Masyarakat Didorong Manfaatkan Pekarangan Rumah untuk Ketahanan Pangan Keluarga

0

Mbay, Ekorantt.com – Pemerintah kembali memperkuat dan mendorong masyarakat Nagekeo agar memanfaatkan pekarangan rumah untuk ketahanan pangan keluarga.

“Pekarangan kita harus dimanfaatkan untuk kepentingan kesehatan dan ekonomi keluarga,” kata Kepala Dinas Pangan Daerah Nagekeo Nagekeo Yosefina Hermina Hutmin pada sela-sela kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) Kementerian Pertanian di Aula Paroki Penginanga, Mbay, Rabu (19/10).

Bimtek P2L di Nagekeo kali ini merupakan kerja sama Dirjen Hortikultural Kementerian Pertanian, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dan Anggota Komisi IV DPR RI Julie Sutrisno Laiskodat.

Kegiatan itu melibatkan setidaknya 140 perwakilan Kelompok Wanita Tani (KWT) dari lima kecamatan di wilayah itu.

Yosefina menginginkan setelah mengikuti Bimtek P2L, para peserta dapat menerapkan ilmu di tengah-tengah masyarakat. Para peserta dapat menjadi promotor dalam pemanfaatan pekarangan rumah sebagai kebun sehat keluarga.

“Lahan yang sempit di sekitar kita bisa meningkatkan ekonomi serta membantu kesehatan anggota keluarga. Saya harap ada tindak lanjut dari kegiatan ini,” ujar Yosefina.

Dr. Evert Hosang, Peneliti Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) menuturkan pekarangan rumah menjadi sumber pendapatan terdekat, tercepat dan lebih mudah. Pekarangan rumah bisa menghasilkan sayur, daging dan bahkan uang untuk kebutuhan keluarga.

“Nah, karena itu maka perlu ada perencanaan kecil sebelum memanfaatkan pekarangan. Apa-apa saja yang ditanam, berapa prakiraan pendapatan. Saya kira itu perlu agar dampak dari pemanfaatan pekarangan bisa terasa,” ujar Evert.

Kepala Dinas Pangan Daerah Nagekeo Yosefina Hutmin saat diwawancara Ekora NTT pada sela-sela Bimtek P2L di Mbay (Foto: Ian Bala/Ekora NTT)

Bila lebih memudahkan proses perencaaan kecil, Evert menyarankan agar pemanfaatan pekarangan rumah dilakukan secara kelompok. Tanggung jawab kelompok itulah dapat memenuhi kebutuhan perorangan dalam rumah tangga.

Anggota Komisi IV DPR RI Julie Sutrisno Laiskodat melalui zoom menutukan, hasil pangan pekarangan tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan keluarga. Jika dalam project besar, maka hasil bumi pekarangan rumah bisa menyuplai untuk kebutuhan lebih besar.

“Saya itu sedih, mengapa kebutuhan pangan di NTT lebih banyak berasal dari luar daerah. Padahal berdasarkan uji lab skala internasional; komoditi, sayur-sayuran dan buah-buahan dari NTT sangat layak dan terbaik untuk kesehatan,” kata Julie.

Dari kegiatan Bimtek P2L tersebut, Julie mendorong kepada kelompok wanita tani di Nagekeo bisa membantu daerah menyuplai kebutuhan pokok pangan bagi pasar untuk menunjang pariwisata.

“Makanya kita gelar bimtek ini untuk bisa bersaing. P2L ini adalah progam Kementan yang hisa membantu kita. Saya lagi mendorong secara regulasi agar tidak boleh ada produk luar yang masuk. Tapi kita memulai dulu dari kegiatan ini, penguatan kapasitas kelompok tani kita,” kata Julie menandaskan.

BPBD Beri Peringatan Dini Wilayah Potensi Bencana di Nagekeo

0

Mbay, Ekorantt.com – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nagekeo memberi peringatan dini potensi bencana di wilayah itu.

Berdasarkan database daerah kawasan rawan bencana (KRB) tercatat sebanyak 612 potensi kejadian bencana.

“Saya imbau kepada para camat untuk menyampaikan informasi ini ke semua desa yang sangat potensial dan rentan bencana longsor dan banjir. Kepada warga agar selalu waspada dan melakukan pencegahan dini dengan mengungsi sementara bila intensitas hujan sangat tinggi di wilayah desa masing-masing,” kata Kepala Pelaksana BPBD Nagekeo Agustinus Pone saat dihubungi Ekora NTT, Rabu pagi.

Imbauan Agustinus menyusul berdasarkan peringatan dini BMKG mengenai keadaan cuaca akibat fenomena La Nina dan Indian Ocean Dipole (IOD) negatif menjadi penyebab pengaruhnya pola cuaca iklim berubah.

Nagekeo termasuk wilayah berpotensi dilanda hujan ringan hingga lebat disertai petir dan angin kencang berdurasi singkat.

Efek dua fenomena itu mengakibatkan sejumlah wilayah, termasuk Nagekeo, mengalami musim hujan lebih awal yang berpotensi menimbulkan tanah longsor, banjir bandang, abrasi, puting beliung dan bencana lainnya.

“Selalu waspada terhadap keadaan iklim yang kian ekstrem secara khusus pada wilayah selatan; Kecamatan Keo Tengah dan Mauponggo,” ujar Agustinus.

Ia menambahkan, atas peringatan BMKG dan Pemerintah Pusat secara terus menerus terkait fenomena alam serta peralihan musim, Pemerintah Kabupaten Nagekeo telah menetapkan Status Siaga Darurat Bencana Hidrometeorologi di wilayah itu.

Untuk itu, Agustinus mengimbau kepada camat, lurah dan desa untuk memberi informasi dini kepada warga di daerah rawan bencana, terutama wilayah rentan longsor dan banjir.

 

Pintu Air Berikan Ketakjuban yang Tak Terduga

Palangka Raya, Ekorantt.com – Kehadiran KSP Kopdit Pintu Air sungguh memberikan kesejukan dan tak terduga untuk anggota. Hal inilah yang sungguh sangat dirasakan oleh ibu Sri Ciling dari KSP Kopdit Pintu Air KCP Palangka Raya.

Kematian sang suami tercinta belum lama ini menyisakan duka yang teramat mendalam. Rasa sedih Sri bercampur bangga karena kepadanya diberikan Dana Perlindungan Bersama (Daperma) atas keterlibatan aktif sang mendiang suami Fransiskus Floda yang sebelumnya adalah anggota KSP Kopdit Pintu Air.

“Saya sungguh sangat tak menduga dapat dana ini. Terima kasih dan rasa bangga saya untuk KSP Kopdit Pintu Air. Sebagai ahli waris saya berterima kasih,” ujar Sri.

Sri Ciling menerima dana perlindungan sebesar Rp18.500.000. Ia pun mengaku kehadiran KSP Kopdit Pintu Air sungguh berkat yang sangat berharga bagi keluarganya. Ia berharap kehadiran KSP Kopdit Pintu Air semakin mendapat tempat di hati warga kota Palangka Raya.

“Saya berdoa untuk koperasi ini dan berharap perkembangannya semakin maju di sini,” ucap Sri lagi.

Komite KCP Palangka Raya Cyrilus Satban mengemukakan, dana yang diterima ibu Sri adalah dana perlindungan bersama (Daperma). Cyrilus menjelaskan dana perlindungan bersama digunakan untuk melindungi anggota Kopdit Pintu Air, jika ada anggota yang meninggal dunia atau cacat total tetap dan sebagai wahana untuk mewujudkan semangat setia kawan, solidaritas serta saling membantu sesam anggota kopdit Pintu Air.

“Letak kekuatan KSP Kopdit Pintu Air adalah terwujudnya solidaritas dengan semangat rasa kekeluargaan. Semoga dengan bantuan ini dapat meringankan beban keluarga dan juga semakin menanam rasa kepercayaan anggota terhadap lembaga kita. Semoga juga semakin banyak orang yang bergabung menjadi anggota KSP Kopdit Pintu Air,” ucap Cyrilus.

Cyrilus pun meyakini bahwa kedepannya perkembangan KCP Palangka Raya akan semakin maju karena cerita baik tentang produk-produk KSP Kopdit Pintu Air terus berkembang.

Manajer KCP Palangka Raya Yosef Oktovianus pada kesempatan itu pun mengemukakan bahwa siapa yang menanam harus rajin memelihara tanamannya. Contoh hidup berkoperasi dari mendiang Fransiskus Floda wajib jadi teladan.

“Semangat bapak Frans selama masa hidup beliau adalah anggota yang aktif baik dalam menabung maupun pengembalian pinjaman. Hari ini hak almarhum kita serahkan dan juga kami menginformasikan bahwa pinjaman almarhum diputihkan atau dihapuskan. Tidak lupa juga saya berterima kasih kepada keluarga karena sudah menjadi anggota KSP Kopdit Pintu Air dan saya mengharapkan agar keluarga yang belum bergabung agar bergabung menjadi anggota KSP Kopdit Pintu Air,” ungkapnya.

Guru Penggerak Matim dan Karyanya

0

Oleh: Alfred Tuname*

One child, one teacher, one pen and one book can change the world”, kata Malala Yousafzai. Malala sadar betul, pendidikan sangat penting untuk penghalusan budi manusia.

Pendidikan dapat mengubah wajah dunia yang penuh kekerasan. Peraih Nobel Perdamaian tahun 2014 itu pernah menjadi korban kekerasan Taliban pada 09 Oktober 2012. Ia ditembak di dalam bus, saat hendak ke sekolah. Saat itu ia baru berumur 15 tahun. Tetapi ia selamat, dan hingga kini terus memperjuangkan hak setiap anak untuk mendapatkan pendidikan.

