Nadus… Nadus…

Borong, Ekorantt.com – Bernadus Nuel, wakil ketua DPRD Manggarai Timur, menjadi viral selama sepekan terakhir. Namanya menjadi buah bibir banyak warga net lantaran sikapnya yang tidak mencerminkan bahwa ia adalah seorang pejabat publik.

Dalam rekaman suaranya yang banyak beredar di media sosial, khususnya di grup-grup WhatsApp, Nadus – demikian Politisi Hanura itu biasa disapa – terdengar mengeluarkan kata-kata kasar terhadap salah seorang mahasiswa. Ia memaki dalam Bahasa Manggarai terhadap ayah, ibu, dan nenek moyang dari mahasiswa yang berkonflik dengannya, Saverius Jena.

Nadus dalam wawancara dengan Ekora NTT pada Selasa pagi (30/6/2020) telah mengakui bahwa rekaman suara yang beredar itu, benar suaranya.

Dalam rilis yang diperoleh Ekora NTT, Save menyebut bahwa konflik antara dirinya dengan Nadus berawal dari perdebatan di media sosial Facebook. Di mana pada 26 Juni 2020, Save – yang kini sedang kuliah di Jakarta – membuat postingan di grup facebook Demokrasi Manggarai Timur yang mempertanyakan dana bantuan mahasiswa dari pemerintah Kabupaten Manggarai Timur.

Dalam postingannya itu, Save menulis, penyaluran bantuan itu “katanya penuh dengan syarat politik dan ada indikasi potensi dikorupsi”.

iklan

Menurutnya, berdasarkan informasi yang ia peroleh, Pemda Manggarai Timur menyiapkan anggaran miliaran rupiah. Namun, tulisnya, “anehnya sampai saat ini, masih banyak mahasiswa Matim yang belum dapat bantuan itu?”

Di tengah ramainya perdebatan terkait postingan itu yang memicuh banyak komentar warga net, Nadus mengirim pesan lewat Facebook kepada Save.

Dalam pesannya, Nadus meminta untuk bisa telepon dengan Save. Namun, Save membalas, apa “tujuan dan manfaat” jika ia memberi nomor telepon kepada Nadus dan isu apa yang akan dibicarakan.

Save kemudian lanjut bertanya, apakah yang dibicarakan adalah soal Manggarai Timur atau demi “kelancaran pelaksanaan rencanamu dan bupati dalam menghadirkan pabrik semen dan tambang di Lingko Lolok dan Luwuk”.

Save bertanya demikian karena memang dalam polemik pabrik semen yang kini masih menuai pro-kontra, Nadus pernah menyampaikan sikap mendukung dan menuding kelompok yang menolak tambang hanya karena uang dan kepentingan diri sendiri.

Menjawab pertanyaan Save, dalam chat itu, Nadus mengatakan bahwa ia mau membahas soal Bantuan Langsung Tunai bagi mahasiswa, bukan terkait tambang dan pabrik semen.

Lalu, ia menuding Save menuduh pemerintah melakukan korupsi, yang kemudian dibantah Save.

“Itu tidak ada tuduhan, saya bilang berpotensi dikorupsi dan rawan ada syarat politik kepentingan,” tulis Save dalam chat dengan Nadus.

Dalam chat itu, Nadus juga memperingatkan Save agar tidak melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekronik. Percakapan mereka dalam chat itu terus berlangsung, hingga kemudian Nadus mengirim pesan suara makian dan ancaman.

Dalam beberapa file rekaman suara Nadus yang diperoleh Ekora NTT, tidak hanya memaki, ia bahkan mengancam akan membunuh mahasiswa tersebut.

“Kau hati-hati, saya cari kau di Jakarta. Tunggu kau, saya biasa membunuh orang,” ancam Nadus.

Nadus juga mengklaim bahwa selama 22 tahun hidup di Jakarta, ia satu-satunya orang gembel dari Manggarai Timur yang menjadi pengawal Wiranto.

“Saya mengawal mantan panglima, Pak Wiranto,” katanya.

