Pilunya Wanita Paruh Baya di Matim, Tinggal di Gubuk Reyot Tanpa Listrik, Susah Dapat Makan hingga Anak Putus Sekolah

Borong, Ekorantt.com – Tatapan matanya tajam melihat ke arah kamera. Sembari memangku ‘buah hatinya’, ia tampak canggung ketika hendak difoto.

Ia dan anaknya itu pose di atas tikar yang terlihat kumuh dan lusuh dengan ranjang yang ingin roboh.

Namanya Maria Evin. Wanita paruh baya berumur 42 tahun itu berasal dari Dusun Heso, Desa Golo Wune, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur.

Maria berkurun-kurun hidup di gubuk reyot berukuran 2×3 meter bersama tiga orang anaknya. Sementara sang suami sudah lama mengadu nasib ke Kalimantan dan tidak pernah memberikan kabar, apalagi mengirimkan uang.

Saban malam mereka hanya menikmati gelap gulita tanpa menikmati penerangan listrik. Mereka mengandalkan lampu pelita untuk penerangan.

Tak jarang juga mereka hanya mengandalkan nyala api ketika kekosongan minyak tanah untuk menyalakan lampu pelita.

Kondisi kediamannnya itu  terpampang pemandangan memilukan. Bagaimana tidak, gubuk itu sudah miring dan nyaris ambruk. Gubuk itu bertahan karena ditopang dengan balok. Itu pun konstruksi bangunannya hampir lapuk termakan usia.

Pilunya Wanita Paruh Baya di Matim, Tinggal di Gubuk Reyot Tanpa Listrik, Susah Dapat Makan hingga Anak Putus Sekolah1
Kondisi gubuk reyot milik Maria Evin (Foto:  Adeputra Moses/Ekora NTT)

Hampir di sebagian dinding terlihat bolong dan menganga menembus langit. Demikian juga dengan angin yang bebas menembus isi rumah itu.

Karena atapnya juga sudah menganga, saat hujan turun pun ia dan anak-anaknya terpaksa mengungsi ke tetangga.

“Saat hujan kami tidak bisa tidur karena di sini bocor. Kalau hujannya lama, kami terpaksa lari ke rumah keluarga atau tetangga,” ungkap Maria kepada Ekora NTT, Rabu, 21 Februari 2024.

Pilunya lagi, di gubuknya itu hanya terdapat satu ruangan tanpa ada sekat antara kamar tidur dengan kamar tamu. Ia hanya beraktivitas di ruangan sempit itu, termasuk ketika memasak.

Untuk tidur, Mama Maria dan anaknya terpaksa beralaskan tikar usang tanpa spons atau pun kasur.

Ia mengaku sudah belasan tahun menempati gubuk reyot itu. Mama Maria memang berusaha untuk memperbaikinya, tapi tetap saja terbentur dengan kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak. Hingga sekarang, ia belum mampu memperbaiki rumahnya, apalagi untuk bangun baru.

“Mau perbaiki rumah atau beli makan sehari-hari, makan saja kami ini susah,” ujarnya dengan nada lirih.

Mama Maria hanya seorang petani miskin. Untuk menafkahi dirinya, ia bekerja sebagai buruh harian di kebun warga. Dalam sehari, ia diberi upah Rp25.000. Uang itu ia gunakan untuk membeli beras dan kebutuhan pokok lainnya.

“Ya, kalau tidak dapat harian berarti tidak bisa beli beras. Kalau tidak ada uang beli beras, terpaksa saya harus pergi ngemis bon di kios. Kadang juga pergi di keluarga,” ucapnya.

“Kalau itu juga tidak ada, kami makan apa saja yang ada. Makan ubi, intinya perut kenyang,” sambungnya sambil berlinang air mata.

Mama Maria bilang, keluarganya memang mendapat bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) dari pemerintah pusat. Tetapi, jumlahnya sedikit dan tidak mencukupi kebutuhan keluarga.

“Paling besar Rp150.000. Jumlah ini tidak cukup untuk kebutuhan kami,” ungkap dia.

Rindukan Penerangan Listrik

Mama Maria memang sejak lama merindukan penerangan listrik, tetapi apalah daya kondisinya sangat tidak memungkinkan. Di dusunnya sudah tersambung listrik, namun Mama Maria tetap menggunakan lampu pelita.

“Kami hanya pasrah saja dengan kondisi ini. Mau bagaimana lagi. Saya sendiri berjuang supaya anak-anak bisa makan dan tetap sekolah,” ucapnya.

Selain merindukan listrik, Mama Maria juga sangat merindukan agar gubuk reyot mereka diperbaiki.

“Semoga ada orang baik yang bisa membantu dan peduli dengan keadaan kami ini. Semoga pemerintah yang di atas juga bisa melhat penderitaan keluarga saya,” imbuh dia.

Anak Putus Sekolah

Mama Maria menyebut, salah satu dari anaknya saat ini tidak bisa melanjutkan sekolah karena tidak mampu membayar uang komite.

“Sebenarnya yang kedua sudah SMP, tetapi karena pikir biaya, dia tidak lanjut. Sekarang dia tinggal di keluarga bantu-bantu mereka,” ujarnya.

Sementara anak ketiga, lanjut dia, saat ini masih sekolah dasar dan yang bungsu belum sekolah.

“Anak pertama sudah berkeluarga. Sekarang kami bertiga di rumah ini,” pungkasnya.

Bagi yang ingin membantu, silakan menghubungi nomor HP 0822-8865-7503 atau berdonasi lewat nomor rekening: 764401029942531 atas nama Paulus Jehaman.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA