Korupsi dan Keterbukaan Informasi Publik di NTT

Pada Kamis, 8 Agustus 2019 lalu, kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam “Maumere Corruption Watch” (MCW) melakukan aksi damai mendesak Kejaksaan Agung RI segera menetapkan Yos Ansar Rera sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi anggota DPRD Sikka periode 2014-2019 di Kejaksaan Negeri (Kejari) Maumere dan di Kantor Bupati Sikka.

Dalam tanggapannya terhadap desakan masyarakat sipil itu, Kejaksaan Agung RI melalui Humas Puspenhum mengungkapkan,kasus dugaan korupsi pada masa pemerintahan Bupati Yos Ansar Rera itu masih dalam proses penyelidikan.

Mereka menegaskan, sesuai dengan Pasal 17 Huruf (a) Angka (1) Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disebut UU 14/2008 atau UU KIP), informasi tentang proses penyelidikan suatu kasus hukum masuk ke dalam kategori informasi yang dikecualikan.

Jawaban kejaksaan ini memantik diskursus baru tentang hubungan antara kasus korupsi dan keterbukaan informasi publik (KIP) di NTT.

Dalam laporannya tentang kondisi pemberantasan korupsi di NTT, Staf Investigasi Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah di Hotel Pelita Maumere, Flores, mengungkapkan, sepanjang tahun 2018 saja, terdapat 19 kasus korupsi dan suap di NTT.

iklan

Dari 19 kasus itu, 14 kasus ditangani oleh kepolisian dengan estimasi kerugian Negara sebesar Rp7,6 Miliar, 5 kasus ditangani oleh kejaksaan dengan estimasi kerugian Negara sebesar Rp3,1 Miliar, dan 1 kasus suap ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan jumlah uang suap Rp4,1 Miliar.

Jadi, total kerugian Negara akibat korupsi para koruptor di NTT sepanjang tahun 2018 mencapai angka Rp10,7 Miliar.

Sementara itu, total uang suap dari swasta kepada penjabat Negara sebesar Rp4,1 Miliar. Kasus suap ini terkuak saat KPK mencokok Bupati Ngada Marianus Sae di Surabaya di tengah kontestasi Pilgub NTT 2018 lalu.

Dalam sejarah kasus korupsi di NTT dari masa ke masa, para koruptor di NTT menggunakan berbagai macam modus untuk menggarong uang rakyat.

Pertama, mark up sebanyak 76 kasus dengan total kerugian Negara Rp541 Miliar.

Kedua, penyalahgunaan anggaran sebanyak 68 kasus dengan total kerugian Negara Rp455 Miliar.

Ketiga, penggelapan sebanyak 62 kasus dengan kerugian Negara Rp441 Miliar.

Keempat, penyalahgunaan wewenang sebanyak 20 kasus dengan kerugian Negara Rp3,6 Triliun.

Kelima, laporan fiktif sebanyak 59 kasus dengan kerugian Negara Rp160 Miliar.

Keenam, suap sebanyak 51 kasus dengan kerugian Negara Rp67,9 Miliar dan pencucian uang sebesar Rp57 Miliar.

Ketujuh, kegiatan/proyek fiktif sebanyak 47 kasus dengan kerugian Negara Rp321 Miliar.

Saudara-saudara, total kerugian Negara akibat korupsi di NTT mencapai angka Rp5,6 Triliun lebih!

Sementara itu, data PIAR 2018 menunjukkan, 70% kasus-kasus korupsi di NTT di-peti-es-kan.

Mengapa korupsi memamahbiak dengan begitu subur dan begitu mudah pula di-peti-es-kan di negeri pemilik komodo dan danau 3 warna Kelimutu ini?

Kami berpendapat, salah satu jawabannya adalah kurangnya akses rakyat terhadap informasi publik.

Hipotesis kami adalah semakin rakyat tidak terpapar informasi publik, semakin korupsi merajalela. Sebaliknya, semakin rakyat terpapar informasi publik semakin korupsi dapat dicegah dan diberantas.

Berdasarkan regulasi, selambat-lambatnya 2 tahun paska diterbitkannya UU 14/2008 atau UU KIP, setiap provinsi diberi mandat membentuk Komisi Informasi Perwakilan (KIP).

Sampai dengan tahun 2018, 32 provinsi di Indonesia sudah membentuk KIP, kecuali Maluku Utara dan NTT.

Dalam catatan ICW, NTT sendiri sudah didesak Komisi Informasi Pusat untuk membentuk KIP NTT sejak 2015.

Namun, baru pada Maret 2019, mulai diadakan seleksi calon anggota KIP NTT.

Patut dicatat, proses seleksi KIP NTT berlangsung tidak terlalu transparan. Hanya diumumkan dalam satu dua koran tertentu di Kupang, yang tentu saja tidak representatif. Kriteria seleksi calon juga bertendensi primordialistis.

Akan tetapi, biar bagaimana pun juga, pembentukan KIP NTT menjadi peluang emas bagi rakyat NTT untuk terlibat aktif mencegah dan memberantas kasus korupsi di NTT.

Caranya mudah. Mintailah segenap informasi publik di badan-badan publik.

Misalnya, Saudara bisa minta total uang rakyat NTT di APBD NTT 2019. Lalu, ke mana saja uang Saudara itu mengalir atau ter-alokasi-kan. Proyek-proyek apa saja yang dikerjakan dengan uang itu.

Jika Saudara temukan ada dugaan penyelewengan uang Saudara, jangan sungkan-sungkan untuk laporkan ke jaksa, polisi, atau KPK! Itu hak dan kewajiban Saudara.

Jika Saudara dihambat oleh penjabat Negara dalam upaya mengakses informasi publik, Saudara bisa ajukan keberatan atas tidak diberikannya informasi dengan batas waktu 30 + 30 hari dan sengketa informasi dengan batas waktu 14 hari kepada KIP NTT di Kupang.

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA