Melirik Hajatan Komuni Suci Pertama yang Unik di Desa Watublapi, Sikka

Maumere, Ekorantt.com – Komuni suci pertama atau lazim disebut sambut baru oleh masyarakat NTT adalah salah satu peristiwa penting dalam kehidupan umat Katolik di tanah ini. Itulah mengapa para orang tua rela menabung atau bahkan berhutang demi acara yang satu ini.

Tenda jadi, dekorasi, sound system, hidangan untuk para tamu undangan hingga outfit sang yubilaris tak main-main, semua dipikirkan matang.

Bila di era sekarang Anda membayangkan pesta sambut baru yang modern dan glamor, Ekora NTT berkesempatan bertemu Saude Ochen, salah satu peserta sambut baru di Paroki Watublapi Keuskupan Maumere yang menggelar syukurannya dengan cara yang unik.

Minggu, 16 Mei 2021 lalu Pastor Paroki Watublapi, RP. Ferdi, CJD memberikan sakramen komuni suci kepada 16 siswa Katolik di SDK Watublapi, Saude Ochen adalah salah satu di antaranya. Dari akun Facebook sang paman Albertus Hendrikus Himong, Ekora NTT mendapatkan informasi terkait gelaran unik  pesta sambut baru dengan kearifan lokal.

“Semuanya harus natural,” begitu ucap Albert. Tema dekorasi yang disuguhkan sungguh khas dengan daerah setempat mulai dari kain tenunan Watublapi yang dipajang, lukisan tangan sederhana wajah Ochen yang menggantikan baliho, rebing atau tas sirih pinang dari anyaman lontar,  daun-daun hijau dari kebun yang dimanfaatkan secara maksimal untuk memperindah, sampai alat musik kesayangan Ochen seperti sobe, gambus, dan teren bas menjadi ornamen pendukung yang jarang ditemukan di pesta sambut baru pada umumnya.

Bila di tenda pesta, para undangan datang dengan harapan akan ada acara bebas yang mengasyikkan dengan lagu dj pada sound system yang bersusun-susun. Pada acara sambut baru Ochen, dentuman gendang dan nyaring gambus dari kelompok musik kampung Leisplang, Sagang Sareng, dan Bliran Sina mampu menyihir tamu undangan untuk berjoget ria.

Belum lagi soal hidangan, “kami suguhkan menu menu lokal seperti  lele, segon, lawar, i’an nopen, mu’u huna, mage wair, rose, dan kue adat lekun,” kata Albertus. Jenis makanan ini akrab dengan lidah masyarakat setempat, tak heran laris manis di meja hidangan.

Ochen putra bungsu dari pasangan Adriana Eni dan Abdon Aliando memilih untuk menggunakan pakaian adat yang natural dan asli tanpa modifikasi hanya lipa ragi Hewokloang yang memberi simbol laki-laki yang tangguh.

Sang paman Albertus membenarkan semua yang mereka lakukan adalah spontanitas dan apa adanya, tidak dilakukan secara berlebihan. Layunya sektor pariwisata di desa wisata Watublapi menjadikan momen sambut baru sebagai momen untuk terus mencintai budaya mereka.

Ferdi, CJD Pastor Paroki Watublapi dalam wawancara berharap orang tua lebih berpikir masa depan anak dari pada pesta.

“Gereja memberikan pelayanan bukan berarti diselenggarakan secara besar besaran, tanpa pesta pun sakramen tetap berjalan,” ucapnya. Total tahun ini ada 200an anak yang akan mendapatkan sakramen Komuni Suci di Paroki Watublapi.

Aty Kartikawati

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA