Yayasan Pendidikan Potong Gaji 50 Persen, Guru di Sikka Protes

Maumere, Ekorantt.com – Sejumlah guru di Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) Santo Petrus Kewapante, Kabupaten Sikka, NTT mengajukan protes atas kebijakan Yayasan Pendidikan Renha Rosari Kewapante-Maumere yang memotong gaji mereka.

Para guru yang sebenarnya menerima gaji sebesar Rp1.200.000 tiap bulan dipotong sebesar 50 % selama 10 bulan dengan alasan Covid-19. Bahkan para guru juga menerima pengurangan gaji oleh pihak yayasan 25 % selama 3 (tiga) bulan berturut-turut pada Maret 2020.

Keputusan yayasan tersebut dinilai memberatkan dan tidak memuaskan. Ketika ditemui oleh awak media pada Minggu (20/06/2021), para guru membeberkan keberatan mereka.

Wenseslaus Purwanto, guru yang mengabdi sejak tahun 2017 menjelaskan bahwa pada Maret 2020, Petrus Kanisius, Ketua Yayasan Renha Rosari menyampaikan kebijakan itu. Ia sendiri mengajukan keberatan atas pengurangan gaji secara sepihak oleh yayasan.

Ia menerangkan, keberatan yang diajukan para guru karena oleh pihak yayasan menyebutkan bahwa kebijakan penurunan 50 % merupakan gaji. Para guru menuntut kebijakan upah atau gaji sebesar 50 % itu merupakan pengurangan di mana sewaktu-waktu saat situasi normal (bebas Covid-19) gaji diberikan kembali secara utuh.

iklan

Namun, pihak yayasan berdalih bahwa pemberian upah 50 % karena faktor Covid-19 yang mengakibatkan pembayaran SPP oleh siswa mandek. Sehingga, kebijakan yayasan (50%) dianggap mutlak sebagai gaji, bukan pengurangan jumlah gaji yang akan dikembalikan.

Akibat pemotongan itu, kata Purwanto, para guru menerima gaji di bawah standar UMP. Sementara uang SPP siswa tidak dipotong.

Baginya, hal ini sangat merugikan. Tak heran kalau para guru terus menuntut agar gaji tidak dipotong dan diberikan secara utuh.

“Para guru tetap tidak terima terhadap putusan tersebut dan mengajukan surat keberatan kepada yayasan tembusan Ketua Pembina Yayasan dan Kepala Kantor Kementerian Agama. Setelah tiga bulan berjalan akhirnya gaji para guru kembali normal 100 %,” kata Purwanto, perwakilan dari 16 guru yayasan lainnya.

Ketua Yayasan Reinha Rosari, Petrus Kanisius sedang menjelaskan kondisi keuangan di lembaga pendidikan akibat Covid-19 (Foto: Yopi/Ekora NTT)

Saat dikonfirmasi, Ketua Yayasan Reinha Rosari, Petrus Kanisius mengatakan bahwa keputusan pengurangan 50 % gaji selama 10 bulan dan pemotongan gaji 25 % selama tiga bulan didasarkan pada kondisi keuangan sekolah.

Ia menyatakan bahwa selama masa Covid-19 di tahun berjalan ini, beberapa siswa tidak membayar uang SPP. Bahhkan ada beberapa siswa yang tidak mengambil ijazah dikarenakan belum membayar uang SPP.

“Keadaan keuangan tidak bisa, karena berharap dari SPP. Pada tahun berjalan, banyak sekali tunggakan uang sekolah pada tahun berjalan. Siswa tidak membayar lancar karena situasi Covid-19,” terang Kanisus.

Ia menambahan bahwa pihaknya harus menetapkan keputusan pengurangan gaji mengingat situasi keuangan tidak mencukupi untuk bayar 100 %. Pada Februari 2021, kata Kanisius, pemasukan keuangan SPP lumayan membaik sehingga pembayaran gajinya naik menjadi 75 % dari total 100 %.

“Kita boleh bayar uang sesuai tuntutan mereka kecuali arus masuknya bagus,” ucap Kanisius.

“Untuk pos lain kita agak kesulitan karena semua terkena dampak Covid-19. Kalau tidak Covid tentunya akan naikan sesuai dengan arus masuknya uang,” katanya menambah.

Untuk diketahui, biaya SPP per siswa per tahun sebesar Rp1.750.000, dengan jumlah siswa tahun ajaran 2020/2021 sebanyak 218 siswa. Sementara total tenaga pendidik dan kependidikan yakni guru yayasan 17 orang, guru Komite dua orang, dan satu orang karyawan.

TERKINI
BACA JUGA