Karnaval Agustusan dan Rupiah di Tas Usang Edit Sisilia

Jalan-jalan utama di Kota Maumere nyaris bebas dari kendaraan yang lalu lalang pada 20 Agustus 2019 sore.Warga mulai memadati daerah di pinggir jalan untuk menikmati hiburan karnaval.

Jalan El Tari Maumere salah satunya. Dari ujung bawah Kota Uneng sampai perempatan tugu mof sisi kiri dan kanan badan jalan dikerumuni massa penonton.

Karnaval memang sudah jadi hiburan sekali setahun yang jarang dilewatkan walaupun yang ditampilkan ya itu-itu saja.

Pemandangan yang menjadi rutin ketika karnaval adalah melihat parade busana dari berbagai daerah, busana profesi hingga atraksi dan penampilan budaya kesenian setempat. Tak bisa dimungkiri momen seperti ini selalu antusias ditunggu oleh penonton sekaligus menjadi lahan basah bagi beberapa pedagang jajanan kecil seperti minuman dan snack.

Di tengah euforia masyarakat Kota Maumere yang tumpah di jalanan kota, ada mereka yang tak habis akal mengais rupiah. Kala saya berusaha setengah nyawa mencari apa yang lebih menarik dalam gelar karnaval tahunan ini, mata saya tertuju pada gelagat seorang anak perempuan. Dari jarak pandang sepuluh meter, ia terlihat telaten menjual dagangannya sambil sesekali mendongakKan kepala untuk mengerti apa yang sedang orang-orang itu lakukan di tengah jalan.

iklan

Benedikta Sisilia Sera atau akrab disapa Edit, gadis kecil berusia 13 tahun, dengan rambut keriting pirang ini berada di antara warga kota yang menikmati karnaval sore itu. Ia tidak sedang leha-leha. Tangan kanannya menggenggam erat toples roti kukus buatan sang mama. Sementara di lehernya melingkar tas hitam usang yang ia jaga hati-hati, jangan sampai enyah.

Sejak pagi, sang mama meracik adonan roti kukus sebab pukul 14.00 sore, Edit harus sudah keluar dan menjajakannya di Jalan Wairklau Maumere.

Pada hari pertama karnaval, roti buatan mama laku keras. Padahal pada hari biasa ia hanya mampu menjual 30-50 buah dengan harga seribu rupiah perbuah. Saat karnaval, total roti kukus yang terjual mencapai 150 buah.

Gadis cilik  yang juga adalah siswa kelas enam SDLB Alma Maumere ini rajin membantu sang mama menjual roti kukus selepas pulang sekolah. Dari raut wajahnya, saya melihat semangat yang berbeda dari anak-anak lainnya.

Ketika anak perempuan lain merengek minta dibelikan mainan, pita rambut, dan jepit yang lucu, Edit malah harus keliling kota, berjalan dari rumah ke rumah, kantor ke kantor agar roti buatan mama laku.

Saat sedang menjajakan roti tidak jarang ada orang yang menyorakinya, tapi tidak sedikit pun dia malu.

Aktivitas menjual mungkin sederhana dilihat, tapi tidak mudah bagi yang lain. Situasi hidup membentuk hati dan tubuh kecilnya menjadi jauh lebih kuat. Tahun depan, Edit lulus sekolah dasar. Ia ingin sekali melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Maumere.

Kepada Ekora NTT, Edit menyampaikan mimpinya untuk menjadi seorang dokter dan seketika air mata saya penuh di mata. Orang kecil dengan mimpi yang besar, saya menepuk pundak kanannya sambil berkata, “bagus sayang, kaka berdoa semoga kau jadi dokter.”

Edit adalah refleksi 74 tahun NKRI yang sesungguhnya. Mimpi besar hanya akan dapat diraih dengan perbuatan besar, peluh dan kejujuran. Semarak dan hura-hura boleh, namun setiap pribadi bertanggung jawab atas dirinya. Mau jadi apa dia untuk Indonesia. Edit bertanggung jawab atas dirinya dan Indonesia, anda dan saya juga.

Sang bapak sudah jauh di surga, tapi ia perlu bangga bahwa Edit adalah simbol kekuatan perempuan dan harapan bagi Nian Tana Sikka dan Indonesia.

Setelah melipir beberapa menit, kami menyudahi obrolan berharga kami dengan tos semangat. Saya lanjut melihat parade karnaval sementara Edit melanjutkan dagangannya yang tersisa 20-an buah.

Selamat 74 tahun Indonesiaku, ada semangat yang tak pernah tua dari gadis kecil di Maumere. Edit namanya.

Aty Kartikawati

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA