Tiga Napi Rutan Kelas II Ruteng Larikan Diri, Karutan: Kami Kekurangan Personel

0

Ruteng, Ekorantt.com – Tiga narapidana (Napi) di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Ruteng, Kabupaten Manggarai melarikan diri dari Rutan setempat, Senin (17/1/2022) sore.

Kepala Rutan Kelas II B Ruteng, Adrian menjelaskan, saat itu dirinya mengimbau semua napi untuk masuk ke kamar, sebab sore itu hujan.

“Pas saya dapat informasi ada napi yang kabur lewat pintu pos belakang, pas malam itu juga kita buat surat untuk konfirmasi ke Kapolres dan anggota saya juga langsung lakukan pencarian dan anggota saya lagi di Iteng karena ada satu orang Iteng,” tutur Adrian kepada Ekora NTT di Rutan Kelas II B Ruteng, Rabu (19/1/2022).

Ketiga napi tersebut yakni Egi Harsono Agung alias Egi dengan kasus pencurian, Oswaldus Sari Alias Yos dengan kasus pelecehan anak, dan Martinus Muda Holo alias Markus dengan kasus pencurian.

“Kita sudah minta bantuan Kapolres juga untuk meminta anggotanya mencari tiga napi ini,” tegasnya.

Menurut Adrian, pihaknya masih kekurangan personel untuk menjaga di beberapa titik.

“Kami kekurangan personel. Di sini jumlah personel hanya 6 orang dan layaknya harus 8 orang. Karena di sini penjagaan harus ada setiap blok. Karena kekurangan personel jadi harus bergerak semua untuk kontrol setiap blok,” jelasnya.

Sementara itu, Kapolres Manggarai, AKBP Yoce Marten meminta pihak keluarga maupun masyarakat umum yang menemukan ketiga napi ini untuk serahkan mereka ke kantor polisi terdekat atau dikembalikan ke Rutan Kelas II B Ruteng.

“Kepada warga masyarakat terutama keluarga dari tiga orang binaan yang melarikan diri tersebut, apa bila menemukan atau mereka pulang, ya imbauan kita diserahkan kembali ke kantor kepolisian atau kantor polisi terdekat atau bawah kembali ke  lapas atau Rutan di Ruteng,” kata AKBP Yoce.

Dikatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kapolres Manggarai Barat dan Kapolres Manggarai Timur untuk membantu proses pencarian ketiga napi tersebut.

“Siapa tahu mereka temukan di sana untuk bantu kita di sini,” jelasnya.

AKBP Yoce mengakui bahwa kemarin ia langsung mendapat surat dari Lapas perihal adanya warga binaan yang melarikan diri.

“Saya langsung teruskan baik Satuan intel, Reskrim termasuk jajaran untuk bantu mencari tiga orang tersebut,” ujarnya.

Pengakuan Karutan setempat, kata AKBP Yoce, saat ini mereka masih kekurangan personel untuk menjaga di beberapa titik.

“Tinggal mungkin itu menjadi catatan ke depan dengan kurangnya personel tersebut berarti harus ada CB atau cara bertindak yang harus kita kaji lagi,” terangnya.

Adeputra Moses

Warga Terdampak Desak Pemerintah Segera Bangun Waduk Mbay di Lambo

0

Mbay, Ekorantt.com – Mayoritas warga terdampak pembangunan Waduk Mbay di Lambo yakni dari wilayah Ndora, Lambo dan Rendu menggelar demonstrasi di Mbay pada Rabu (19/01/2022).

Mereka mendesak pemerintah agar segera melaksanakan proses pembangunan Waduk Mbay yang berlokasi di Lowose. Aksi mereka diterima oleh Wakil Bupati Nagekeo Marianus Waja didampingi Asisten 1 Drs. Imanuel Ndun dan Kepala Bagian Administrasi Pemerintah Oskar Sina.

Adapun pernyataan sikap dan tuntutan masyarakat Ndora, Lambo dan Rendu dalam aksi demo percepatan pembangunan proyek strategis nasional (PSN) tersebut yakni ;

Pertama, Forum Masyarakat Adat (FMA) dari ketiga komuitas (Lambo, Ndora dan Rendu) adalah komunítas masyarakat adat yang sejak awal mendukung pemerintah dan tetap mendukung penuh pembangunan Waduk Mbay/Lambo di lokus yang telah ditetapkan oleh Bapak Gubernur NTT.

Kedua, Forum Masyarakat Adat menuntut pemerintah dan semua pihak terkait untut segera mempercepat proses pembayaran kompensasi kepada masyarakat terdampak sesuai dengan haknya masing-masing yang terpetakan dalam peta bidang Waduk Mbay/Lambo.

Ketiga, Forum Masyarakat Adat mengecam keras dan menolak campur tangan pihak luar dalam hal ini Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang tidak berkepentingan dengan pembangunan PSN ini di wilayah tiga komunitas masyarakat adat dimaksud.

Keempat, Forum Masyarakat Adat hanya berkepentingan dengan pemerintah dan unsur terkait yang berkewenangan mengatur dan menata agar Labolewa, Ulupulu dan kehidupan kami masyarakat di tiga wilayah Desa Rendubutowe untuk keluar dari isolasi kemiskinan dan ketertinggalan, agar hidup menjadi lebih baik dan sejahtera melalui PSN Waduk Mbay/Lambo.

Kelima, Forum Masyarakat Adat memberikan ultimatum tegas kepada Organisasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) untuk segera keluar dari wilayah tiga komunitas adat dimaksud. Karena kehadiran organisasi AMAN tidak dibutuhkan oleh kami masyarakat adat dan tidak bermanfaat dalam urusan PSN Waduk Maby/Lambo.

Keenam, Forum Masyarakat Adat mengutuk keras tindakan aksi buka baju oleh sebagian kelompok mama-mama di Desa Rendubutowe, karena sangat merusak citra martabat dan harga diri kaum perampuan pada umumnya dan bertolak belakang dengan nilai-nilai budaya ketiga komunitas adat khususnya dan Nagekeo pada umumnya.

Ketujuh, Forum Masyarakat Adat menuntut kepada pemerintah dan pihak terkait untuk konsisten dengan dengan tahapan proses yang telah berjalan. Dan Forum Masyarakat Adat konsisten dengan semua point-point tuntutan dan peryataan sikap yang pernah disampaikan oleh ketiga komunitas adat pada saat tahapan sosialisasi pelaksanaan fisik di wilayah kecamatan masing-masing.

Kedelapan, Forum Masyarakat Adat meminta aparat keamanan (Polri) untuk mengawal dan menjaga keamanan masyarakat di wilayah tiga desa selama proses pembangunan Waduk Mbay/Lambo.

Kesembilan, Forum Masyarakat Adat dengan tegas mempertanyakan dasar laporan pelapor perihal penggelapan tanah terhadap 82 orang masyarakat Labolewa, dan meminta Bapak Kapolres Nagekeo untuk memfasilitasi mempertemukan antara Forum Masyarakat Adat beserta 82 orang terlapor dengan pihak pelapor agar ada bentuk penyelesaian dan berkepastian hukum.

Untuk diketahui, pembangunan Waduk Mbay di Lambo akan dilaksanakan bertahap. Saat ini sedang pada tahap peningkatan akses jalan masuk menuju ke Lowose dan ke wilayah Desa Rendubutowe.

Begitupula proses pembayaran ganti rugi lahan terdampak kini sedang diproses.

Ian Bala 

Sekjen KPA : Proyek Strategis Nasional Terkesan Dipercepat, Abaikan Hak-hak Rakyat

0

Mbay, Ekorantt.com – Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika membeberkan tipe-tipe konflik agraria yang diciptakan oleh pemerintah terhadap masyarakat adat dan petani.

Dalam rangka pembangunan infrastruktur proyek strategis nasional (PSN) di Indonesia, hak-hak masyarakat rentan diabaikan. Bahkan, kata Dewi, strategi memecah belah masyarakat tingkat bawah untuk menimbulkan konflik horisontal justru selalu diangkat.

