Ruteng, Ekorantt.com – Antonius Permisi, 45 tahun, warga Desa Tanah Tukan, Kecamatan Wotan Ulu Mado, Kabupaten Flores Timur, Provinsi NTT, tewas tenggelam di Malaysia pada Selasa, 3 September 2024.
Direktur Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Gabriel Goa menjelaskan almarhum bekerja di Malaysia selama 15 tahun.
Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural tersebut meninggal akibat tenggelam di Ladang Tomanggong Kinabatang, Malaysia.
Baca Juga: Belum Ada Titik Terang dalam Kasus Kematian Pekerja Migran asal NTT, ‘Ini Jadi Masalah Bersama’
Jenazah Antonius tiba di Kupang ibu kota Provinsi NTT pada Sabtu, 7 September 2024 dengan Pesawat Lion JT 924.
“Selanjutnya jenazah dipulangkan pada Minggu, 8 September 2024 dengan KMP Ranaka ke Larantuka pukul 14.00 Wita dan rencana tiba di Pelabuhan Larantuka pada Senin, 9 September 2024 sekitar pukul 05.00 Wita,” kata Gabriel.
Kepala BP3MI Provinsi NTT, Suratmi Hamida mengatakan, biaya pemulangan jenazah dari Malaysia menuju Kupang ditanggung oleh perusahaan almarhum bekerja.
“Kami BP3MI NTT menanggung biaya dari Kupang sampai ke kampung halamannya,” terang Suratmi dihubungi Ekora NTT.
Urus Korban Perdagangan Orang
Menurut Gabriel, pengiriman jenazah Antonius tentu saja menambahkan deretan kematian PMI asal NTT yang bekerja di Malaysia.
Berdasarkan data BP3MI NTT, lanjut dia, jumlah PMI asal NTT yang meninggal di negeri Jiran dari Januari-Agustus 2024 sebanyak 82 orang.
“NTT kembali berduka dengan kedatangan jenazah yang ke-82 tahun 2024 dari negeri Jiran. Kali ini asal Nagi, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur yang menjadi kado untuk Penjabat Gubernur NTT yang baru,” kata Gabriel.
Diketahui, Andriko Noto Susanto resmi dilantik sebagai Penjabat Gubernur NTT oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian di Jakarta pada Jumat, 6 September 2024.
Andriko menggantikan Ayodhia G. L. Kalake yang berakhir masa jabatannya pada Kamis, 5 September 2024. Sebelum dilantik sebagai Penjabat Gubernur NTT, Andriko menjabat sebagai Deputi III Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan di Badan Pangan Nasional.
Gabriel mengatakan, tugas pertama dan utama Penjabat Gubernur NTT adalah bukan mengurusi Pilkada, tetapi menangani manusia yang menjadi korban perdagangan orang atau human trafficking. Sebab hingga kini NTT masih darurat perdagangan orang sebagaimana telah disampaikan Presiden Joko Widodo dan Komnas HAM.
“Namun faktanya belum ada aksi nyata darurat untuk mengatasi human trafficking di NTT oleh Presiden Jokowi dan jajaran pemerintah pusat maupun Provinsi NTT sama sekali,” ujar Gabriel.
Kondisi ini menurut dia, tentu saja sungguh miris dan memprihatinkan. Bahkan Gabriel menganggap bahwa negara melakukan pembiaran praktik human trafficking di NTT.
“Ini bukti nyata pelanggaran HAM dan sudah waktunya Komnas HAM tidak hanya menyatakan NTT darurat human trafficking tapi wajib awasi dan ingatkan Presiden Jokowi dan Penjabat Gubernur NTT yang baru,” katanya.
Solusi Cepat
Gabriel kemudian menawarkan solusi cepat untuk mengatasi kasus human trafficking di NTT. Pertama, pemerintah segera mengoptimalkan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Provinsi NTT. Lalu, membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO di 22 kabupaten/ kota di NTT.
Kedua, Kapolri sebagai Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO segera mengusut tuntas perkara TPPO.
Ketiga, Presiden Jokowi segera memerintahkan Menteri Tenaga Kerja dan Kepala BP2MI untuk segera membangun Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) dan Balai Latihan Kerja (BLK) PMI di NTT yakni Pulau Sumba di Tambolaka, Pulau Timor yakni di Kupang dan Atambua serta Flores bagian barat di Ngada, Flores bagian tengah yakni di Maumere dan di Flores bagian timur yakni di Lewoleba.
“Jika negara serius mau atasi darurat human trafficking di NTT bukan wacana belaka tanpa aksi nyata, jika NTT masih bagian tak terpisahkan dari NKRI,” tegas Gabriel.
Sebelumnya, Suratmi berujar, PMI asal NTT yang dipulangkan dalam keadaan tak bernyawa ini diperkirakan masih tetap akan berlangsung ke depan. Pasalnya, jumlah tenaga kerja non-prosedural di Malaysia cukup banyak.
Dia mendorong pemerintah daerah gencar melakukan edukasi migrasi secara aman dan menawarkan solusi kepada masyarakatnya.
Dalam upaya pencegahan, pemerintah harus memfokuskan pembangunan pada peningkatan sumber daya manusia.
“Pembangunan di NTT masih berfokus pada pembangunan fisik ketimbang mengedepankan pembangunan sumber daya manusia,” katanya.
Saat memberikan materi dalam kegiatan Muskomda Pemuda Katolik NTT di Hotel Neo Aston, Sabtu, 10 Agustus 2024, Suratmi berkata, keterlibatan Pemuda Katolik dan pihak lain memang sangat dibutuhkan dalam memerangi masalah perdagangan orang.
“Masalah ini jadi masalah bersama. Oleh karena itu perlu kerja sama dari semua pihak untuk mengatasinya,” ujarnya.
Ia menjelaskan, migrasi orang NTT terutama ke Malaysia cukup tinggi dan itu sudah berlangsung sejak lama.
“Ada yang prosedural namun tidak sedikit juga yang non-prosedural (ilegal), sehingga ketika terjadi masalah di negara tujuan pemerintah sulit memberikan pengawasan yang maksimal,” kata Suratmi.
Menurutnya, motivasi para pekerja migran pergi ke luar negeri adalah untuk mencari uang. Di daerah asal, tidak banyak pilihan pekerjaan.
Suratmi pun meminta pemerintah menyediakan lapangan kerja sebanyak mungkin demi menekan angka perdagangan orang.