Ruteng, Ekorantt.com – Pihak yayasan dan kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Karya Ruteng merespons tudingan dosen LM yang mengklaim haknya “diamputasi.”
Ketua STIE, Kirenius C.C Watang menegaskan, keterangan yang disampaikan LM kepada media maupun pihak lain telah menimbulkan penyebaran informasi yang palsu kepada publik.
“Hal mana membuat STIE Karya sebagai salah satu perguruan tinggi yang telah menerima saudara LM bekerja, dirugikan,” terang Watang dalam klarifikasinya yang diterima Ekora NTT, Rabu, 26 Maret 2025.
Dalam proses pendampingan secara berjenjang oleh program studi, ketua sekolah, senat maupun yayasan, ditemukan satu kesimpulan bahwa LM tidak memiliki itikad baik untuk berubah sesuai dengan aturan yang digariskan oleh lembaga STIE Karya dan Yayasan Karya.
Pihak Watang akan mendalami secara intensif dan serius hingga memberikan keputusan final kepada LM pada saatnya.
Menurutnya, terdapat beberapa persoalan yang dilakukan oleh LM dalam tugasnya sebagai dosen di STIE Karya. Dia mengklaim LM sering kali tidak hadir dalam jam kerja yang telah digariskan dalam Peraturan Kepegawaian STIE Karya.
Pencatat kehadiran (finger print) membukukan tingkat ketidakhadiran yang sangat tinggi. Hal itu menyebabkan LM tidak memenuhi kewajiban mengajar mahasiswa sesuai dengan penjadwalan dari program studi. Pada semester ganjil 2024/2025 LM mengajar 9 SKS. LM dinilai tidak menjalankan kewajibannya dengan baik.
Sebagai dampaknya, kata dia, Ketua Program Studi Manajemen, Rosalia Heldy Nono, menurunkan jumlah SKS menjadi 3 SKS pada semester genap 2024/2025 sebagai bentuk hukuman atas kelalaian dari menjalankan tugas.
“Demikian Pun kegiatan kampus lainnya seperti rapat program studi jarang diikuti oleh saudara LM tanpa keterangan,” ucapnya.
Watang juga mengklaim bahwa LM meninggalkan tugas tanpa izin. Katanya, LM selama ini menjadi anggota Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan Ruteng, baik untuk pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan kepala daerah (pilkada).
LM menjalankan tugas ini tanpa izin dari kampus dengan dalih untuk menjalankan pengabdian masyarakat. Setelah tugas sebagai penyelenggara pemilu selesai dijalankan, LM pun tidak membuat laporan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat untuk kampus sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan aktivitas di panitia pengawas pemilu.
“Saudara LM meninggalkan tugas utama sebagai dosen di kampus tanpa izin (lisan maupun tertulis) kepada Ketua STIE Karya dan atau yayasan berupa tembusan,” tegasnya.
Watang merincikan ketidakhadiran LM selama beberapa bulan dengan masing-masing keterangan tanpa berita, yakni Desember 2024 satu hari, Oktober 2024 tujuh hari tanpa berita, November 2024 sembilan hari, Desember 2024 tiga hari, Januari 2025 satu hari, Februari 2025 satu hari, Maret 2025 satu hari.
“Setelah beberapa fakta dikumpulkan dan bukti-bukti pelanggaran yang cukup dan serius maka Ketua STIE Karya dan yayasan mengambil langkah-langkah pendampingan,” katanya.
Ketua program studi telah melakukan pemanggilan, berdialog tentang pelbagai pelanggaran dan memberikan peringatan agar tidak mengulanginya kembali. Hal itu tertuang dalam surat tanggal 12 Desember 2024 dan 5 Maret 2025.
Ketika LM tidak mengindahkannya, maka ketua program studi memberikan sanksi mengurangi mata kuliah dari 9 SKS menjadi 3 SKS agar tidak mengorbankan mahasiswa.
Kemudian ketika LM melayangkan surat keberatan untuk mengajar 3 SKS mata kuliah bertanggal 18 Februari 2025, Senat STIE Karya bersidang mencermati isi surat pada 20 Februari 2025 lalu menanggapinya dengan menyampaikan beberapa pokok pikiran dalam sidang bersama LM pada 27 Februari 2025.
“Harapan senat adalah LM memiliki itikad baik untuk menjalankan sanksi program studi dengan membuat Surat Pernyataan untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya meninggalkan tugas tanpa izinan dan berkomitmen menjalankan pekerjaannya dengan baik,” ujarnya.
Namun karena LM tidak menunjukkan niat baik, senat memutuskan untuk tidak memberikan tugas mengajar pada semester genap 2024/2025 kepada saudara LM.
“Itulah sebabnya dikeluarkan SK pembagian mata kuliah baru di bulan Februari. Jika di SK pertama saudara LM masih mendapatkan satu mata kuliah dengan tiga SKS, di SK kedua LM tidak diberi tugas mengajar,” ujar Watang.
