Turunkan Angka Stunting, Pemkab Sikka Terima Dana Insentif Rp5,9 Miliar

Menukil data Dinas Kesehatan Sikka, pada tahun 2019,kasus tengkes mencapai angka tertinggi 25,1 persen, turun menjadi 19,6 persen pada tahun 2020.

Maumere, Ekorantt.com Pemerintah Kabupaten Sikka berhasil menurunkan angka kasus stunting atau tengkes selama lima tahun terakhir.

Menukil data Dinas Kesehatan Sikka, pada tahun 2019,kasus tengkes mencapai angka tertinggi 25,1 persen, turun menjadi 19,6 persen pada tahun 2020.

Pada 2021, angka stunting turun lagi menjadi 18,2 persen, tahun 2022 menjadi 17,2 persen, tahun 2023 menjadi 15,3 persen atau sebanyak 3.327 balita dan  tahun 2024 menjadi 12,1 persen atau sebanyak 2.677 balita. Jumlah itu tersebar pada 26 Puskesmas.

“Prevalensi stunting dari tahun ke tahun terjadi penurunan,” kata Penjabat Bupati Sikka, Adrianus Firminus Parera atau Alfin Parera, dalam pembukaan pertemuan evaluasi audit stunting 2024 dan diseminasi audit kasus stunting di Aula Rokatenda, Kantor Bupati Sikka, Sabtu, 14 Desember 2024.

Kendati begitu, tren penurunan ini masih jauh dari target yang sudah dicatat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sikka yakni zero stunting.

Atas Kerja keras menekan angka stunting, Pemkab Sikka menerima dana insentif dari Kementerian Keuangan senilai Rp 5,9 miliar pada 2024.

Dana tersebut dialokasikan untuk Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Perlindungan Perempuan dan Anak (P2KB3A) Kabupaten Sikka. Pengalokasian ke tiga lembaga itu sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan RI.

“Pada dinas lingkungan hidup dan kebersihan digunakan membeli mobil sampah, amrol untuk mendukung kebersihan kota dan operasional dinas kebersihan. Diharapkan dengan lingkungan yang bersih dan sehat akan berdampak pada kesehatan ibu dan anak lebih baik, sehingga bisa menurunkan stunting,” ujar Alfin Parera.

Tantangan menurunkan angka stunting, diakui Alfin Parera, secara internal dalam pemerintahan masih bisa teratasi dengan kebijakan, keuangan, dan sumber daya manusia. Tapi tantangan terberat secara eksternal dari masyarakat  yang diakronimkan dengan tiga terlalu yakni terlalu tua (ibu), terlalu cepat (remaja), dan terlalu sedikit (anak).

“Pada ibu dengan kondisi hamil risiko tinggi karena usia terlalu tua juga penyakit bawaan. Terlalu muda (remaja perempuan) yang kurang disiapkan secara baik pada pra nikahnya. Anak-anak kita sekarang tidak siap nikah dan terlalu cepat,” pungkasnya.


Penulis: Eginius Moa

spot_img
TERKINI
BACA JUGA