Jika saat ini ada hal yang tidak sesuai dengan kontrak awal di lapangan, maka pihak ketiga yang terlibat dalam proyek ini yang perlu dievaluasi,” jelas Bosco.

Ia menambahkan, jika ditemukan gangguan kesehatan atau dampak negatif lainnya di sekitar lokasi proyek, pihak ketiga harus bertanggung jawab untuk melakukan tindakan kuratif dan rehabilitatif.

Selain itu, kompensasi terhadap masyarakat sekitar seperti ganti rugi, pembangunan jalan, dan infrastruktur lainnya yang dikerjakan oleh pihak PLN harus dipandang sebagai bentuk bagi hasil dengan masyarakat.

Bentuk Tim Khusus

Sementara itu Bupati Ngada, Raymundus Bena, menyampaikan bahwa aspirasi masyarakat akan menjadi bahan pertimbangan penting bagi pemerintah daerah dalam mengambil keputusan.

“Memang selama ini saya juga sudah banyak mendapatkan laporan, tetapi yang komprehensif baru hari ini. Oleh karena itu, akan menjadi bahan pertimbangan kita,” ujar Raymundus.

Ia menambahkan, pemerintah daerah akan membentuk tim khusus yang akan mengecek kembali kesepakatan-kesepakatan yang pernah dibuat sebelumnya serta melakukan analisis dampak lingkungan terkait proyek tersebut.

Tim ini akan mengecek kesepakatan yang pernah dibuat dan melakukan analisis dampak lingkungan.

“Yang paling penting adalah tahapan-tahapan dalam proyek ini dapat berjalan dengan baik,” jelasnya.

Ditambahkan oleh Wakil Bupati Ngada, Bernadinus Dhey Ngebu bahwameski usia kepemimpinan mereka baru memasuki 20 hari, pihaknya sangat terbuka terhadap masukan dan aspirasi yang diberikan oleh masyarakat.

Ia berharap masukan dari masyarakat dapat menjadi pertimbangan yang penting bagi pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan.

“Pada dasarnya tidak ada pemerintah yang mau celakakan masyarakatnya,” jelasnya.

Bernadinus menegaskan, pada dasarnya, tujuan dari proyek ini adalah untuk kebaikan, namun dalam setiap proses, tentu ada potensi bias.

“Tugas kita bersama adalah memastikan bias tersebut tidak menyebar dan tidak merugikan masyarakat,” ujarnya.

TERKINI
BACA JUGA