Produksi Pertanian di Poco Leok Turun, Warga Sebut Akibat Proyek Panas Bumi Ulumbu

Ruteng, Ekorantt.com – Produksi pertanian warga Poco Leok, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), mulai menurun beberapa tahun terakhir.

Warga menilai kondisi ini akibat proyek Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Ulumbu yang berlangsung sejak 1998 silam.

“Dulu di Poco Leok sebenarnya lumbung kopi dan sangat tenar sekali tentang penghasilan kopi di Poco Leok. Bahkan ada warga Poco Leok yang bisa menghasilkan kopi satu ton,” kata Thadeus Sukardin, warga Poco Leok kepada Ekora NTT, Selasa (13/6/2023).

Foto: Tu’a Gendang Tere, Joniardus Junar. (Foto: Adeputra Moses/Ekora NTT).

Thadeus berujar, menurunnya produktivitas kopi akibat pohon dadap sebagai pelindung tanaman mati. Kondisi ini diperparah ketika Ulumbu mulai beroperasi sejak 2011.

Apalagi jarak antara Poco Leok dengan tapak eksisting PLTP Ulumbu hanya terpaut tiga hingga lima kilometer.

“Jadi itu (pohon dadap) mati. Sehingga dengan sendirinya kopi juga ikut mati. Buktinya sampai sekarang pohon dadap sudah tidak ada,” ucapnya.

“Kami menilai ini akibat dari pengeboran yang ada di Ulumbu itu. Karena itu terjadi setelah dilakukan pemboran,” sambungnya.

Selain kopi, dampak yang sama juga terjadi pada tanaman cengkih. Selama lima tahun belakangan tanaman ini tidak berbuah.

“Sehingga masyarakat lagi-lagi menilai bahwa ini memang akibat dari pemboran di Ulumbu,” katanya.

Dampak lain, lanjutnya, seng rumah warga cepat rusak. Mereka acapkali menggantikan seng rumah dalam waktu yang tidak lama.

“Sebelum pengeboran itu, seng-seng rumah di sini cukup lama juga baru rusak. Bisa sampai 30 atau 35 tahun. Tapi sekarang, baru 10 tahun sudah mulai rusak,” sebutnya.

Thadeus menambahkan, produksi pertanian warga yang kian menurun sangat berdampak terhadap ekonomi masyarakat. Itu sebabnya warga Poco Leok menolak rencana pemerintah untuk pengembangan PLTP Ulumbu.

“Dampaknya tentu untuk kita semua,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Tu’a Gendang Tere, Joniardus Junar. Menurutnya, dampak pengeboran di Ulumbu mengakibatkan berkurangnya debit air.

Junar mencontohkan, jika hujan terjadi pada April, maka airnya akan bertahan hingga Oktober.

“Sekarang tidak. Kalau satu dua kali saja kemarau, satu dua minggu langsung hilang. Itu yang terjadi di Wae Koe sekarang yang nota bene pusat air di Poco Leok. Sebelum proyek Ulumbu, persawahan di sekitarnya dengan air lancar,” tuturnya.

Biasanya, tambah Junar, dalam setahun, warga atau pemilik sawah bisa panen tiga kali. Namun saat ini keadaannya terbalik, panen dua kali saja sulit.

Foto: Sejumlah warga Poco Leok, Kabupaten Manggarai dikawal aparat saat mengadang mobil perusahaan yang hendak mematok lahan untuk proyek geotermal, Jumat, 9 Juni 2023. (Foto: Ekora NTT/ Adeputra Moses).

Sebelumnya PT. PLN berencana memperluas wilayah pengeboran geotermal Ulumbu ke wilayah Poco Leok untuk memenuhi target menaikkan kapasitas PLTP Ulumbu dari 7,5 MW menjadi 40 MW.

Proyek ini mencakup 14 kampung adat di tiga desa, yakni Desa Lungar, Desa Mocok, dan Desa Golo Muntas.

Proyek ini dikerjakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), dengan pendana Bank Jerman Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW).

Namun upaya paksa pemerintah dan perusahaan memperluas wilayah pengeboran geothermal Ulumbu ke wilayah Poco Leok ditentang warga.

TERKINI
BACA JUGA