Maumere, Ekorantt.com – Di tengah fenomena perkembangan teknologi saat ini, pers perlu merevitalisasi perannya sebagai pilar demokrasi bangsa. Hal ini sangat penting di tengah kemunduran demokrasi (democratic backsliding) di Indonesia.
“Pers hadir sebagai penyeimbang. Pers melalui perannya selalu melibatkan masyarakat dalam menyelenggarakan pemerintahan. Pers mengajak masyarakat untuk berkontribusi sesuai kapasitasnya masing-masing dalam pembangunan,” kata Dosen Islamologi STFK Ledalero Pastor Hendrikus Maku, SVD ketika Ekorantt.com meminta komentarnya terkait Hari Pers Nasional (HPN) pada 9 Februari 2022.
Menurut Hendrik, kemunduran demokrasi atau penurunan kualitas demokrasi terminologi tersebut digunakan untuk melukiskan praktek berdemokrasi yang abu-abu atau demokrasi rasa otokrasi.
Ia pun mengemukakan dalam konteks Sikka, pers di Sikka telah berkontribusi dalam membangun Nian Tana Sikka sesuai tupoksinya.
“Aneka kemajuan yang kini dinikmati oleh putra-putri Sikka tidak terlepas dari peran pers yang selalu mendistribusikan informasi yang kredibel,” tuturnya.
Sementara Margaretha Helena, Koordinator program CBR (Community Based Rehabilitation) Caritas Keuskupan Maumere menilai banyak media online yang menjamur cepat merespon setiap peristiwa yang terjadi. Sayangnya, berita yang ditayang belum menyeluruh.
“Berita yang ditayang belum menyeluruh terkesan hanya mengejar rating. Beritanya belum lengkap sehingga membuat orang penasaran. Terputus-putus dan tidak di-follow up,” ujar Helen.
Terkait pemberitaan tentang penyandang disabilitas sebagai ruang lingkup program Helen di Caritas Keuskupan Maumere, ia menilai tulisan insan pers belum mengadvokasi. Belum mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk berbuat sesuatu terhadap penyandang disabilitas.
“Ketika menulis tentang disabilitas harus memiliki banyak referensi dan mendorong pemda setempat untuk memperhatikan hak-hak penyandang disabilitas yang belum dipenuhi,” tutupnya.
Yuven Fernandez