“Padahal ini adalah konflik agraria pada tingkat struktural. Artinya masyarakat akan berhadapan dengan perusahan berskala besar termasuk di dalamnya ada pemerintah,” ujar Dewi dalam Konferensi Pers Konsolidasi Gerakan Masyarakat Sipil di Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo pada Rabu (19/01/2022) pagi.

Dewi menyebutkan beberapa tipe-tipe konflik agraria terhadap masyarakat adat dan petani, yakni pertama; proyek-proyek strategis nasional yang dipercepat oleh pemerintah.

“Yang terjadi di Rendu (Nagekeo), bahwa pembangunan Waduk Lambo sedang dipercepat proses pengadaan tanah dan pengukuran. Tetapi sayangnya, proses dilakukan sangat tertutup dan memaksa sehingga terjadi konflik agraria yang dihadapi masyarakat setempat,” kata Dewi.

Sementara konflik agraria yang kedua ialah terkait penerbitan hak-hak guna usaha (HGU) bagi perusahan-perusahan berskala besar.

Ia mengatakan pihaknya mendengar testimoni masyarakat terkait HGU atau perusahan perkebunan itu sebenarnya masuk ke dalam wilayah hidup masyarakat.

“Sehingga statusnya menjadi tumpang tindih yang menimbulkan konflik berkepanjangan,” ujar dia.

Ketiga adalah konflik agraria struktural yaitu dimana masyarakat berhadap-hadapan dengan klaim kawasan hutan. Kawasan hutan dimana memasukan kampung-kampung adat ke dalam klaim kawasan hutan negara.

Keempat ialah konflik agraria akibat operasi kerusakan pertambangan yang merampas tanah masyarakat adat. “Jadi itu tipe-tipe yang kita dengar secara langsung untuk kemudian merancang strategis kerja kita ke depan,” tegas Dewi.

Pengadaan Tahan Dipercepat

Dewi menuturkan KPA setiap tahun mendapatkan laporan konflik agraria, kasus-kasus perampasan tanah, penggusuran wilayah adat termasuk intimidasi dan kriminalisasi yang dialami masyarakat adat, petani dan aktivis di NTT.

Sejak pandemi Covid-19 dua tahun terakhir, PSN sedang diakselerasi percepatannya pengadaan tanah dan pembebasan lahan lebih cepat tanpa mempertimbangkan hak-hak hidup masyarakat.

Hal itu dipicu oleh UU Cipta Kerja yang sudah disahkan dimana UU Pengadaan Tanah semakin dipermudah bagi investasi skala besar sehingga semakin mudah pula penetapan lokasi.

“Masalahnya, prosesnya sangat tertutup sehingga masyarakat hanya bisa meraba-raba, menerka-nerka sebenarnya rencana pembangunan itu seperti apa. Dan bagaimana nasib masyarakat yang wilayah akan tergusur,” ujar Dewi.

Ia menambahkan PSN selama pandemi semakin meningkat, bahkan di 2021 PSN meningkat hampir 50%. Pada tahun 2021, proses pengadaan tanah untuk proyek-proyek strategis nasional termasuk di Waduk Lambo kurang lebih sudah mencapai 11.000 hektar.

“Kita sudah pernah meminta Presiden agar konflik agraria hampir 50% itu diharapkan segera diselesaikan. Tapi justru ini tidak berjalan. Sehingga pengukuran tanah secara paksa, pemaksaan pembebasan lahan masih dilakukan,” katanya.

Dengan konsolidasi masyarakat sipil se-daratan Flores-Lembata ini, Dewi mengharapkan agar ada gerakan masyarakat adat untuk menekan konflik agraria secara paksa.

Untuk diketahui, hadir dalam konferensi pers ialah Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi, Direktur Eksekutif FWI Mulfi Fathul Barri dan Direktur Eknas WALHI Zenzi Suhadi.

Ian Bala

Wabup Flotim Perintahkan Inspektorat Audit Kinerja Dinkes Terkait Gagal Cair Dana 15,2 M

0

Larantuka, Ekorantt.com – Wakil Bupati Flores Timur, Agustinus Payong Boli, menginstruksikan kepala Inspektorat untuk mengaudit kinerja Dinas Kesehatan (Dinkes) terkait gagalnya pencairan dana BOK senilai 15,2 milyar. Pasalnya, akibat gagalnya pencairan, pihak Puskesmas di Flotim mengalami kesulitan untuk melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

“Hal ini janganlah dianggap hal yang biasa, tetapi sebuah keadaan luar biasa yang memprihatinkan,” tegas Wabup Flotim, Agustinus Payong Boli, Rabu (19/1/2022).

Menurutnya, pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) mempunyai otoritas yang diberi oleh bupati melalui peraturan daerah tentang pelimpahan wewenang. Namun, akibat kelalaian, Pemda kehilangan dana yang sangat besar.

“Masa tugas pokok saja lupa, padahal kita dibayar rakyat melalui Negara setiap bulan. Akibat kelalaian ini kita kehilangan angka yang sangat besar Rp.15,2 M,” ujarnya.

Ia menegaskan hasil audit Inspektorat akan direkomendasikan kepada bupati untuk diberikan punishment kepada pegawai lalai, mulai dari peringatan sampai penurunan pangkat golongan.

“Sekaligus menjadi contoh pijakan ke depan soal kinerja baik atau buruk,” tegasnya.

Yurgo Purab

Anak Sungai Meluap, Warga Desa di Kecamatan Tanawawo Terisolir

0

Maumere, Ekorantt.com – Hujan deras mengguyur wilayah Kabupaten Sikka, Rabu (19/1/2022). Akibatnya, sejumlah anak sungai di ruas jalan yang menghubungkan Kecamatan Paga dengan Kecamatan Tanawawo  meluap.

Aktivitas warga pun terhambat karena arus transportasi yang menghubungkan beberapa desa di Tanawawo macet.

“Kondisi ini terjadi lantaran ketiadaan jembatan di sejumlah anak sungai. Agar bisa melewati derasnya arus banjir, kami harus mengeluarkan uang sebesar Rp10.000, untuk membayar jasa pemuda yang menyeberangkan kendaraan dengan cara memikul kendaraan roda melintasi arus sungai,” ujar Nong Noldi, warga Desa Loker kepada Ekora NTT.

Belum sampai lima menit kendaraannya diseberangkan oleh sejumlah pemuda setempat

Saat dihubungi melalui sambungan seluler, Camat Tanawawo, Yoris Da Cunha mengatakan, wilayah Kecamatan Tanawawo merupakan salah satu kecamatan yang rawan akan bencana banjir dan juga tanah longsor.

“Setiap tahun kami harus menunggu berjam-jam jika terjadi banjir. Lantaran tidak adanya jembatan. Tahun lalu ada jalan dan jembatan yang putus dan hingga kini belum dibangun kembali secara permanen,” kata Yoris.

Yoris bilang, warga terpaksa membuat jembatan darurat agar bisa dilalui saat kondisi normal. Dan saat musim hujan seperti sekarang warga sepuluh desa di Tanawawo pasti terisolir.

Camat Yoris berharap, pemerintah Kabupaten bisa membangun jembatan di sejumlah aliran anak sungai agar warga dan arus transportasi tidak terganggu meski pada musim hujan.

Minim Sarana Permainan Edukatif, Pengelola PAUD Nelle: Tiada Rotan-Akar Pun Jadi

Maumere, Ekorantt.com – Alat Permainan Edukatif (APE) sebagai salah satu sarana penting untuk mendukung kegiatan pembelajaran bagi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Namun sayang, minimnya alat permainan dalam (ruangan) membuat Pengelola PAUD Stella Maris, Desa Nelle Lorang, Kecamatan Nelle, Kabupaten Sikka, Elisabeth Martina (48) putar otak untuk mencari jalan keluar. Ia menggunakan biji-bijian sebagai pengganti.

“Kami menggunakan barang dari alam dan barang bekas lainnya. Seperti istilah klasik tiada rotan akar pun jadi. Anak-anak sangat menikmati semua peralatan seadanya itu,” ujar Martina kepada Ekora NTT, Rabu (19/01/2022).

Mery, demikian ia disapa, mengatakan untuk membuat alat permainan edukatif ia menggunakan kemiri, jagung, dan kelor sebagai pengganti. Ia juga menggunakan barang bekas seperti kardus sebagai alat edukatif.

Ia menyatakan lembaga pendidikan usia dini itu masih minim alat permainan edukatif dalam seperti mobil-mobilan, permainan masak, boneka, puzzle balok, mainan pesawat, helikopter.

Kemudian kurangnya bahan mainan tiruan buah-buahan, tiruan binatang peliharaan, binatang hutan, binatang laut dan serangga.

“Murid dari tahun ke tahun bertambah. Saat ini tercatat 22 orang dengan kisaran usia 3-4 tahun. Alat permainan edukatif masih sangat  kurang dibanding dengan jumlah murid dan insentif tutor tidak menyurutkan semangat kami,” kata Mery.

Insentif dari desa sebesar Rp150 ribu tidak mematahkan semangat para tutor dan pengelola PAUD tersebut. Bahkan mereka berkomitmen untuk tetap sabar demi mencerdaskan anak bangsa.

“Menyandang nama Stella Maris yaitu Bunda Maria yang memiliki salah satu gelar yaitu Bintang Laut sebagai pembimbing dan pelindung bagi pekerja di PAUD. Oleh karenanya anak-anak PAUD kami anggap sebagai malaikat-malaikat kecil,” ujar Mery.

Pada bagian lain, Mery juga tak menafikan belasan tahun (sejak 2009) mengabdi di PAUD Stella Maris dengan insentif jauh dari yang diharapkan. Dan juga dengan kehidupan keluarga dengan empat orang anak tentu butuh perbaikan kesejahteraan hidup keluarga.

“Sebagai tutor PAUD tentu juga sama dialami oleh teman-teman tutor lainnya di Kabupaten Sikka yang sudah mengabdi belasan tahun mencerdaskan anak bangsa,  kami minta perhatian Pemerintah Kabupaten Sikka,” ucap Mery.

Untuk diketahui, sejak tahun 2017-2019 insentif tutor dari Desa Nelle Lorang sebesar Rp150 ribu per bulan. Tahun 2020, pihak desa mengasistensi ke BPMD dan tidak bisa dibiayai karena PAUD tersebut milik perorangan. Sejak Januari 2022, PAUD tersebut diserahkan ke Pemerintah Desa Nelle Lorang.

Yuven Fernandez

Mahasiswa PBSI Unika St. Paulus Ruteng Gelar Nobar dan Diskusi Film

0

Ruteng, Ekorantt.com – Mahasiswa semester tiga Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Unika St. Paulus Ruteng menggelar acara nonton bareng (Nobar) dan diskusi film Koboy Kampus di Rumah Baca Aksara, Kecamatan Langke Rembong pada Selasa sore (18/1).

Acara nobar dan diskusi film  dipandu Adriani Miming. Pemantik diskusinya ada  Emanuel Suryadi dan Agustom Ricki Manu.

Arnolda Elan salah satu peserta Nobar dan diskusi mengemukakan kegiatan ini sangat bermanfaat bagi dirinya dan juga teman-teman kelasnya.

“Film yang kami tonton itu bagus. Diangkat dari kisah nyata seniman besar Indonesia Pidi Baiq. Meskipun film ini dirilis dari tahun 2019 dan kami nonton lagi sekarang pesannya dapat,” ujar Elan.

Elan juga mengemukakan ia dan teman-temannya memilih film ini karena menceritakan pergerakan mahasiswa dalam melawan kerasnya politik pada era Orde Baru.

Sebagai pemantik diskusi Emanuel Suryadi dan Agustom Ricki Manu   mengapresiasi terselenggaranya kegiatan nobar dan diskusi film Koboy Kampus.

“Ruang diskusi harus selalu masif dibuat untuk menciptakan  akselerasi pemikiran dalam merumuskan gerakan-gerakan perubahan. Film yang dipilih ini sangat bagus jadi kompleksitas maknanya penuh dengan pesan perjuangan bagi mahasiswa,” ujar Emanuel Suryadi.

Agustom Ricky Manu mengemukakan film yang dipilih untuk ditonton bersama mengandung pesan agar mahasiswa sadar pada eksistensinya sebagai pelopor gerakan perubahan.

