Hasil Tangkapan Nelayan Tradisional Menurun Imbas Penangkapan Ikan Ilegal di Labuan Bajo

Menurut Idrus, dulu ia dan nelayan lainnya bisa dengan mudah membawa hasil tangkapan yang cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Labuan Bajo, Ekorantt.com – Idrus, seorang nelayan berusia 50 tahun asal Kampung Soknar, Desa Golo Mori, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat khawatir dengan turunnya hasil tangkapan ikan beberapa tahun terakhir.

“Sebelum-sebelumnya, sekali melaut saya bisa memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk ongkos pendidikan anak,” ceritanya kepada Ekora NTT pada Jumat, 25 Januari 2025.

Menurut Idrus, dulu ia dan nelayan lainnya bisa dengan mudah membawa hasil tangkapan yang cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Keadaan tersebut berubah diduga karena adanya pelaku penangkapan ikan ilegal oleh para nelayan dari luar Labuan Bajo yang marak terjadi beberapa tahun belakangan, kata dia.

Para penangkap ikan ilegal tersebut menggunakan alat tangkap pukat cincin, jelasnya, “yang lebih besar dibandingkan dengan alat tangkap tradisional yang biasa digunakan nelayan lokal.”

“Sekali melaut, mereka bisa mendapatkan ikan dalam jumlah berton-ton,” jelasnya.

“Berapapun ikan yang ada dalam mereka sudah lingkar itu semuanya mereka bisa dapat,” lanjutnya dengan nada kesal.

“Tapi kami bisa saja pulang dengan tangan kosong.”

Bagi nelayan lokal seperti dirinya, persoalannya bukan hanya pada pendapatan yang menurun yang sangat merugikan nelayan lokal, tetapi juga menjadi ancaman terhadap keberlanjutan ekosistem laut yang mereka andalkan.

Idrus berharap pemerintah segera turun tangan untuk menanggulangi praktik illegal fishing yang semakin merajalela.

Sebanyak 23 kapal tanpa izin di Perairan Golo Mori, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat yang diamankan aparat keamanan (Foto: HO)

Marak Terjadi

Praktik penangkapan ikan ilegal di Labuan Bajo, Manggarai Barat telah berlangsung selama bertahun-tahun dan meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya, penanggulangan terhadap praktik tersebut masih belum sepenuhnya efektif.

Hingga awal tahun 2025, sebanyak 24 kapal ikan bersama puluhan nelayan telah diamankan oleh tim patroli gabungan.

Salah satu kejadian yang menyorot perhatian terjadi pada 16 Januari 2025, ketika personel gabungan berhasil mengamankan sebuah kapal dan menangkap delapan nelayan yang menggunakan mesin kompresor di Perairan Labuan Bajo.

Kapolres Manggarai Barat, AKBP Christian Kadang menjelaskan, dalam kasus ini, polisi menyita barang bukti berupa satu unit perahu motor, satu unit mesin kompresor beserta selang sepanjang 100 meter, tujuh buah alat panah, dua boks fiber cooler berisi 350 kg ikan berbagai jenis, dan sejumlah barang bukti lainnya.

Para terduga pelaku dijerat dengan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pada 21 Januari 2025, tim patroli kembali berhasil menangkap puluhan nelayan dan mengamankan 23 kapal tanpa izin di Perairan Golo Mori, Kecamatan Komodo, yang juga menggunakan kompresor.

Kapal-kapal tersebut dihentikan oleh tim patroli gabungan yang terdiri dari kapal polisi Kutilang 5005 Korpolairud Baharkam Polri, Korps Kepolisian Perairan dan Udara Polda NTT, serta Satuan Kepolisian Perairan dan Udara Polres Manggarai Barat.

Kepala Satuan Kepolisian Perairan dan Udara Polres Manggarai Barat, AKP Dimas Yusuf Fadhillah Rahmanto menjelaskan, kapal-kapal tersebut berasal dari berbagai daerah, termasuk luar Kabupaten Manggarai Barat.

Ketika diamankan, para nelayan tidak dapat menunjukkan surat izin penangkapan ikan yang sah, padahal surat izin tersebut wajib dimiliki oleh setiap kapal yang melakukan penangkapan ikan.

Di antara kapal yang diamankan, terdapat empat unit kapal pengangkut ikan yang berasal dari Bima, NTB, dan Manggarai, serta 19 unit kapal penangkap ikan dari Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, dan Ngada.

Keberadaan kapal-kapal ilegal ini menjadi sumber keresahan bagi nelayan lokal. Nelayan setempat merasa tangkapan mereka berkurang akibat adanya kapal penangkap ikan dari luar daerah yang beroperasi tanpa izin resmi.

