Pertumbuhan Ekonomi Lembata Hanya 2,46 Persen Dinilai Masih Lambat

Kemudian, persentase penduduk miskin masih 24,78 persen, prevalensi stunting 9,40 persen, serta rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 5,84 persen.

Lewoleba, Ekorantt.com Eman Krova dari Nimo Tafa Institute mengatakan, pertumbuhan ekonomi Lembata tahun 2023 adalah 2,46 persen.

Menurut dia, persentase ini masih lebih lambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tingkat Provinsi NTT, yakni 3,53 persen dan nasional 5,05 persen.

Tidak hanya itu, Eman juga mengungkapkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 3,53 persen dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 66,12 di Lembata. Kondisi ini tentu saja masih jauh di bawah IPM nasional yakni 74,39 persen.

Kemudian, persentase penduduk miskin masih 24,78 persen, prevalensi stunting 9,40 persen, serta rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 5,84 persen.

“Hal-hal ini yang harus mengisi ruang-ruang publik kita dalam rangka memastikan politik kewarganegaraan dan politik elektoral tidak saling menegasi atau meniadakan,” ujar Eman dalam Kelas Demokrasi edisi ketiga di Aula Perpustakaan Daerah Gorys Keraf, Lewoleba, Sabtu, 7 September 2024.

Menurut dia, rasio publik harus diaktifkan dengan pertengkaran dan perdebatan akan hal-hal seperti ini.

Eman menegaskan, demokrasi bukan sistem terbaik dalam tata kelola publik, namun masih menjadi sistem yang paling mungkin untuk menghasilkan tata kelola publik yang menjamin kesetaraan dan kebebasan bagi warga negara. Sebab, demokrasi memungkinkan sirkulasi elite dan menghadirkan koreksi politik sistemik.

“Walaupun demikian dalam tataran implementasi ada problem atau ketegangan antara politik elektoral atau electoral politics dan citizenship politics atau politik kewarganegaraan. Ini sesungguhnya adalah problem dari sistem demokrasi,” tandas dia.

Eman menambahkan, di satu sisi secara substansial demokrasi harus bertumpu pada “keutamaan warga negara.” Di sisi lain prosedur teknis elektoral memungkinkan terjadinya transaksi politik, yang mengabaikan hak-hak warga negara.

Sejatinya, kata dia, proses elektoral harus menghadirkan kepastian terpenuhinya hak-hak kewarganegaraan.

“Namun yang kita lihat, baik pusat maupun daerah adalah para pelaku politik seakan atau cenderung membagi habis warga negara dalam deretan angka-angka perolehan suara. Ada indikasi kewarganegaraan direduksi ke dalam mekanisme politik Pemilu,” tandas Eman.

Hal ini menurut dia, berdampak pada kualitas politik elektoral. Politik elektoral yang harus diwarnai elaborasi lebih jauh atas persoalan publik atau pemenuhan hak-hak warga negara justru tidak tampak.

“Kerja politik menjadi sangat dangkal. Ruang-ruang publik menjadi miskin akan tema-tema yang krusial,” tegas Eman.

Ia mencontohkan, dalam konteks Pilkada Lembata warga tentu saja merindukan ada semacam pemaparan atau sejenisnya akan fenomena pembangunan.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA