Produk Milenial Nagekeo Dilirik Cucu Wapres

Negekeo, Ekorantt.com – Jadi kebanggaan tersendiri ketika produk nun jauh dari desa diminati banyak orang, apalagi orang-orang dekat pejabat penting tanah air. Semacam ada motivasi baru agar usaha yang digeluti terus berkembang.

Hal ini dialami Yoakim Seke, 29 tahun, pengusaha muda asal Watuapi, Desa Totomala, Kecamatan Wolowae, Kabupaten Nagekeo. Ia tak mengira usaha produk cabai Koyo Toto melanglangbuana dan terjual hingga wilayah ibu kota negara. Bahkan dilirik Syaikha Aulia, cucu Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin.

Mulanya, Kim belum meyakini produk cabai yang dikirim ke Jakarta pada akhir Februari lalu itu dipesan cucunya Wapres. Beberapa foto dan video testimoni Syaikha yang dikirim kerabatnya, belum sama sekali membuat Kim percaya.

Kim mencari di google demi memastikan kebenaran informasi itu. Ia mencocokkan identitas dan foto cucu Wapres berkali-kali. Belakangan, barulah ia mengetahui yang memesan produk Koyo Toto itu ialah Syaikha Aulia, cucu Ma’ruf Amin yang juga sebagai Bendahara Perempuan Tani, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) DKI Jakarta.

“Sebagai pemuda desa tentunya saya bangga, terharu juga karena yang memesan ini adalah cucunya Wakil Presiden, Pak Ma’ruf Amin. Ada sepuluh kemasan yang dipesan, dan dia (Syaikha) membuat foto dan posting di akun instagramnya. Dia juga buat video semacam testimoni. Dia bilang pedas..pedas..Saya benar-benar tidak menyangka,”tutur Kim, di Kantor Koyo Toto, Desa Totomala, pertengah Maret lalu.

Masuknya Syaikha dalam daftar konsumen Koyo Toto membuat Kim dan pemuda milenial Watuapi lainnya berpacu dalam semangat.

Tentang Produk Koyo Toto

Secara harafiah, Koyo Toto berarti Lombok Toto. Koyo artinya lombok atau cabai dan Toto adalah nama etnis yakni Suku Toto. Produk ini semula digagas oleh Kim.

Kim sendiri adalah aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende yang kerap menyuarakan soal keadilan sosial, kemanusiaan, dan lingkungan hidup semasa kuliah dulu.

Setelah meraih gelar sarjana pada tahun 2015, pemuda yatim piatu ini kembali ke kampung halamannya di Kabupaten Nagekeo.

Kim melihat bahwa lahan pertanian di Nagekeo memiliki potensi yang menjanjikan. Lahannya subur dan bisa diolah untuk melahirkan produk pertanian yang bermutu, seperti cabai.

Yoakim Seke sedang mendaftar hak kekayaan intelektual Koyo Toto di Labuan Bajo (Foto: Copy Right)

Dalam benaknya, Kim ingin menciptakan lapangan kerja baru bagi kaum milenial di wilayah setempat, dan itu terbukti. Setamat dari kampus, ia mengumpulkan dana hingga saat pandemi merebak awal tahun lalu.

Pada pertengahan 2020, saat Covid-19 melanda tanah air, gagasan itu ia wujudnyatakan. Kim menggandeng lima pemuda milenial dan memulai usaha produk capai bubuk dengan label Koyo Toto. Dengan peralatan seadanya, usaha Koyo Toto organik itu berjalan baik.

“Awalnya kami melihat ada potensi lombok yang begitu besar di sini dan petani menjual gelondongan ke tengkulak. Pernah saat pandemi itu harganya jatuh sampai 10 ribu perkilo, nah kasian petaninya. Kami berinisiatif membeli cabai, membuat produk dan memasarkan secara online selama pandemi,” ujar lulusan Universitas Flores ini.

Saat mayoritas pemuda sibuk keluyuran di media sosial, Kim dan lima temannya memilih untuk berkutat pada usaha itu. Di balik keterbatasan peralatan, mereka memastikan pemasaran usaha cabai petani tetap stabil.

Kim mengakui bahwa Covid-19 sangat memengaruhi semua sektor, tak terkecuali usaha di bidang pertanian. Selain jatuhnya harga tanaman pangan, sistem pemasaran yang tersendat-sendat membuat perputaran ekonomi masyarakat macet alias stagnan.

“Beruntung kami bangun produk ini sehingga usaha cabai petani terserap ke kami. Jadi, kami beli dari petani 30 ribu per kilogram. Kalau ke tengkulak (harga) tentunya di bawah itu,” tutur Kim.

Produk Koyo Toto, kata Kim, sesungguhnya adalah upaya menyelamatkan usaha pertanian cabai yang dibudidaya petani lokal. Pada tahun 2018, terdapat 25 hektare cabai yang digarap. Kondisi ini berubah setelah adanya produk cabai bubuk Koyo Toto. Lahan cabai masyarakat pun bertambah hampir 40 hektare. Program irigasi tetes yang diinisiatif masyarakat sejak tahun 2019 ikut membantu petani. Produktivitas lahan cabai pun bertambah.

Dalam keadaan normal, jelas Kim, hasil produksi cabai bisa mencapai lebih dari 1,5 ton tiap bulan. Dengan penerapan teknologi irigasi tetes, hasil produksi cabai bisa mencapai dua ton.

Semua hasil cabai milik petani dijual ke tempat usaha Koyo Toto yang kini telah mengantongi izin P-IRT dengan Nomor 2.12.5318.01.0008.25.

“Hasil itu kami beli dan kami olah menjadi cabai bubuk siap pakai. Kami sudah mendapatkan izin edar dan penjualan sudah tembus pasar nasional. Kami ingin supaya petani tetap tekun dan diharapkan dapat mendongkrak ekonomi masyarakat,” pungkas Kim.

Ian Bala

spot_img
TERKINI
BACA JUGA