Maumere, Ekorantt.com – Sebanyak 80 ekor babi di Desa Rokirole dan Desa Ladolaka, Kecamatan Palue, Kabupaten Sikka, NTT mati mendadak, diduga terjangkit Demam Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF). Sejauh ini belum ada pemeriksaan laboratorium untuk memastikan kematian itu, meski gejalanya mengarah kepada pada ASF.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sikka, Jemi Sadipun, dihubungi Ekora NTT, Senin, 10 Februari 2025, mengatakan bahwa babi yang mati di Palue diduga berasal dari program alokasi dana desa untuk dibagikan kepada masyarakat. Dalam pengadaannya, pemerintah desa tidak berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten.
“Petugas kami belum bisa berangkat ke Palue. Cuaca di lautan sedang tidak baik untuk pelayaran,” ujar Jemi sambil menambahkan belum mengetahui asal-usul babi tersebut.
Camat Palue, Rudolfus Riba juga membenarkan kasus kematian babi-babi tersebut.
Sedangkan Kepala BPP Pertanian Kecamatan Palue, Meti Skolastika mengaku belum ada pemeriksaan laboratorium terhadap sampel babi yang mati.
Jemi sebenarnya juga telah lama mewanti-wanti peternak babi dan warga Sikka umumnya melakukan biosecurity secara ketat menghindari korban dan kerugian yang lebih besar. Karena sampai sekarang, belum ada vaksin mengatasi ASF.
“Vaksin ASF tidak ada. Kami hanya bisa beri arahan supaya ditaati, karena hanya ini saja langkah pencegahannya. Tidak mau patuhi arahan, tapi dinas pertanian yang disalahkan tidak lakukan apa-apa,” keluh Jemi.
Jemi mengklaim sudah berulang kali melakukan sosialisasi dan imbauan di banyak lokasi. Tapi masih banyak warga secara tahu dan tidak mematuhinya, bahkan cenderung menyalahkan pemerintah.
Ada oknum peternak atau pemilik babi di suatu wilayah, kata dia, dengan tahu dan mau, menjual babi yang diduga terjangkit ASF. Padahal hal itu mesti disampaikan kepada petugas kesehatan hewan atau dilaporkan kepada dinas pertanian untuk diambil tindakan.
“Kalau babi disembelih lalu dijual itu sama dengan menyebarkan penyakit semakin luas ke masyarakat. Ini tindakan yang tidak mendidik dan merugikan banyak peternak,” tandas Jemi.
Sejak Oktober 2024 hingga Februari 2025, 346 ekor babi di Kabupaten Sikka mati karena ASF. Kecamatan Talibura mencatat kematian 128 ekor babi, Kecamatan Alok 11 kasus, Kecamatan Alok Barat 115 kasus.
Selanjutnya, Kecamatan Nita menyumbang empat kasus kematian babi, Kecamatan Magepanda tiga kasus kematian di Januari 2025, Kecamatan Koting lima.
Tuan Pesta Periksa Kesehatan Babi
Imbauan mengonsumsi daging babi yang segar dan sehat, menurut Jemi Sadipun, belum banyak dipatuhi oleh masyarakat.
“Saya dapat informasi babi sakit diduga terserang demam babi dipotong dan dibagi-bagi,” beber Jemi.
Jemi merisaukan usaha peternakan babi di tengah merabaknya penyakit demam babi dan rendahnya kesadaran masyarakat mematuhi arahan mencegah meluasnya wabah ASF.
Dalam beberapa hajatan pesta di Kecamatan Alok dan Alok Timur, tuan pesta diminta mendatangkan petugas kesehatan hewan supaya memeriksa babi yang akan disembelih.
“Itu terjadi karena tuan pesta pergi minta izin keramaian ke desa atau kelurahan lalu diminta periksa kesehatan babi yang akan disembelih,” kata Jemi.
Penulis: Eginius Moa