Seperti Malala, kita pun sungguh yakin, pendidikan dapat mengubah wajah dunia. Syarat multaknya, ada murid; ada guru; ada perkakas belajar dan buku. Tanpa semua itu, pendidikan menjadi non sense. Guru pasti ada, kalau muridnya siap. Perkakas belajar dan buku pun menjadi pendukung proses pendidikan.

Akan menjadi aneh, kalau muridnya ada, gurunya tidak siap. Proses interaksi ilmu menjadi mampet. Ruang belajar menjadi pengap, sebab pertukaran oksigen pengetahuan tidak optimal. Maka itu hanya akan muncul mediocre teacher.

Mengutip William Arthur Ward (penulis dan penyair), “the mediocre teacher tells; the good teacher explains; the superior teacher demonstrates; the great teacher inspires”. Guru yang biasa-biasa saja (mediocre teacher) itu terlalu banyak berkata-kata, tetapi tidak menginpirasi para murid.

Nah, menjadi guru penggerak adalah menjadi great teacher. Guru penggerak harus menjadi inspirasi. Ia menjadi sosok “ing ngarsa sung tuladha”, bukan saja untuk para murid tetapi juga untuk para guru yang lain.

Oleh karena itu, guru penggerak mestinya menjadi pendidik yang beyond the limit. Dengan kualifikasinya, ia melampaui semua batasan yang dihadapi guru biasa.

Lantas, siapa yang bisa menakar kualifikasi guru penggerak? Setiap insan pendidikan bisa menakarnya. Neraca yang adil untuk itu adalah output dan outcome. Tentu dipahami, tahapan dan proses selektif dan profesional menjadikan guru bisa jadi guru penggerak. Itu tidak gampang, dan tidak semua guru bisa terpilih. Tetapi semua itu hanya akan berhenti sebagai ujian administratif guru dan tambahan title pada curriculum vitae, apabila output dan outcome-nya biasa-biasa saja.

Output itu dapat dilihat dari daya kreativitas baru dan inovasi mengajar dalam mendidik siswa. Berbagai “tools” digunakan untuk membentuk siswa menjadi pribadi unggul. Sementara outcome dapat dilihat dari tampilan kecerdasan dan kreativitas murid merespon dunia di luar sekolah. Kecakapan mental, intelektual dan kinestetik para siswa adalah “buah pikir dan buah tangan” dari the great teachers.

Mutu pendidikan ada pada output dan outcome proses belajar-mengajar di sekolah tersebut. Kalau Malala Yousafzai berjuang agar anak-anak (perempuan) Pakistan mendapatkan hak dan akses untuk bersekolah, perjuangan kita adalah agar anak-anak mendapatkan pendidikan bermutu.

Yang jelas, kuantifikasi persentase kelulusan siswa sekolah belum menjadi takaran sepadan mutu pendidikan. Problemnya masih klasik: kemampuan literasi, numeras,  dan pembentukan karakter masih lemah.

Nah, skema perjuangan guru penggerak kita seharusnya berkutat pada persoalan tersebut. Dasar literasi adalah baca dan tulis; dasar numerasi adalah bilangan dan operasi hitung; dasar pembentukan karakter adalah moral dan nilai budaya. Sebelum sampai pada peserta didik, guru penggerak mesti sudah “bebas” dari persoalan-persoalan tersebut. Guru mesti menjadi guru bagi dirinya terlebih dahulu, baru untuk orang lain.

Di Manggarai Timur (Matim), pada kegiatan Lokakarya Program Pendidikan (14-17 Oktober 2022), para guru penggerak dan calon guru penggerak mencoba saling menjadi “guru” bagi sesamanya.

Di hotel Embun Pagi, suka-duka, motivasi dan inovasi dipertukarkan secara langsung. Tentu ada banyak perspektif kreatif muncul dalam lokakarya itu. Tujuannya adalah memunculkan banyak guru penggerak yang mampu mentransformasi pendidikan Matim.

Tentu saja, Lokakarya Program Pendidikan Guru Penggerak itu baik. Kehadiran dan saling tatap di antara sesama guru memastikan stimulus untuk berkompetisi. Bahwa ada semacam niat untuk mengatakan “sekolah kami harus menjadi lebih unggul”.  Jika niat itu muncul, maka Lokakarya itu berhasil. Dorongan untuk menjadi lebih unggul atau need for achievement (istilah David C. McCelland) itu harus menjadi bekal psikologi sehabis aktivitas diskursif lokakarya.

Di ujung Lokakarya itu, ada unjuk karya. Namanya, “Festival Panen Raya”. Terjemahan hermeneutiknya, dunia pendidikan memanen sebanyak 75 guru sebagai calon guru penggerak. Jumlah ini cukup signifikan untuk mendorong capaian tumbuh-kembang murid yang holistik, aktif, dan proaktif. Lalu, sebagai festival, ada “buah rasa, buah pikir dan buah tangan” yang dipamerkan.

Di aula hotel, terdapat blok-blok pameran yang menampilkan berbagai karya. Ada foto kegiatan; ada video kegiatan; ada olahan pangan lokal; ada hasil kerajinan tangan; ada buletin sekolah; ada baliho struktur organisasi sekolah; ada diktat diari mingguan; ada lukisan, et cetera. Semuanya menarik. Sebagai konsep festival, para calon guru penggerak tampil cantik dan cakep dengan dandanan khas budaya Manggarai. Itu menambah semerbak lorong-lorong pameran.

Catatannya, festival itu cenderung sebagai pameran handricraft. Itu pun tidak ada inovasi unik, sebab hanya meniru handicraft yang sudah ada di masyarakat. Misalnya, nyaris semua hasil kerajinan tangan diramu dari bahan kayu. Akan lebih inovatif apabila ada kreasi kerajinan tangan yang diolah dari sampah plastik. Literasi ekologis akan lebih terasa dari konsep “reuse-recycle” tersebut.

Selain itu, buah literasi baca-tulis berupa buku, nyaris tidak ada. Padahal buku mestinya menjadi tawaran utama guru penggerak. Di situ, masing-masing insan pendidikan bisa memeriksa literasi dasar dan ide baik pendidikan dari sang guru.

Kalau momentum festival bisa menjadi ajang pertukaran buku karya masing-masing guru, maka ruang pendidikan kita penuh dengan ide dan kreasi inovatif. Setidaknya, tulisan lebih abadi dibanding ucapan.

Sayangnya, nyaris tak ada buku karya guru di festival itu. Kita tak bisa memanen ide di sana, selain melihat tumpukan artefak handcraft yang mudah retak. Kalau pun ada, itu hanya diktat curhat mingguan guru yang dijilid tak banyak (dan mungkin karena pakai metode penulisan diari, pilihan diksi dan tata bahasanya masih tumpang-tindih; tata bahasanya tak ada dalam standar EYD, dan anak-cucu-cicit kalimat penuh satu alinea).

Uniknya lagi, cindera mata yang disediakan BGP Provinsi NTT (promotor lokakarya) bukan berisi buku bacaan, tetapi payung, pena dan buku tulis dalam tas jinjing. Untunglah bukan sendok makan-garpu, piring dan payung dalam isi tas jinjing itu.

Kalau sudah begitu, apa kabar literasi, numerasi dan penguatan karakter pendidikan kita? Harapannya, pola dan proses pembentukan guru inspiratif itu terus berbenah dan menjadi lebih baik. Pemerintah dan masyarakat pasti selalu mendukung guru.

Sebab, guru inspiratif senantiasa menciptakan kembali masyarakat yang sejahtera, berdaya dan berbudaya, kelak. Kemendikbud Nadiem Makarim bilang, syarat jadi kepala sekolah adalah pernah jadi guru penggerak. Di Matim, dalam testimoninya, Bupati Agas Andreas, SH., M.Hum juga mendukung tekad pak Menteri Nadiem itu.

Semoga, dalam waktu tak lama, guru penggerak kita bisa dianggkat menjadi kepala sekolah. Kalau ada kepala sekolah inspiratif, ekosistem pendidikan akan menjadi semakin bergeliat. Perubahan itu biasanya bermula dari kepala! Akhirnya, salut buat guru penggerak di Matim.

 *Esais

Resmikan Kantor Cabang Mota’ain, Bupati Belu: Pintu Air Luar Biasa

Atambua, Ekorantt.com – Bupati Kabupaten Belu, dr. Agustinus Taolin meresmikan Kantor KSP Kopdit Pintu Air Cabang Mota’ain pada Selasa (18/10/2022).

Disaksikan Ekora NTT, dr. Agustinus Taolin diterima langsung Ketua Pengurus KSP Kopdit Pintu Air Yakobus Jano, tokoh koperasi nasional Romanus Woga dan General Manajer Gabriel Pito Sorowutun.

Kehadiran orang nomor satu di Kabupaten Belu tersebut juga disambut dengan tarian Likurai. Sebelum acara peresmian, didahului dengan misa syukur yang dipimpin oleh Pater George Kirchberger, SVD.

Bupati Belu, dr. Agustinus Taolin dalam sambutannya mengatakan, KSP Kopdit Pintu Air merupakan salah satu koperasi primer nasional yang luar biasa. Pasalnya, Pintu Air dibentuk dan didirikan oleh orang-orang yang luar biasa.

“Koperasi ini adalah koperasi yang luar biasa. Para pendiri, para pengurus luar biasa. Koperasi ini mampu menghimpun anggota hingga mencapai ratusan ribu anggota yang tersebar di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Bupati Taolin saat memberikan sambutannya dalam Peresmian Kantor Cabang Mota’ain/Ekora NTT

Bupati Taolin berterima kasih kepada KSP Kopdit Pintu Air yang telah mengembangkan sayapnya hingga ke Kabupaten Belu.

Ia juga mengapresiasi tokoh koperasi nasional, Romanus Woga yang telah berjuang dan memberikan spirit positif terhadap kehadiran Credit Union di Indonesia, khususnya di Provinsi NTT, dan lebih khususnya di Kabupaten Belu.

Bupati Taolin bilang, kehadiran KSP Kopdit Pintu Air di Kabupaten Belu sudah ikut membantu pemerintah daerah dalam menyejahterakan masyarakat.

“Kehadiran koperasi ini langsung menyentuh kebutuhan dasar masyarakat dan mampu menyejahterakan masyarakat. Koperasi ini juga sangat bermanfaat untuk orang miskin dalam mengubah masa depannya yang lebih baik,” ungkapnya.

Ia juga berpesan, kiranya Pintu Air yang sedang berkarya di Kabupaten Belu mampu membawa gerakan perubahan kepada semua anggota.

“Jadikan sesuatu itu menjadi sebuah gerakan. Ayo kita lakukan kegiatan berkoperasi menjadi suatu gerakan yakni gerakan koperasi. Gerakan mengatasi stunting di Kabupaten Belu,” ajaknya.

Rumah Warga Onekore-Ende Hangus Terbakar, Diduga Arus Pendek Listrik

0

Ende, Ekorantt.com – Satu unit rumah hangus dilalap si jago merah dalam kebakaran di Matabale, Jalan Udayana Bawah, RT 14, RW 04, Kelurahan Onekore, Kecamatan Ende Tengah, Kabupaten Ende pada Selasa (18/10) sekitar pukul 18.20 WITa.

“Saya sedang duduk di lantai. Tiba-tiba ada bunyi meledak di terminal listrik. Api sudah rambat ke atas. Saya dan anak saya Lia langsung lari keluar,” ujar Leonarda Maria Bara (60).

Ia menceritakan kejadian bermula korsleting hingga meledaknya terminal yang ada pada dinding dekat dapur. Kobaran api merambat dari sumber itu sesaat hingga menghanguskan seisi rumah.

Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Namun, beberapa barang berharga seperti laptop, pakaian dan ijazah milik Maria Yustina Tai dan Kristiwani Ardiba Minda serta ketiga adiknya hangus terbakar.

Kebakaran itu mengancam beberapa rumah penduduk sekitar. Beruntung, petugas Damkar Satpol PP Ende dibantu warga dengan sigap mengamankan.

Beberapa personil Aparat Kepolisian Resort Ende terpantau melakukan olah tempat kejadian perkara sesaat setelah peristiwa tersebut.

Informasi yang dihimpun media ini, rumah tersebut milik Herman Ngara, warga Dusun Ndadho, Desa Kekandere, Kecamatan Nangapanda.

Rumah berukuran 8×6 meter tersebut sekejap hangus terbakar. Penyebab kebakaran dugaan sementara diakibatkan arus pendek listrik di lokasi kejadian.

Sambut Usia Emas, Kopdit Obor Mas Selenggarakan Turnamen Futsal

Maumere, Ekorantt.com – KSP Kopdit Obor Mas menyelenggarakan turnamen futsal dalam rangka menyambut hari jadinya ke-50 tahun. Sebanyak 26 tim ikut berlaga dalam turnamen itu.

Ketua Pengurus KSP Kopdit Obor Mas, Markus Menando mengatakan, sebentar lagi Obor Mas akan berusia 50 tahun. Pihaknya pun melakukan beberapa kegiatan menyambut perayaan emas itu, termasuk turnamen futsal.

Markus meminta 26 tim yang berlaga untuk memberikan suguhan yang menarik, menghibur, sekaligus menjunjung tinggi sportivitas.

“Kalah menang dalam pertandingan adalah hal biasa. Yang penting kita jaga sportivitas,” kata Markus saat acara pembukaan turnamen di Lapangan Futsal Waidoko, Maumere, Selasa, 18 Oktober 2022.

Ia menambahkan 26 tim yang bertanding berasal dari beberapa credit union dan instansi lain di Kabupaten Sikka.

Turnamen futsal ini dibuka oleh Sekda Kabupaten Sikka, Firminus Adrianus Parera.
Dalam sambutannya, Firminus menegaskan pentingnya untuk menjaga sportivitas dalam pertandingan.

“Menang pertandingan menang juga dalam sportivitas. Jangan menang dalam pertandingan, tapi kalah dalam sportivitas. Lebih buruk kalau kalah pertandingan, kalah juga sportivitas,” pungkasnya.

Untuk diketahui, 26 tim yang berlaga yakni Dinas Lingkungan Hidup, PDAM, Kodim, Bank Mandiri, Dinas PKO, CU Pintu Air, FIF Group, Bank BNI, Obor Mas B, CU Tuke Jung, PT MUF, Pegadaian, Bappelitbang Sikka, BRI MOF, Obor Mas A, PLN Elektrik, Satpol PP, Puntadewa, Basarnas, CU Bahtera Sejahtera, Bank NTT, RS. TC. Hillers, CU Sube Huter, Pajak, Telkomsel, dan Turangga FC.

Meninjau ASG, Membaca Pendidikan Tinggi

0

Oleh: Paul Ama Tukan*

Pada Sabtu (15/10/2022), P. Dr. Paul Budi Kleden, SVD  salah satu teolog dan ilmuwan NTT membawakan seminar internasional bertema “Ajaran Sosial Gereja dan Tantangan Pendidikan Tinggi di Indonesia” bertempat di Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero-Maumere.

Pater Budi yang juga adalah pemimpin kongregasi religius Katolik SVD sedunia itu mempresentasikan Tantangan Pendidikan Tinggi di Indonesia hari-hari ini dari perspektif Ajaran Sosial Gereja (ASG).

ASG: Tanggung Jawab Sosial dan Ekologis

“Gereja bersifat sosial tidak hanya karena Gereja adalah salah satu struktur sosial tetapi karena Allah Tritunggal yang diimani itu adalah Allah yang sosial, Allah yang memotivasi kita untuk bersolider,” demikian basis konseptual mengapa Gereja bersifat sosial.

Selain itu, ASG sebenarnya adalah intervensi Gereja terhadap ketidakadilan dan eksploitasi alam yang begitu masif. ASG adalah tanggung jawab sosial serentak tanggung jawab ekologis.

ASG dapat dikatakan sebagai corpus dari semua dokumen Vatikan yang menjadi praksis iman secara konkret. Budi menegaskan, praktek iman dewasa ini cenderung terjebak dalam individualisme akut. Orang beriman hanya mau selamat sendiri-sendiri tanpa bersolider dengan yang lain; sesama, dan lingkungan di mana ia hidup.

Karena itu, ASG sebenarnya menjadi titik pijak praktek beragama yang menawarkan humanisme integral; kemanusiaan yang peka terhadap “yang lain” (sesama dan alam ciptaan).

Secara historis, dokumen awal ASG dimulai ketika terbitnya ensiklik Rerum Novarum yang ditulis oleh Paus Leo XIII pada 1891. Dokumen ini menjadi langkah awal Gereja merespons persoalan kepincangan dunia dari banyak dimensi; sosial, politik, ekonomi, dll. Gereja mulai keluar dari sekedar kesalehan religius dan ritualisme dogmatis untuk menjangkau dan menanggapi problematik sosial.

Perlu dicatat, Ensiklik Rerum Novarum diterbitkan 24 tahun setelah karya Das Kapital Karl Marx (1818-1883). Marx adalah filsuf dan sosiolog yang terkenal karena karyanya memicu berbagai revolusi ekonomi, sosial, dan bahkan politik. Marx menanggapi persoalan sosial di mana terjadi disparitas sosial antara kaum buruh dan pemilik modal.

Karyanya tersebut membangkitkan kesadaran bagi kaum buruh akan struktur sosial-ekonomi yang menindas; para pemilik modal semakin kaya dan para buruh yang miskin akan tetap miskin kendati bekerja keras.

Kesadaran itulah yang membangkitkan perlawanan kaum buruh untuk membebaskan dirinya dari penghisapan para kapitalis. Ensiklik Rerum Novarum, dengan demikian tidak lain adalah suara etis-profetis perlawanan versi Gereja untuk menentukan keberpihakannya di tengah situasi ketidakadilan dan krisis kemanusiaan. Di sini, terlihat komitmen Gereja terhadap humanisme dari sisi dimensi sosial.

Jika Rerum Novarum menjadi titik pijak ASG, maka dokumen Gereja seperti Laudato Si dan Fratelli Tutti dari Paus Fransiskus adalah keberlanjutan suara profetik sosial Gereja dimaksud. Laudato Si adalah ensiklik yang menanggapi masalah ekologis sedangkan Fratelli Tuti adalah ensiklik yang menanggapi persoalan kemanusiaan seperti pengungsian, terorisme, kekerasan dan migrasi dengan cara membangun rasa persaudaraan universal.

Pater Budi mengatakan, Ajaran Sosial Gereja mengajak kita untuk melampaui kesempitan dan kepicikan yang membatasi ruang pergaulan kita untuk menjangkau yang lain; yang berbeda warna kulit, asal usul, agama, kebangsaan, dan etnis.

Karena itu, menurutnya, ada empat prinsip utama ASG yaitu Martabat manusia, Bonum Commune (kebaikan bersama), Subsidiaritas (melawan paternalisme dalam kehidupan sosial di mana kelompok-kelompok minor selalu diintervensi oleh struktur yang lebih superior) dan Solidaritas (keluar dari diri untuk menjangkau dan merangkul yang lain).

Pendidikan Nilai dan Pragmatisme Pendidikan

Jika ASG dipakai sebagai ‘pisau’ analisis Pendidikan Tinggi di Indonesia, maka kita sebenarnya menghadapi dilema serius; pendidikan nilai di satu sisi dan pragmatisme pendidikan di lain sisi. Di sini, Pater Budi membeberkan temuan internasional Federation of Catholic Universities (2012-2014) yang menunjukan, hanya terdapat 1,2 % mahasiswa yang memiliki minat terhadap persoalan sosial-politik.

Jika dihubungkan dengan komitmen Gereja dalam ASG, temuan ini tentu sebuah keprihatinan, mengingat Perguruan Tinggi Katolik adalah perpanjangan tangan Gereja merespons persoalan-persoalan konkret dalam tatanan sosial-politik masyarakat. Persis pada poin ini, pragmatisme pendidikan mendapat tantangan serius.

Temuan ini adalah sebuah awasan bagi pendidikan tinggi di Indonesia untuk tidak mendepolitisasi mahasiswanya terlibat dalam persoalan sosial-politik. Sebaliknya, Pendidikan Tinggi mesti memotivasi bahkan memfasilitasi mahasiswanya merespons persoalan sosial-politik secara intens.

Di samping itu, dari temuan yang sama, hanya 25% mahasiswa yang berkomitmen menciptakan suatu dunia yang lebih adil. Mayoritas menunjukkan bahwa yang diharapkan dari universitas tempat mahasiswa belajar adalah kualifikasi untuk bekerja.

Persis di sini letak kepincangan pendidikan; bahwa hasrat akan efisiensi sangat mendominasi motivasi para pelajar dan bukan pada internalisasi nilai-nilai. Jika prinsip efisiensi yang diutamakan maka Perguruan Tinggi hanya menjadi mesin yang memproduksi manusia untuk bekerja. Tentu, tak jauh bedanya dengan logika pasar.

Absennya internalisasi nilai-nilai akan berdampak pada degradasi nilai etis-moral dan profesionalisme yang sering terjadi dalam dunia kerja dan birokrasi. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme adalah dampak konkret dari absennya internalisasi nilai-nilai untuk menyebut beberapa contoh.

Ada juga 2 tantangan lain dalam Pendidikan Tinggi Indonesia yang disebutkan Pater Budi yakni kualitas Pendidikan Tinggi di tengah persaingan global dan Pendidikan Tinggi menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan masyarakat 5.0. Dari segi akses, pendidikan Indonesia terbilang sangat menjangkau tetapi kualitas personal para pelajar tidak sebanding dengan kemajuan akses tersebut.

Hal ini terbukti dari minimnya manusia yang bekerja profesional dan manajerial. Dalam Stars University Ranking pada 2018, demikian Pater Budi menjelaskan, Pendidikan Tinggi Indonesia menempati urutan ke 250-an. Sedangkan dalam konteks ASEAN, Indonesia menempati urutan ke-9 kendati dari segi akses, Indonesia terbilang maju ketimbang negara-negara lain.

Dalam konteks revolusi industri 4.0, tantangan Pendidikan Tinggi menyasar antara lain pada persoalan kebebasan dan tanggung jawab di tengah determinasi Big Data. Jika semua aspek kehidupan pada akhirnya menghamba pada Big Data dan semua keahlian diambil alih oleh mesin maka kebebasan manusia tentu mesti direfleksikan secara serius.

Manusia dengan dirinya yang integral ditantang. Di samping itu, pendidikan digempur habis-habisan oleh tendensi selfie dan selfishness yang boleh jadi menjebak pendidikan pada superfisialitas, kedangkalan karena mengejar popularitas.

Laudato Si Action Platform dan Budaya E.P.I.C

Pater Budi pada bagian akhir pemaparannya menganjurkan Pendidikan Tinggi untuk terlibat dalam Laudato Si Action Platform. Sudah ada 153 Universitas di dunia yang berkomitmen untuk menjalankan Laudato Si Action dengan beragam agenda kerja nyata.

Namun, di Indonesia baru ada 3 universitas yang menyatakan siap; Universitas Sanata Dharma, Univeristas Soegijapranata, dan Universitas Widya Mandira Kupang. Persis, di NTT baru ada satu perguruan tinggi yang menyatakan siap.

Platform yang berjangka waktu 7 tahun itu didasarkan pada 4 pilar: Doa Pribadi dan Bersama, Edukasi, Aksi dan Advokasi (membangun tindakan yang lebih sistematis dan konsisten). Perguruan Tinggi mesti secara responsif berkomitmen pada persoalan sosial yang konkret termasuk terlibat dalam Laudato Si Action.

Pater Budi juga mengutip P. Antonio Pernia, SVD tentang bagaimana Gereja mendengar kaum milenial untuk merumuskan model keterlibatannya yang tepat sasar dan sadar konteks. Dari hasil temuannya, Antonio Pernia menyebut bahwa kaum milenial melekat dengan budaya EPIC.

Demikian E.P.I.C itu dijabarkan sebagai berikut. Experience: karakteristik milenial yang lebih menyukai pengalaman. Orang memang tertarik pada teori tetapi lebih menyukai teori yang dikaitkan dengan pengalaman.  Teori menjadi menarik kalau mereka sendiri telah mengalaminya. Partisipatory: terlibat dan menjadi bagian dari sebuah proses pengambilan keputusan dan keterlibatan dalam proses belajar. Sebuah karakteristik yang condong pada keaktifan dan bukan pada kepasifan.

