Jaksa dan Polisi Studi Banding ke Tomohon, Masyarakat Takut Minta Perlindungan Hukum

Kapolres Manggarai, Kejari Manggarai, dan Dandim 1612 Manggarai ikut dalam rombongan Bupati Manggarai Herybertus G.L Nabit untuk melakukan studi banding di PLTP Lahendong, Tomohon.

Ruteng, Ekorantt.com – Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Manggarai ikut dalam studi banding ke Tomohon, Sulawesi Utara pada 9-12 Maret 2025 lalu.

Kapolres Manggarai, Kejari Manggarai, dan Dandim 1612 Manggarai ikut dalam rombongan Bupati Manggarai Herybertus G.L Nabit untuk melakukan studi banding di PLTP Lahendong, Tomohon.

Hal tersebut memunculkan beragam reaksi publik. Apalagi studi banding dilakukan di tengah gelombang penolakan proyek geotermal Poco Leok di Kecamatan Satarmese.

Dosen sekaligus praktisi hukum, Siprianus Edi Hardum, mengatakan bahwa aparat penegak hukum seharusnya bersikap netral di tengah pro dan kontra pembangunan geotermal Poco Leok.

“Dengan hadirnya pimpinan aparat penegak hukum dalam studi banding, masyarakat akan takut dan ragu untuk meminta perlindungan hukum,” ujar Edi dalam keterangannya pada Sabtu, 15 Maret 2025 malam.

Ia mendesak Kapolri agar menegur dan bila perlu memberi sanksi kepada Kapolres Manggarai yang ikut dalam tim studi banding itu.

Edi juga mendesak Jaksa Agung agar menegur serta memberi sanksi Kajati Manggarai. Demikian juga Pandam Udayana atau bahkan Panglima TNI agar menegur Komandan Kodim Manggarai yang ikut dalam rombongan itu.

“Beliau-beliau yang ikut keliru besar,” ujar Edi.

Ada Dugaan Gratifikasi

Ia menduga dalam kegiatan studi banding ke Tomohon, unsur Forkopimda mendapatkan uang saku dari PLN. Bila demikian, diduga studi banding tersebut merupakan bagian dari gratifikasi PLN dalam rangka memuluskan proyek geotermal Poco Leok.

“Kajari Manggarai dan Kapolres Manggarai harus dipecat, karena mereka adalah perwakilan aparat penegak hukum yang seharusnya netral dalam kasus geotermal Poco Leok,” tegas Edi.

Koordinator JPIC SVD Ruteng, Pater Simon Suban Tukan juga menilai studi banding ke Tomohon adalah bentuk gratifikasi.

Di sisi lain, menurut dia, studi banding tersebut adalah bentuk ketidakpedulian terhadap kondisi negara, yang kian sulit.

“Sementara PLN terus merugi, bisa lihat data laporan direktur PLN pusat. Maka ada indikasi gratifikasi,” ujarnya.

Pater Simon ragu terhadap aparat penegak hukum yang dianggapnya tidak akan berani memeriksa dugaan gratifikasi, mengingat Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai juga turut serta dalam studi banding ke Tomohon.

“Tapi siapa yang bisa diharapkan untuk memeriksa ini? Jaksa sendiri sudah terlibat dalam studi banding. Maka tidak bisa kita harap banyak dengan penegakan hukum di Indonesia,” kata Pater Simon.

Menurut dia, korupsi telah berakar hampir di semua lembaga negara, termasuk lembaga penegak hukum seperti kejaksaan.

Sementara itu, Manajer Perizinan, Komunikasi, dan TJSL UIP Nusra, Bobby Robson Sitorus, belum memberikan klarifikasi terkait dugaan gratifikasi tersebut.

Pesan konfirmasi melalui aplikasi WhatsApp telah dikirimkan berkali-kali kepadanya.

Meskipun Bobby berjanji akan memberikan klarifikasinya, hingga beberapa hari menunggu, jawaban yang diharapkan belum diterima.

“Mohon bantu nanti saya akan buatkan informasinya ya. Wait agak sore,” tulis Bobby pada Sabtu, 15 Maret 2025.

TERKINI
BACA JUGA