Ia menambahkan, dirinya tidak takut dengan siapapun, kecuali Tuhan Yesus.

“Saya cuma takut Tuhan Yesus,” katanya.

Nadus juga mengatakan, ia sudah mengirim data tentang Save ke Mabes. Namun, ia tidak menyebutkan secara pasti, Mabes apa yang ia maksud.

“Biar kau sembunyi di mana pun, saya sudah kirim kau punya nomor ke Mabes,” ujarnya.

“Kuliahmu tidak akan selesai. Kau akan mati di tengah jalan” sambungnya.

Ia mengatakan, meski kini dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD, naluri premannya tumbuh kembali ketika berhadapan dengan orang seperti Save.

Nadus tidak menampik. Ia mengakui bahwa benar dirinya memaki Save seperti dalam rekaman suara yang viral di grup-grup WhatsApp.

“Saya maki. Saya tidak bohong,” kata Nadus kepada Ekora NTT, Selasa (30/6).

Menurutnya, ia marah lantaran Save menyinggung masalah tambang dan pabrik semen. Padahal, kata dia, dirinya mengirim pesan melalui Facebook dan meminta nomor telepon Save agar menjelaskan mekanisme penyaluran BLT Mahasiswa.

“Ini belum selesai, dia ngomong Luwuk. Dia paksa saya untuk tolak tambang,” katanya.

Ia mengatakan, Save yang mulai memaki-makinya.

“Saya bilang ke dia, supaya kau tahu, siapa yang tidak kenal saya. Cari nama saya di Jakarta, seantero Jakarta sudah tahu,” katanya.

Menurut Nadus, amarahnya bertambah ketika saat telepon berlangsung, ia mendengar suara banyak orang di sekitar Save.

“Namanya macan lagi tidur, kalau di ganggu, pasti bangun,” ujarnya.

Nadus juga mengaku bahwa dirinya marah lantaran Save tidak menghargainya sebagai orang yang lebih tua.

“Masa dia panggil saya ‘Anda’,” kata Nadus.

Ia mengaku siap menghadapi proses hukum atas kasus tersebut. Ia mengatakan akan melapor balik pihak Save yang juga telah menghinanya.

“Saya punya bukti video mereka demo di Jakarta. Dia (Save) bawa poster yang tulisannya menghina saya,” katanya.

Tanggapan Badan Kehormatan DPRD Matim

Badan Kehormatan (BK) DPRD Matim yang di wawancarai Ekora NTT pada Kamis (2/7/2020) mengatakan, akan meminta klarifikasi dari Nadus terkait masalah tersebut.

“Kita akan buat surat kepada yang bersangkutan. Undang untuk klarifikasi,” kata Ustad Jemain, Ketua BK DPRD Matim.

Menurutnya, BK DPRD Matim tidak serta merta memberikan sanksi kepada Nadus, sebelum pihaknya melakukan penjajakkan kebenaran dari rekaman suara yang kini viral itu.

“Kalau terbukti, maka kita kasih sanksi kode etik. Di luar itu, jalur hukum, itu tidak di kita,” ujarnya.

Usatad Jemain mengatakan, seorang anggota DPRD sangat tidak etis, apabila mengeluarkan ucapan makian kepada siapapun.

Menurutnya, apabila Nadus terbukti memaki mahasiswa, maka ia akan mendapat sanksi sesuai kode etik DPRD Matim nomor 2 tahun 2019 tentang kepribadian, pembicaraan ataupun pernyatan-pernyataan.

“Secara kode etik, ucapan-ucapan makian itu tidak benar, karena kita di lembaga ini, lembaga yang sangat terhormat, punya aturan-aturan main,” ungkapnya.

Ia mengatakan, sanksi dari pelanggaran kode etik tersebut yakni berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sebagai pimpinan alat kelengkapan DPRD, dan pemberhentian sebagai anggota DPRD.