Image Driven: lebih terdorong untuk berpikir dan merasa melalui gambar-gambar, analogi dan cerita-cerita. Connected: milenial adalah orang yang terkoneksi, terhubung lewat media. Jika Rene Descartes dengan adagium terkenalnya Cogito Ergo Sum (Aku berpikir maka aku ada) maka milenial dewasa ini memegang prinsip Colligo Ergo Sum; saya terhubung maka saya ada.

Dengan basis riset ini, ASG yang hanya dipandang sekedar seruan moral itu dapat didaratkan sesuai situasi zaman. Tinjauan ASG yang komprehensif dari Pater Budi sepatutnya mendorong Perguruan Tinggi (baik Katolik maupun non-Katolik kendati merumuskan ASG dengan cara yang berbeda tetapi dengan spirit yang sama) mengevaluasi geliatnya terutama merombak kepasifan terhadap persoalan sosial-politik dan mulai tergerak untuk menentukan keberpihakannya lewat aksi-aksi konkret.

*Penulis adalah Anggota KMK dan Diskusi Filsafat Ledalero

Miris, Gedung SMKN 7 Ende Belum Diperbaiki Pemprov NTT Pasca Bencana

0

Ende, Ekorantt.com – Tiga ruang kelas SMKN 7 Ende di Moni, Desa Detuena, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende rusak akibat bencana pada Agustus 2021 lalu.

Infrastruktur sekolah tersebut hingga kini belum diperbaiki Pemerintah Provinsi NTT. Akibatnya, aktivitas belajar mengajar di sekolah terganggu selama setahun lebih.

Sebelumnya, Pemkab Ende melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah menyalurkan tenda darurat untuk mengurangi risiko proses belajar mengajar. Namun, tenda itu telah rusak dan tidak dapat digunakan lagi.

Pihak sekolah meminta perhatian pemerintah untuk segera merenovasi kerusakan tersebut.

“Sudah satu tahun belum diperbaiki. Kami sudah lapor dan ajukan proposal baik ke Pemkab (Ende) maupun Dinas Pendidikan Provinsi NTT. Mudah-mudahan Bapak Gubernur bisa perhatikan nasib sekolah ini,” ungkap Fabianus Gheta kepada Ekora NTT, Senin (17/10).

Diberitakan sebelumnya, hujan dengan intensitas tinggi mengguyur sejumlah wilayah di Kabupaten Ende, Agustus 2021.

Hujan lebat yang melanda wilayah Moni, Desa Detuena, Kecamatan Kelimutu menyebabkan tiga unit ruang kelas SMKN 7 Ende ambruk diterjang material longsor.

Dukcapil Ende dan Tokoh Agama Teken MoU Percepatan Adminduk

0

Ende, Ekorantt.com – Ivonasi untuk memberikan pelayanan cepat, tepat dan efisien bagi masyarakat kembali digagas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Ende, NTT.

Disdukcapil bersama tokoh agama meneken nota kesepahaman (MoU) untuk mempercepat pelayanan administrasi kependudukan (Adminduk).

Penandatangan nota kerja sama itu dilakukan oleh Kepala Dinas Dukcapil Lambertus Sigasare dan Kevikepan Keuskupan Agung Ende, Pengadilan Agama Ende, Kantor Departemen Agama Kabupaten Ende dan Majelis Gereja Masehi Injil di Timor- Ende, Senin (17/10).

Lambetus menjelaskan inovasi tersebut dalam rangka meningkatkan pelayanan prima dan percepatan kepemilikan seluruh dokumen administrasi kependudukan bagi masyarakat Kabupaten Ende.

Adapun inovasi pelayanan terintegrasi yang tertuang dalam kerja sama itu diantaranya; inovasi Kanda 3 in 1 atau kawin nanti dapat adminduk.

Dalam program ini, bila pasangan yang menikah di gereja atau di luar gereja akan memperoleh tiga dokumen sekaligus yaitu Akta Perkawinan, Kartu Keluarga (KK) dan KTP-Elektronik yang telah berubah status dari belum kawin menjadi kawin.

Kedua, inovasi Panda 3 in 1 atau permandian nanti dapat administrasi kependudukan). Nantinya, anak yang dipermandikan di gereja atau di luar gereja akan memperoleh tiga dokumen sekaligus yaitu Kartu Keluarga, Akta Kelahiran dan Kartu Identitas Anak (KIA).

Inovasi ketiga adalah Kaida 2 in 1 atau kawin itsbad dapat administrasi kependudukan. Bila ada pasangan yang menikah itsbad akan memperoleh dua dokumen Kartu Keluarga, dan KTP-El yang telah berubah status dari yang belum kawin menjadi kawin.

Keempat adalah inovasi Canda 3 in 1 (cerai nanti dapat administrasi kependudukan). Program ini khusus untuk pasangan yang bercerai akan memperoleh tiga dokumen antara lain, Kartu Keluarga, Akta Perceraian dan KTP yang telah berubah status dari kawin menjadi cerai hidup.