Dia berpendapat, “senat juga mempersilahkan saudara LM untuk mengundurkan diri jikalau keputusan senat memberatkan dirinya.”
Lalu pada 18 September 2023, saudara LM mendapat Surat Peringatan Pertama (SP1) dari ketua STIE atas kelalaiannya melanggar Kode Etik dosen. Karena tidak ada perubahan yang signifikan, pada 18 Desember 2023 dilayangkan kembali Surat Peringatan Kedua (SP2).
Pada 4 Maret 2025 dan 5 Maret 2025 dilakukan juga pemanggilan kepada LM.
Watang menjalankan fungsi pendampingan untuk mengarahkan LM untuk menyadari kesalahannya lalu berikhtiar kembali menjalankan tugas pokoknya dengan baik, termasuk menerima sanksi sebagai akibat langsung dari kelalaiannya.
“Namun saudara LM tetap berkeras hati bahwa dirinya tidak bersalah. LM tetap tidak mau membuat surat pernyataan.”
Sedangkan sebagai pemberi kerja, Ketua Yayasan STIE Karya, Mariyati Helsako F. Mutis mendampingi LM melalui dialog, percakapan dari hati ke hati tentang pelbagai hal, termasuk mengingatkan tugas dan tanggung jawabnya selaku dosen.
Mariyati memberikan dispensasi dari kewajiban pemecatan otomatis karena ketidakhadiran lebih dari lima hari berturut-turut tanpa izin Pasal 28 Ayat 14 dan mengikuti tes CPNSD tanpa izin,
“Hal mana melanggar Peraturan Kepegawaian STIE Karya Pasal 61 perbuatan yang dapat dikenakan sanksi PHK” Ayat 2 yang menyebut mengikuti tes Pegawai Negeri Sipil, Bawaslu tanpa izin, Saudara LM tetap diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dan menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai dosen,” tutupnya.
LM sebelumnya mengaku tugas mengajarnya dicabut tanpa alasan yang jelas. Ia merasa karier akademiknya sedang “diamputasi” oleh pihak yayasan dan ketua sekolah setelah tujuh tahun mengabdi.
“Saya sangat kecewa. Saya semacam tidak dianggap dan dihargai. Saya merasa hak saya sebagai dosen diamputasi oleh yayasan dan ketua sekolah,” kata LM kepada Ekora NTT pada Senin, 24 Maret 2025.
LM menilai tindakan tersebut melanggar kode etik dosen yang berlaku. Ia merasa dirugikan karena tidak diberikan tugas mengajar tanpa ada penjelasan atau pemberitahuan secara tertulis.
“Saya tidak bermasalah secara akademik, pelaporan Beban Kerja Dosen(BKD) setiap semester memenuhi semua. Tetapi tidak memberikan kesempatan kepada dosen menjalankan tugas pokok,” terangnya.
LM mulai kecewa setelah penerbitan dua Surat Keputusan (SK) Pengajaran pada Februari 2025. Dalam SK pertama, ia diberikan hak mengajar hanya satu mata kuliah. Namun, dalam SK kedua, hak mengajar itu hilang sama sekali.
Merasa didiskriminasi, LM mengajukan surat keberatan yang meminta peninjauan kembali keputusan tersebut. Sayangnya, surat keberatannya tidak mendapat respons.
Kampus, kata dia, seharusnya tidak bertindak semena-mena terhadap dosen. Ada regulasi yang jelas yang memayungi dosen, dan yayasan tidak seharusnya ikut campur dalam urusan akademik.
“Bahkan dalam tataran akademik, pihak yayasan seharusnya tidak boleh ikut campur. Apa gunanya ketua sekolah, kalau yayasan juga ikut campur?” terangnya.
LM juga menjelaskan bahwa jabatan fungsionalnya sebagai asisten ahli menunjukkan kedudukan, tugas, tanggung jawab, dan hak yang seharusnya dipenuhi sesuai dengan Tridharma Perguruan Tinggi. Ia mengutip peraturan yang mengatur pengajaran dosen minimal 9 SKS sebagai bagian dari pelaksanaan Tridharma.
“Apa yang terjadi kepada saya sebetulnya mereka tidak paham aturan saja. Kalau paham aturan ya mereka tidak melakukannya,” tutupnya.
Tindakan yang dilakukan oleh yayasan dan ketua sekolah, menurut LM, juga melanggar ketentuan dalam undang-undang yang mengatur tentang hak dan kewajiban dosen. Salah satunya adalah Pasal 60 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menyatakan bahwa dosen berhak melaksanakan pendidikan dan pengajaran.
Selain itu, ia juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang menyebutkan bahwa
“Tridharma adalah kewajiban perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dan, dosen adalah tenaga profesional dengan tugas utama mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan melalui Tridharma.”
Regulasi yang mengatur dosen sangat jelas, termasuk dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 dan Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024 tentang Profesi Dosen.