Acara nobar dan diskusi ini diselingi lagu dan puisi dari anggota komunitas Rumah Baca Aksara.

Kontributor: Adriani Miming

Kebakaran Rumah di Lembata, Satu Orang Tewas

0

Lewoleba, Ekorantt.com –Nasib malang menimpa Ursula Meme (89), warga Lamahora Timur, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata. Ia harus meregang nyawa setelah rumah miliknya ludes dilahap si jago merah pada Rabu, 19 Januari 2022, sekitar pukul 07.30 Wita.

Atas kejadian itu, Kasat Reskrim, Iptu Johanis Blegur bersama timnya turun ke lokasi untuk melakukan olah TKP.

Kasat Reskrim Polres Lembata, Iptu Johanis Blegur mengatakan kebakaran tersebut diduga akibat adanya hubungan arus pendek.

“Kebakaran rumah tersebut diduga adanya hubungan arus pendek listrik, dan korban meninggal karena lumpuh dan tidak bisa menghindar dari kebakaran tersebut,” ungkap Iptu Johanis.

Yuliana Adriana Meme (37), salah satu saksi, mengatakan bahwa sekitar jam 07.00 Wita,  ia menghantar anaknya ke rumah saudara Stef Ola.

“Ketika saya pulang, rumah korban sudah terbakar,” ungkap Adriana.

Saksi lain, Yosep Pati Belaja (52) menuturkan bahwa ia sedang bekerja di depan rumah. Dilihatnya rumah tempat kejadian itu terbakar.

Ia pun bergegas memanggil Arki, saudaranya. Mereka pun bergegas ke tempat kejadian dan berusaha memadamkan api dengan air sambil berterima meminta tolong.

“Pada saat kami padamkan api, kami tidak mengetahui bahwa ada korban di dalam rumah. Setelah beberapa saat warga mulai berdatangan dan membantu memadamkan api dan setelah api mati barulah kami tahu bahwa ada korban di dalam rumah yang mana korban sudah terbakar  dan meninggal dunia,” ungkapnya.

Sementara itu, Yuliana yang adalah cucu Ursula Meme juga menyampaikan, korbanselama ini tinggal sendiri dan dalam keadaan sakit lumpuh.

“Korban selama ini tinggal di Lewolein karena ada kejadian banjir bandang tahun lalu sehingga saya sebagai cucu menjemput korban dan tinggal bersama saya,” ungkapnya.

Sementara itu, anak kandung korban, Bruno Kewaman (55) membenarkan bahwa korban sejauh ini tinggal bersama Yuliana Adriana Meme yang adalah cucu korban.

“Korban selama ini sakit dan lumpuh sudah sekitar 6 tahun jadi makan dan minum hanya di tempat saja,” tutur Bruno.

Sebagai anak kandung korban, ia mewakili keluarga menerima kematian korban sebagai suatu musibah. Pihak keluarga membuat surat pernyataan menerima kejadian sebagai musibah.

Yurgo Purab

Tak Hiraukan Gelombang Tinggi, Para Penjual di Pasar Inpres Larantuka Nekat Menyeberang ke Adonara

0

Larantuka, Ekorantt.com – Hujan deras mengguyur Kota Larantuka pada Rabu (19/1/2022). Terlihat mama-mama penjual sayuran di Pasar Inpres Larantuka, berjalan kaki menuju pantai susteran, Kelurahan Sarotari.

Banyaknya barang bawaan, terpaksa sebagian barang dijunjung di kepala, sebagian lagi dijinjing dengan tangan. Hal itu semata-mata mereka lakukan agar bisa menyeberang ke pulau Adonara.

Meski riak gelombang lumayan besar, mereka nekat pulang kampung lewat jalur lain. Jalur itu tak biasa mereka lewati sebelumnya.

Soalnya, derasnya gelombang yang terbantun di bibir pantai mengakibatkan perahu-perahu nelayan tak bisa berlabuh dengan baik.

“Kita mesti cari tempat yang berpasir, supaya perahu bisa sandar. Memang tadi kita lewat Pelabuhan Hariona langsung ke pasar. Karena sekarang gelombang tinggi, jadi kita tidak bisa lewat jalur itu. Apalagi talaud sudah kasih naik, jadi bodi (perahu-red)  tidak bisa sandar,” kata Mama Mit.

Meski diterjang gelombang tinggi, wajah Ibu Mit, perempuan paruh baya asal Desa Waiwadan itu nyaris tak ada sedikit pun rasa takut.

“Memang gelombang besar sekali di pasar, no. Tapi,  kami tidak takut. Kami biasa pulang pergi jual pisang di pasar. Kadang air laut naik di perahu juga,” ungkapnya saat menunggu perahu di bibir pantai.

Penjual yang lain mengatakan, mereka harus lewat jalur lain, mengingat pelabuhan umum dan pelabuhan Tobilota sudah dilarang oleh petugas di pelabuhan.

“Di pelabuhan shabandar larang, Tobilota shabandar tahan.Torang (kita-red)  ini orang pasar, tiap hari kita ke pasar no,” ujar seorang penjual yang tak mau namanya disebutkan.

Pantauan Ekora NTT, di pelabuhan Pantai Palo, aktivitas penyebrangan masih berjalan seperti biasa. Masih ada aksi bongkar muat penumpang dan barang sepanjang garis pantai. Meski cuaca agak ekstrem, kondisi itu tidak begitu menyulitkan para pengojek laut untuk bertandang ke pulau seberang.

Sementara itu, puluhan ibu-ibu penjual asal pulau Adonara nekad berlayar dengan perahu yang dipesan lewat jalur pantai susteran.

Mereka harus membagi dua kali pelayaran, karena ditegur seorang petugas dari kantor perhubungan.

Kepala kantor UPP Kelas II Syahbandar Larantuka, Usman Laude Ali, ketika dihubungi Ekora NTT mengatakan bahwa saat ini, ada penundaan pelayaran mengingat situasi cuaca yang tidak bersahabat.

“Saat ini kita masih menunda keberangkatan kapal, karena cuaca buruk. Sebentar lagi sudah redah baru bisa berlayar,” tandasnya.

Untuk diketahui, puluhan ibu-ibu itu berasal dari pulau Adonara. Mereka datang ke pasar Inpres Larantuka guna menjual barang dagangan mereka. Rata-rata mereka adalah penjual buah-buahan dan sayur-sayuran.

Yurgo Purab

Nelayan Oesapa-Kupang Mengeluh Hasil Tangkapan Ikan Merosot

0

Kupang, Ekorantt.com — Ketua Komunitas Nelayan Angsa Laut di Kelurahan Oesapa, Kota Kupang, Moehamad Mansur Doke meriwayatkan nasib hasil tangkapan ikan para nelayan di wilayah itu yang beberapa tahun terakhir ini menurun drastis.

Berbeda dengan pendapatan hasil tangkapan ikan pada tahun 1999 hingga awal tahun 2000-an yang disebut mendapat keuntungan melimpah. Keuntungan bersih pada era itu, klaim Mansur, mencapai Rp 10 juta hingga 15 juta per bulan.

“Namun, beberapa tahun belakangan hasil tangkapan menurun jauh, jauh sekali. Jangankan keuntungan lima juta, keuntungan dari hasil tangkapan untuk mencapai tiga juta per bulan saja sekarang susah sekali,” ungkap Mansur pada Cofee Meeting yang diselenggarakan oleh Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Hivos) dalam acara Peluncuran Program Voices For Just Climate Action di Kafe Petir, Oebobo, Kota Kupang, Selasa (19/01/2021).    

Dalam acara yang bertajuk ‘Suara untuk Aksi Perubahan Iklim’ tersebut, Mansur menuturkan beberapa tahun terakhir ini terjadi  perubahan fenomena atau peristiwa alam yang tidak lagi sesuai dengan petunjuk-petunjuk pengetahuan lokal yang dipelajarinya selama menjadi nelayan. 

“Perubahan cuaca yang tidak menentu. Pergerakan ikan yang tidak lagi sesuai dengan musim. Semua itu-kan dapat dibaca melalui petunjuk alam. Tapi, kini sudah tidak sesuai lagi. Berubah jauh sekali dari biasanya,” tutur Mansur.     

Semula, kata Mansur, para nelayan tidak mengetahui perubahan fenomena alam yang tidak biasanya ini merupakan dampak dari perubahan iklim. 

Namun, belakangan dengan adanya sosialisasi yang dilakukan oleh Yayasan Hivos barulah para nelayan paham bahwa perubahan cuaca yang tidak menentu dan perubahan pergerakan ikan di luar dari musim yang berdampak pada hasil tangkapan nelayan menurun memiliki korelasi yang erat dengan perubahan iklim. 

Dalam testimoninya, Mansur menuturkan bahwa nasib para nelayan pesisir Oesapa kian diperparah dengan kehadiran kapal-kapal besar yang menangkap ikan di wilayah pesisir. Menurut Mansur, zona itu hanya dikhususkan bagi nelayan tangkap pesisir.

“Kapal-kapal ikan besar sudah masuk ke wilayah pesisir untuk tangkap ikan. Kita yang nelayan kecil tentu saja tidak memperoleh hasil tangkapan yang baik karena zona tangkapan kita sudah dikerubuti kapal besar,” ungkap Mansur.   

Kebijakan Harus Selaras dengan Nelayan

Dina Soro, Koordinator Program Voices For Just Climate Action (VCA) Hivos untuk wilayah NTT menjelaskan bahwa dampak perubahan iklim global sangat mempengaruhi seluruh sektor kehidupan manusia terutama sektor kelautan dan perikanan. 

“Selama ini fokus isu perubahan iklim sudah banyak diulas terkait dampaknya terhadap isu kelompok rentan masyarakat di darat. Kami mengambil fokus pada kelompok rentan nelayan. Nelayan sangat merasakan sekali dampak dari perubahan iklim dimana terjadi naiknya permukaan air laut, perubahan cuaca yang tidak menentu yang ditandai dengan gelombang tinggi dan angin kencang, serta perubahan ekosistem laut karena adanya perubahan suhu air laut dampak dari perubahan iklim. Semua itu mengarah pada kesejahteraan hidup nelayan karena hasil tangkapannya menurun,” tutur Dina beberapa saat usai acara Cofee Meeting.

Dina menjelaskan bahwa dampak perubahan iklim global mempengaruhi sistem pengetahuan melaut masyarakat lokal berubah sangat jauh dan tidak pasti.

“Biasanyakan nelayan kita di NTT, memiliki sistem pengetahuan lokal terkait dengan arah angin, badai, dan siklus migrasi ikan. Namun, pengetahuan-pengetahuan lokal ini hampir tidak bisa digunakan lagi. Berubah sangat jauh karena dampak dari perubahan iklim,” tutur Dina. 

Selain itu, kata Dina, dampak perubahan iklim sangat dirasakan oleh nelayan pesisir di Oesapa antara lain yakni adanya instrusi air laut ke wilayah tinggal masyarakat dan naiknya permukaan air laut yang merusak perahu dan rumah warga saat musim barat tiba.   

Menurut Dina, perlu adanya kebijakan pemerintah yang mengakomodir keselamatan dan kebutuhan kerja-kerja nelayan. Beberapa kebijakan itu yakni: adanya ketersediaan informasi berkaitan dengan sistem peringatan dini bencana terhadap nelayan, penyediaan fasilitas infrastruktur bagi nelayan, dan program perlindungan ekosistem laut berbasis masyarakat pesisir. 

“Kebijakan pemerintah saat ini belum mengakomodir kurang mengakomodir kebutuhan nelayan dan masyarakat pesisir. Misalnya, di Oesapa dan wilayah pesisir lainnya dibuatkan treck pengaman pantai tetapi jalur-jalur lintasan nelayan untuk menarik dan mendaratkan perahu tertutup. Kalaupun ada, jalurnya sangat sempit. Padahal, pengaman pantai yang dibutuhkan nelayan lebih pada ke pemecah gelombang yang jaraknya sekitar 200 meter ke depan,” jelas Dina. 

“Jadi harapanya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah nantinya selaras dan dapat melibatkan masyarakat pesisir karena mereka yang lebih tahu dan merasakan dampak perubahan iklim ini,” tutup Dina.