Balita Stunting di NTT Turun 5,7 Persen

Kupang, Ekorantt.com Angka prevalensi balita stunting di Provinsi NTT turun 5,7 persen. Berdasarkan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM) tahun 2021, prevalensi balita stunting di NTT sebesar 20,9 persen, tahun 2022 sebesar 17,7 persen, dan tahun 2023 sebesar 15,2 persen.

“Dari data ini dapat dilihat bahwa tren balita stunting mengalami penurunan sebesar 5,7 persen,” jelas Penjabat Gubernur NTT Ayodhia G. L. Kalake  saat konferensi pers di Aula Kantor Diskominfo Provinsi NTT, Senin, 22 Januari 2024 siang.

Menurut dia, untuk pencapaian penurunan stunting tahun 2024 akan dilakukan pengukuran dan penimbangan pada Februari nanti. Hasilnya akan dipublikasikan setelah dikompilasi dari kabupaten/kota se-NTT.

Sementara itu, berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi balita stunting di NTT tahun 2021 sebesar 35,5 persen. Sedangkan sampai dengan akhir tahun 2023, belum ada publikasi data stunting yang diukur berdasarkan metode pengukuran SSGI.

iklan

“Perbedaan kedua data publikasi ini karena metode pengukurannya berbeda,” kata Ayodhia.

Ia menjelaskan, metode pengukuran SSGI menggunakan indikator spesifik kesehatan misalnya, asupan gizi, protein, vitamin, kunjungan ke posyandu.

Kemudian sensitif sektor nonkesehatan seperti ketersediaan air minum, kursus pranikah, larangan pernikahan di bawah usia atau pernikahan dini.

Metode pengukuran SSGI juga menggunakan aksi sensitif seperti penimbangan berat badan, pengukuran berat badan, lingkar kepala, dan lain-lain.

“Jadi, pengukuran dengan metode pengukuran SSGI lebih komplit, lebih banyak variabelnya atau lebih banyak faktor pengaruhnya dari pada metode pengukuran E-PPGBM yang menggunakan aksi spesifik,” tandas Ayodhia.

Dikatakan, metode pengukuran e-PPGBM yang menggunakan indikator spesifik pada tahun 2021, jumlah balita sasaran masih menggunakan sasaran proyeksi (SP). Hal ini mengikuti data jumlah sasaran proyeksi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI.

Sedangkan pada tahun 2022 dan 2023 menggunakan jumlah balita dengan sasaran riil (SR) mengikuti jumlah total seluruh balita.

Kondisi ini terjadi karena pada tahun 2022 para kepala daerah sudah mengeluarkan surat keputusan menyangkut jumlah sasaran riil yang ada di lapangan.

“Jadi perbedaan data publikasi ini disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda dan jumlah variabel dari masing-masing aksi intervensi yang berbeda,” jelas Ayodhia.

Untuk tahun 2024, kata dia, Pemprov NTT berfokus dalam mengintervensi balita-T (berat badan tidak naik ataupun turun) agar tidak turun kelas ke kategori gizi buruk.

Sedangkan jumlah stunting tertinggi berdasarkan data sasaran riil tahun 2023 atau hasil penimbangan Agustus 2023, yakni Kabupaten Sumba Barat Daya sebesar 31,9 persen atau 9.762 bayi, Kabupaten Timor Tengah Selatan sebesar 22,3 persen atau 8.924 bayi, Kabupaten Timor Tengah Utara sebesar 22,6 persen atau 4.555 bayi, Kota Kupang sebesar 17,2 persen atau 4.019 bayi, Kabupaten Kupang sebesar 13,0 persen atau 3.872 bayi, dan Kabupaten Manggarai sebesar 13,1 persen atau 3.841 bayi.

Ayodhia menambahkan, kota dan lima Kabupaten dengan jumlah balita-T terbanyak adalah Kota Kupang 9.656 balita, serta Kabupaten Flores Timur 7.896 balita.

“Kemungkinan akan naik setelah ada erupsi Gunung Lewotobi,” katanya.

Lalu, Kabupaten Timor Tengah Selatan 7.474 balita, Kabupaten Kupang 7.452 balita, Kabupaten Timor Tengah Utara 7.442 balita, dan Sumba Timur 6.020 balita.

Setelah itu, kota dan lima Kabupaten dengan jumlah baduta (bawah dua tahun) T terbanyak adalah Kota Kupang 3.846 baduta, Kabupaten Kupang 3.639 baduta, Kabupaten Timor Tengah Selatan 3.320 baduta, Kabupaten Flores Timur 3.309 baduta, Kabupaten Alor 2.758 baduta, serta Kabupaten Timor Tengah Utara 2.465 baduta.

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA