Maumere, Ekorantt.com – Sabtu, 2 Maret 2019 di kota Kupang ibu kota provinsi NTT berlangsung festival sarung dan musik.
Festival ini menampilkan aneka tenunan sarung dari seluruh daerah yang ada di NTT.
Julie Sutrisno Laiskodat selaku inisiator festival mengemukakan pihaknya akan terus berupaya agar tenun ikat asli NTT memperoleh pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya.
Julie yang juga Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) NTT meyakini bahwa sarung tenun hasil ibu-ibu penenun sebetulnya ikut memberdayakan ekonomi masyarakat.
Julie yang juga adalah istri dari Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat memang tidak sedang sesumbar.
Ia telah berulang kali memuliakan kemaslatan perempuan-perempuan penenun dengan membawa sarung tenun ke berbagai ajang peragaan busana baik nasional dan internasional.
Mulai dari Paris Fashion Week, London Fashion Week hingga New York Fashion Week.
Nun jauh dari kota Kupang, di desa Magepanda-kecamatan Magepanda, kabupaten Sikka sekelompok ibu-ibu penenun asyik menenun.
Nama kelompok tenun mereka adalah Lou Ranan. Nama ini dari bahasa daerah setempat artinya adalah tenun ikat.
Ina Trudis (54) mengaku dengan menenun dirinya dan sang suami bisa membangun bahtera hidup rumah tangga.
“Dari muda sampai tua ini saya punya pekerjaan hanyalah sebagai penun. Saya ikut membantu keuangan keluarga dari hasil menenun. Suami saya hanyalah seorang petani”. Demikian kata Trudis.
Dari menenun penghasilannya bisa mencapai Rp 1,5 juta/bulan.
Sarung hasil tenunannya dijual ke Pasar Alok-kota Maumere.
Lain cerita Ina Trudis, lain pula kisah Imelda Gundel (50) dan Maria Irmina (52).
Dua perempuan perkasa ini mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka hingga selesai pada perguruan tinggi.
Jika intensitas menenun Ina Trudis dalam sebulan menyelesaikan satu tenunan sarung maka dua ibu ini mampu menyelesaikan hingga empat bahkan sampai lima sarung tenun.
“Kami memang sungguh-sungguh sekali dalam menenun karena hanya dengan inilah kami membiayai pendidikan anak-anak kami. Puji Tuhan, dua anak kami sudah selesai perguruan tinggi dan saat ini sudah bekerja.” Demikian cerita Imelda Gundel.
Irmina menambahkan saat ini jumlah sarung tenun dalam sebulan paling mentok pada dua-sampai tiga buah saja. Ia sendiri juga telah berhasil membiayai dua anaknya sampai pada jenjang perguruan tinggi.
Terkait festival sarung yang diselenggarakan di kota Kupang, tiga perempuan yang masih antusias dan mencintai tenun ikat ini mengaku bangga.
“Kami suka sekali dengan gebrakan dari ibu Julia. Ibu Julia memang rajin berkunjung ke sentra-sentra tenun ikat. Ke Magepanda memang belum pernah tapi kami berharap semoga sekali kelak ibu Julia berkesempatan mengunjungi kami dan ikut memperkenalkan sarung tenun kami,” Demikian harapan tiga perempuan penenun ini.