Bajawa, Ekorantt.com – Pada suatu petang di awal April 2025 lalu, Naris Mberong, 65 tahun, berjalan di kebun belakang rumahnya di Desa Tadho Timur, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada.
Mengenakan baju tanpa lengan dengan topi jenis bowler di kepala, Naris melangkah di sela-sela pohon pepaya, lalu menunjukkan sejumlah buah yang sudah matang.
“Awal saya hanya hobi karena saya suka menanam. Kenapa pilih pepaya? Karena muda hidup,” jelasnya kepada Ekora NTT.
Budi daya pepaya di wilayah itu bukan pekerjaan mudah, kata Naris. Selain dekat pesisir pantai utara Flores yang struktur tanah mengandung zat garam, ancaman serangan hama dan monyet menjadi tantangan tersendiri.
“Ini (lahan) dulu hutan monyet paling banyak. Tapi sekarang berkurang karena banyak penduduk,” tutur Naris.
Naris menanam pepaya california beberapa tahun lalu. Ia menanam benih di area kebun. Tidak semua bibit tumbuh dengan baik dan ada yang mengalami kerusakan.
Agar tumbuh dengan baik, kata Naris, tumbuhan liar dibersihkan, sehingga tidak bersaing dengan tanaman pepaya yang sedang bertumbuh.
Menurutnya, tumbuhan liar mesti dibabat juga karena bisa menjadi sarang bagi hama yang merusak tanaman pepaya.
Perawatan lain yang dilakukan oleh Naris adalah mencangkul area di sekitar pepaya, lalu dikumpulkan ke pangkal batang sehingga tanaman menjadi lebih kokoh.
Naris juga memperhatikan kebutuhan air pada pepaya yang ia tanam. Hal itu dilakukan demi menjaga tanaman tetap segar.
“Saya rutin siram air setiap hari supaya pepaya tumbuh subur. Untuk pupuk, saya pakai pupuk kompos,” tuturnya.
Berkat usaha dan kerja perawatan yang rutin, Naris kini bisa menikmati hasilnya. Ia memanen lebih dari 20 buah dalam sehari. Kemudian ia menjual ke pembeli yang datang langsung ke lahannya itu.
“Ini jumlah semua ada 200 pohon. Dalam sehari saya bisa panen 20 buah lebih, satu buah Rp10 ribu. Kalikan satu bulan, itu bisa mencapai Rp6 juta lebih,” tuturnya.
Naris bisa membiayai dua anaknya yang sedang mengenyam pendidikan di sekolah. Sisanya, dipakai untuk tabungan dan kebutuhan sehari-hari.
Naris kemudian mengorganisir petani di desanya untuk membentuk kelompok yang diberi nama Kelompok Tani Ngalang.
“Ngalang itu berarti bisa. Saya memotivasi mereka apa pun tantangan kalau ada niat pasti bisa,” ujarnya.
Kelompok tani bentukannya itu mayoritas adalah ibu-ibu. Naris juga kerap memberi motivasi kepada orang muda untuk kembali ke kebun dan bertani.
“Saya juga sayangkan era sekarang banyak anak muda yang tidak mau bertani. Padahal dengan adanya program makan bergizi gratis (MBG) ini sangat menjanjikan apalagi tanam buah,” kata dia.
Selain itu, program bupati dan wakil bupati Ngada yakni membangun desa dan menata kota selaras dengan harapan petani dalam meningkatkan ekonominya.
“Kami hanya berharap pemerintah harus memberikan perhatian pada petani salah satunya bantuan peralatan pertanian,” ucap Naris.
Bupati Ngada, Raymundus Bena mengapresiasi upaya Naris di sektor pertanian. Upaya itu harus menjadi motivasi bagi petani lain di tengah hadirnya program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Kalau ke depan MBG sudah mulai di wilayah Riung, saya berharap beliau menjadi pemasok buah,” kata dia.
Raymundus bilang, pemerintah komit untuk membantu petani, terutama bantuan alat mesin pertanian.
“Apa yang dikeluhkan petani sudah kita pikirkan. Kita akan memberi bantuan sesuai kebutuhan mereka,” tutupnya.