Hironimus, Si Petani Cengkih di Wolomasi

Wolomasi, Ekorantt.com – Hironimus (62) hidup di Desa Wolomasi, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende. Sebuah desa dengan jarak 25 Km dari Kota Ende.

Hironimus seorang petani cengkih. Sebagai petani cengkih, Hironimus punya kebun cengkih yang cukup luas. Jaraknya cukup jauh dari perkampungan.

Malam itu, kami, Hironimus, istri, dan anak-anaknya, duduk bersama di rumahnya di Wolomasi. Kami bercerita sambil membersihkan cengkih yang baru dipanen.

Hironimus cerita banyak tentang kehidupannya sebagai petani cengkih.

Setiap tahun, ia memanen cengkih sekitar 400-500 Kg dan menjualnya di Kota Ende dengan harga paling tinggi Rp110.000,00 dan paling rendah Rp75.000,00. Menurut Hironimus, setiap pohon cengkih bisa menghasilkan 25 Kg kalau buahnya sedikit dan 30-35 Kg kalau banyak buahnya.

iklan

Umur cengkih siap panen biasanya 6 tahun. Namun, sekarang, usia matang cengkih mencapai 7-8 tahun.

Pada bulan Januari, cengkih sudah mulai berbunga. Pada Juli-Agustus, cengkih sudah mulai bisa dipanen. Pada saat musim panen, Hironimus dan istrinya akan berangkat pagi-pagi sekitar pukul 06.30 WITA menuju kebun. Mereka jalan kaki. Mereka biasa makan siang, yang menunya sudah disiapkan istrinya, di kebun cengkih. Mereka baru akan pulang ke rumah pada sore hari sekitar pukul 16.00 WITA. 

Cengkih dipetik dan diisi dalam dua karung beras berukuran 50 Kg. Cengkih dipetik dengan alat bantu tangga yang terbuat dari bambu berukuran 10 meter dari tanah. Ukuran tangga disiapkan bervariasi mengikuti tinggi atau rendahnya pohon cengkih. 

Jika tinggi pohon melebihi 10 meter, maka tangga akan menjadi lebih tinggi dari 10 meter. Dengan demikian, usaha memetik cengkih butuh keberanian naik tangga.

Hironimus sendiri biasa menggunakan tangan kosong untuk memetik cengkih. “Saya biasa pakai tangan saja untuk petik. Ada orang yang pakai sabit,” ungkapnya.

Selanjutnya, cengkih dimuat oleh putranya menggunakan sepeda motor.

Di rumah, pada malam hari, bersama istri dan anak-anaknya, Hironimus akan membersihkan cengkih yang sudah dipetik itu. Mereka memisahkan biji cengkih dari tangkai. 

Setelah dipilah-pilah, keesokan harinya, biji dan tangkai cengkih dijemur terpisah sampai benar-benar kering. Proses pengeringan cengkih butuh waktu sekitar tiga sampai empat hari. Kalau sedang musim cengkih, maka di halaman rumah akan bertaburan cengkih dengan aroma harum yang menusuk hidung.

Selain biji, tangkai cengkih juga dijual dengan harga Rp5.000,00 per/kilo. Hasil dari penjualan cengkih digunakan untuk membayar biaya kuliah anak. Sebagiannya ditabung.

“Kami kerja untuk ongkos kami punya anak-anak. Mereka harus sekolah,” ucap istri Hironimus di sela-sela cerita kami.

Hironimus adalah sosok yang sederhana dan pekerja keras. Beliau punya prinsip, untuk menghasilkan uang, tidak perlu keluar dari kampung atau merantau. Kampung halaman selalu beri rejeki berlimpah kalau kita tekun bekerja dan bersyukur kepada Sang Pemberi serta ikhlas berbagi kepada orang-orang kecil.

“Kalau ada susu dan madu di tanah sendiri, untuk apa pergi ke tanah orang?” ungkap Hironimus mengakhiri cerita kami.

Hironimus menghabiskan tegukan terakhir kopi di gelasnya. 

Milla Lolong, Mahasiswi Uniflor, Kontributor

TERKINI
BACA JUGA