Masalah Sampah di Ruteng, Menanti Komitmen Bupati Hery

Ruteng, Ekorantt.com Sampah sudah menjadi persoalan menahun di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai. Masalah sampah menjadi ‘pekerjaan rumah’ setiap pemimpin di daerah ini.

Pada 2018, Ruteng menjadi salah satu dari lima kota yang mendapat nilai paling rendah dalam program penilaian Adipura oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kota ini masuk dalam lima kota kecil terkotor di Indonesia, bersama Waikabubak di Sumba Barat, Waisai di Raja Ampat, Buol di Sulawesi Tengah, dan Bajawa di Kabupaten Ngada.

Adapun penilaian Adipura itu berdasarkan pada beberapa kriteria, mulai dari pembuangan sampah terbuka, partisipasi publik dalam pengelolaan sampah, strategi pengelolaan sampah, sampai pada komitmen dan kebijakan anggaran.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Manggarai, Kanis Nasak, mengatakan bahwa prediksi sampah di kota Ruteng pada 2021 mencapai 21.701 ton. Rata-rata produksi sampah per hari sekitar 59,5 ton. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat pada tahun depan, yakni 22.135 ton dengan rata-rata produksi sampah per hari sebanyak 60,6 ton.

Prediksi sampah tersebut, kata dia, berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk di “Kota Molas” itu setiap tahun.

iklan

Sesuai data BPS 2016, jumlah penduduk kota Ruteng mencapai 72.549 jiwa. Penduduk kota ini diprediksi bertambah 2.781 orang setiap tahun. Pada 2021, jumlah penduduk kota Ruteng diprediksi mencapai 83.673 jiwa, dan tahun depan bertambah menjadi 86.454 jiwa.

Nasak mengatakan, hingga kini, penanganan sampah di kota Ruteng masih terbentur masalah Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) yang sempit.

Sedangkan untuk pengangkutan sampah, pihaknya masih membuat jadwal per kelurahan di Kota Ruteng. “Kita sudah edarkan surat pernyataan dan surat kesepakatan antara kami dari DLHD dengan masyarakat menjadi pelanggan,” katanya.

“Misalkan di Kelurahan Bangka Nekang dan Kelurahan Watu itu dalam seminggu tiga kali jadwal pengangkutan. Tentu hal itu ada kesepakatan. Kemudian isi dari kesepakatan itu antara lain hari apa kita angkut, kemudian jam berapa masyarakat taruh sampah di depan rumahnya,” tambahnya.

Pihaknya, kata dia, tentu konsisten terhadap jadwal yang sudah ditetapkan. Dan masyarakat diharapkan agar menaruh sampah di depan rumah sesuai dengan jadwal pengangkutan di kelurahan masing-masing.

Menurutnya, jadwal pengangkutan sampah sekarang sudah mulai berjalan di beberapa kelurahan.

“Targetnya untuk semua kelurahan. Namun kita sesuaikan dengan kelurahan yang volume sampahnya sedikit,” ujarnya.

“Kemudian di Pasar Inpres sudah sediakan dua kontainer sehingga masyarakat diharapkan membuang sampah di tempat yang sudah disiapkan,” tutupnya.

Butuh Komitmen Bupati Nabit

Bupati Manggarai, Heribertus G.L Nabit pernah menyentil masalah sampah saat dirinya masih menjadi calon bupati.

Menurut dia, pengelolaan sampah di kota Ruteng harus dimulai dari hulu sampai ke hilir. Hulunya sampah rumah tangga di kota Ruteng dan hilirnya di lokasi TPA.

Dikutip dari Tagar.id, Bupati Hery mengatakan, untuk mengatasi persoalan sampah, tidak hanya berpikir pada pemindahan sampah dari rumah tangga ke TPA. Manajemen pengelolaan yang baik di hulu, kata dia, berdampak pada pengurangan jumlah sampah yang akan dipindahkan ke TPA.

Oleh karena itu, menurutnya, mulai dari rumah tangga, harus sudah dipilah antara sampah yang bisa didaur ulang dan sampah yang tidak bisa didaur ulang sehingga tidak semua sampah dipindahkan ke TPA.

Menurutnya, berdasarkan Surat Keputusan Standar Nasional Indonesia (SK-SNI), jumlah produksi sampah di Ruteng sebagai kota kecil sebanyak 2,5 liter per orang per hari. Sementara jumlah penduduk kota Ruteng berkisar 80-an ribu jiwa sehingga produksi sampah capai 200 meter kubik per hari. Sedangkan luas TPA hanya 1,3 hektare.

“Ini yang kita lihat di hilirnya, jadi kemudian kalau ada lalat, polusi udara dan masyarakat sekitar mengeluhkannya, yah itu karena kita punya manajemen seadanya. Bahkan menurut saya ini bukan berdasarkan manajemen yang baik tapi kerja asal jadi, yang penting sampah menghilang dari kota Ruteng, soal di TPA tidak dilakukan penanganan yang baik,” katanya saat meninjau TPA Ncolang di Kelurahan Karot, Kelurahan Langke Rembong, pada Minggu (18/10/2020).

Pengelolaan sampah di TPA, kata Hery, harus dilakukan dengan baik, seperti penggunaan mesin pencacah, dengan manajemen yang jelas dan teratur. Untuk sampah yang tidak bisa digunakan – khususnya sampah organik – akan dimusnahkan dengan metode sanitary landfill untuk meminimalisir pencemaran lingkungan. Sanitary landfill merupakan metode pemusnahan sampah dengan cara menimbun tanah dan memadatkan sampah ke dalam lubang yang sudah digali.

“Saya kira tidak ada pilihan lain soal perluasan lahan dulu, kalau memungkinkan. Tapi yang paling penting adalah manajemennya sendiri. Karena biar lahannya luas dan kita pindahkan lokasi, tapi kalau manajemennya tidak diperbaiki maka hasilnya tetap seperti sekarang ini. Kuncinya manajemen yang baik,” ujarnya kala itu.

Ia juga mengatakan, untuk menyelesaikan persoalan sampah di Ruteng, harus melibatkan semua pihak. Pemerintah, kata dia, harus bangun komunikasi dan membuka diri dengan melibatkan pihak lain yang paham mengurus sampah.

Kini benang kusut masalah sampah di kota Ruteng belum terurai. Masyarakat menunggu komitmen Bupati Nabit untuk menyelesaikan persoalan ini.

Adeputra Moses

TERKINI
BACA JUGA