“Untuk sanksi pemberhentian dari pimpinan alat kelengkapan dan pemberhentian dari anggota DPRD, itu kewenangan partai. Badan Kehormatan hanya memberi rekomendasi kepada pimpinan DPRD, kemudian pimpinan DPRD yang teruskan rekomendasi itu ke Partai,” tutupnya.

Respons DPC Partai Hanura Matim

Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Hanura Matim, Frumensius Mensi Anam mengatakan, akan mengambil langka internal untuk memanggil Nadus yang merupakan anggota Fraksi Hanura.

Menurutnya, pihaknya tentu akan memberi kesempatan kepada Nadus untuk melakukan klarifikasi atas kejadian yang menjadi viral di berbagai media sosial dan media online tersebut.

“Peristiwa ini tentu menjadi urusan pribadi kedua belah pihak. Partai Hanura meresponsnya karena Pak Bernadus adalah salah satu kader Partai,” ujar Mensi saat dihubungi Ekora NTT, Jumat (3/7/2020).

Ia mengatakan, kesempatan klarifikasi diberikan kepada Nadus agar pihaknya bisa melihat persoalan secara proporsional.

“Karena penyebarluasan kejadian di media sosial itu dilakukan oleh lawan bicaranya, sehingga kami di DPC Partai Hanura butuh keseimbangan informasi melalui klarifikasi langsung. Dalam hal ini, kita akan berdiskusi bagaimana baiknya,” ujar Mensi sambil menambahkan bahwa “Partai Hanura memiliki model penyelesaian kasus yang berlandaskan pada hati nurani”.

Proses pendekatannya, lanjut dia, yakni terlebih dahulu Fraksi Hanura DPRD Matim memanggil Nadus untuk melakukan klarifikasi. “Terus, hasil klarifikasi dimaksud akan dilaporkan kepada DPC Partai Hanura”.

“Kita diminta untuk bersabar, tidak gegabah, tidak emosi untuk mengambil sikap,” ujarnya.

“Kita juga menyadari bahwa setiap kita memiliki keterbatasan. Pendekatan yang humanis akan dilakukan,” tambahnya.

Mensi juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh masyarakat Matim yang selalu mengawal Kader Partai Hanura di DPRD Matim melalui sikap publik yang respek dan kritis.

“Ini buah dari sistem demokrasi yang kita anuti. Warga Manggarai Timur tidak hanya memilih Partai Hanura, tetapi juga terus berlanjut mengawal dan memberikan catatan kritis, sehingga kami Partai Hanura senantiasa mengevaluasi diri secara lembaga, terus menerus berbenah dan melakukan konsolidasi sumber daya internal agar kami tetap dipercaya sebagai media aspirasi masyarakat Manggarai Timur,” katanya.

Terbuka pada Interpretasi

Dosen Ilmu Komunikasi UNIPA Maumere Gerry Gobang berpendapat, setiap pernyataan dari pejabat publik apalagi politisi selalu terbuka pada interpretasi setiap orang yang membaca atau mendengarkannya. Karena itu, para pejabat publik termasuk politisi perlu memahami bahwa komunikasi baik verbal maupun non verbal yang dilakukannya itu selalu berada dalam rel sistem tanda yang terbuka pada penafsiran.

Selain itu, lanjut Gerry, saluran yang dipakai juga menentukan entah langsung maupun by media atau dengan menggunakan alat atau media. Seturut dengan masif dan atraktifnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, banyak pejabat publik dan banyak politisi memilih media sosial sebagai alat untuk menyampaikan pendapatnya sebagai representasi konstituennya selain alat promosi dan propaganda.

Namun, menurut Gerry, dengan itu, ia juga meninggalkan jejak digital yang boleh jadi menjadi senjata yang bisa menyerang lawannya atau pun semacam bumerang yang bisa melukai dirinya sendiri jika tidak cakap atau cerdas memanfaatkan Medsos sebagai alat politik atau sekedar alat komunikasi.

“Jadi, pendapat saya ini cukup normatif tanpa bermaksud menyentuh dimensi privasi subjek-subjek yang bertikai dalam soal ini,” pungkas Gerry.

TERKINI
BACA JUGA