Ruteng, Ekorantt.com – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Melkiades Laka Lena berkunjung ke Istana Keuskupan Ruteng, pada Sabtu, 12 April 2025.
Melki bertemu Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat untuk membahas banyak hal, termasuk persoalan geotermal yang masih menjadi polemik di Flores.
“Intinya nanti pasti akan duduk bersama untuk kita sama-sama menemukan solusi terbaik. Apa yang paling baik buat pengembangan pembangunan ke depan untuk semua sektor yang ada di Manggarai,” kata Melki.
“Nanti kita kan mau turun bersama mungkin, biar objektif nanti kami akan bersama-sama. Semua kita,” tambahnya.
Larang Demonstrasi
Melki kemudian melarang pihak yang menentang proyek panas bumi untuk melakukan demonstrasi.
“Jadi jangan lagi ada demo-demo lagi. Stop sudah, ya!”
Dia mengklaim pemerintah dan pihak terkait sedang “duduk bersama cari solusi.” Ia tidak menginginkan urusan geotermal mengganggu semua pembangunan di NTT.
“Kita ini banyak sekali urusan, jadi jangan urusan geotermal membuat semua kita masih bertengkar terlalu lama,” tuturnya.
Melki bilang pemerintah akan membentuk tim cek fakta, dengan melibatkan unsur yang menolak maupun yang pro geotermal.
“Kita masih bangun banyak hal, banyak urusan yang lebih penting dari sekadar urusan hanya ribut soal geotermal.”
Yang Merusak akan Dihentikan
Proyek panas bumi yang dapat merusak lingkungan akan diberhentikan, kata Melki.
Namun, bagi proyek yang sedang berjalan dan dinilai bagus, maka tetap akan dilanjutkan. Sementara yang kurang bagus bakal diperbaiki.
“Jadi begini, ya. Jadi begini. Yang sudah bagus itu tetap berjalan, yang kurang bagus kita perbaiki sampai jadi betul-betul bagus. Yang sama sekali itu memang tidak bisa diteruskan, stop,” tegasnya.
Melki menjelaskan, terdapat lima isu utama dalam industri pertambangan, yaitu teknis pertambangan, lingkungan, pembagian hasil, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan keamanan.
Ia mengklaim dirinya sebagai orang yang berpengalaman lima tahun membantu Purnomo Yusgiantoro, sebagai menteri ESDM.
“Semua isu tambang pasti model begini, dulu soal freeport saja kami bisa beresin, masa geotermal tidak.”
“Karena semua maksud baik, karena itu pasti ada titik temunya,” sambungnya.
Melki pun meminta awak media agar membantu membangun narasi yang sifatnya solutif.
“Diskusinya dibikin yang solutif, jangan banyakkan dibikin jadi pro kontra berlebihan,” tegas Melki.

Beri Pikiran Kritis
Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat, mengapresiasi upaya sosialisasi berbagai program pembangunan, baik dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Namun demikian, menurutnya, masyarakat perlu memberikan pemikiran-pemikiran kritis sebagai bentuk partisipasi yang konstruktif dalam pembangunan.
“Itulah tugas kami sebagai tokoh agama, yakni terus menyampaikan pesan-pesan moral dan etika terkait berbagai isu yang berkembang di tengah masyarakat,” ujarnya.
Uskup Sipri juga mendukung pernyataan Melki yang menolak segala bentuk upaya memecah belah masyarakat dan mengganggu kelangsungan pembangunan.
Menurutnya, semua pembangunan pada akhirnya harus bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Meskipun dalam prosesnya terdapat dinamika, ia menekankan pentingnya ruang dialog.
“Duduk bersama itulah kekhasan kita,” katanya.
Ia mengingatkan agar media sosial tidak dijadikan tempat untuk saling menjelekkan satu sama lain.
“Duduk bersama jauh lebih baik,” pungkasnya.
Merujuk Surat Gembala Gerejawi Ende
Baru-baru ini, para Uskup Provinsi Gerejawi Ende mengeluarkan surat gembala Pra-Paskah 2025. Salah satu seruannya adalah menolak eksploitasi sumber daya yang merusak ekosistem, termasuk energi geotermal di Flores dan Lembata.
Hal itu diputuskan melalui sidang tahunan yang berlangsung di Seminari Tinggi Santu Petrus Ritapiret, Maumere, pada 10-13 Maret 2025.
Dalam konteks proyek geotermal Poco Leok, Uskup Sipri mengatakan “apa yang menjadi keputusan bersama uskup itu sudah menjadi suaranya.”
“Tapi seperti yang saya katakan tadi, itu sikap yang penting perlu ada, ya. Tapi yang paling penting kan juga seperti Pak Gubernur katakan, ini harus duduk bersama para tokoh agama ini.”
Menurut Uskup Sipri, sebagai tokoh agama, masyarakat merintih ke pihaknya dan gereja menyuarakannya. Lalu, pemerintah akan menawarkan solusi melalui “duduk bersama.”
“Justru itu yang memang harus kita kedepankan. Karena justru suasana ini dan budaya ini yang tidak ada selama ini,” pungkasnya.
Proyek geotermal di Poco Leok merupakan proyek perluasan Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Ulumbu yang beroperasi sejak tahun 2012 lalu.
Perluasan proyek panas bumi ke Poco Leok dalam upaya memenuhi target menaikkan kapasitas PLTP Ulumbu dari 7,5 MW menjadi 40 MW. Tetapi, rencana ini terus mendapat penolakan dari warga.