Setelah penyelidikan dan koordinasi dengan instansi terkait, Dimas mengungkapkan, para kapten kapal tersebut tidak dikenakan sanksi pidana, melainkan sanksi administratif.

Penerapan sanksi administratif ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan, sebagai bentuk keadilan restoratif.

“Para nelayan diarahkan untuk mengurus surat-surat izin yang telah kedaluwarsa maupun yang belum ada sama sekali di instansi terkait,” tutur Dimas.

Peristiwa serupa juga terjadi pada 26 Januari 2024, saat Polairud Polda NTT menangkap tujuh nelayan dan mengamankan kapal tanpa nama yang memuat bahan peledak di Perairan Taman Nasional Komodo. Nelayan tersebut diduga hendak menggunakan bahan peledak untuk menangkap ikan secara ilegal.

Flyer informasi kejadian penangkapan ikan ilegal di Labuan Bajo (Ekora NTT)

Harus Diproses Hukum

Idrus merespons ulah pelaku penangkapan ikan ilegal di Labuan Bajo. Ia menegaskan, perbuatan melawan hukum harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Tidak boleh hanya disuruh melengkapi dokumen.

“Kalau bisa, semua alat tangkap dan kapal mereka disita, termasuk anak buah dan kapten kapal!” tegas Idrus.

Menurutnya, nelayan ilegal itu biasanya beroperasi hanya sekitar 500 meter dari daratan, tempat di mana nelayan lokal menangkap ikan.

Idrus berharap pemerintah daerah, baik kabupaten maupun provinsi, segera bertindak dan tidak membiarkan nelayan yang menggunakan pukat cincin beroperasi di wilayah perikanan yang telah lama dikelola oleh nelayan lokal.

“Kalau pun diberi izin untuk menggunakan pukat cincin, minimal tiga mil dari daratan. Jangan sampai mengganggu nelayan lokal yang sedang mancing,” pintanya.

Pengamat hukum, Siprianus Edi Hardum, menegaskan bahwa polisi harus memberantas habis pelaku penangkapan ikan ilegal di Labuan Bajo.

Menurutnya, para pelaku harus diproses secara hukum, apalagi penangkapan ilegal ini sudah diatur dalam Undang-undang Lex Specialis, yaitu Undang-undang Perikanan Junto KUHP.

“Saya berharap jangan hanya ‘hangat-hangat tahi ayam’, harus dilakukan secara berkesinambungan untuk memberantas habis pelaku penangkapan ikan ilegal,” ujar Edi.

Ia pun prihatin dengan maraknya penangkapan ikan secara ilegal di Perairan Labuan Bajo, terutama yang menggunakan kompresor.

“Saya salut kepada Polres Manggarai Barat, dalam hal ini Polairud, yang telah melakukan tindakan hukum terhadap pelaku penangkapan ikan ilegal,” katanya.

Edi juga berharap agar operasi ini terus dilakukan secara rutin, dan keberadaan Polairud harus benar-benar melindungi masyarakat.

Dikatakan, ada tiga fungsi utama Polri, yaitu melindungi, mengayomi, dan menegakkan hukum. Polisi harus melakukan pencegahan dan menegakkan hukum dengan tegas.

“Kalau pemberantasan hukum tidak tegas, maka penangkapan ilegal akan terus terjadi. Apalagi jika ada oknum polisi yang bekerja sama dengan pelaku penangkapan ilegal,” tegas Edi.

Flyer pernyataan narasumber (Ekora NTT)

Merusak Ekosistem Laut

Praktisi pariwisata dari Manggarai Barat, Matheus Siagian, menyoroti dampak destruktif dari praktik illegal fishing, seperti penggunaan bom ikan dan kompresor, terhadap terumbu karang dan keberagaman hayati laut.

Bom ikan, misalnya, menyebabkan kerusakan parah pada terumbu karang yang merupakan habitat vital bagi banyak spesies laut.

“Kerusakan ini sangat merugikan karena terumbu karang tumbuh sangat lambat, bahkan bisa memakan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk pulih,” ujar Matheus kepada Ekora NTT pada Senin, 27 Januari 2025.

Selain itu, penggunaan kompresor untuk menangkap ikan secara ilegal memicu overfishing, yang mengguncang rantai makanan laut dan mengancam populasi ikan serta spesies lain yang bergantung padanya.

Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, pihak berwenang, seperti AKBP Christian, mengingatkan nelayan untuk menghindari penggunaan bahan kimia, kompresor, dan pukat harimau dalam penangkapan ikan.

“Kegiatan penangkapan ikan yang merusak ekosistem harus dihentikan agar kelestarian laut dan mata pencaharian nelayan dapat terus terjaga,” tambahnya.

Penting juga untuk dicatat bahwa penggunaan kompresor sebagai alat bantu pernapasan dalam penyelaman sangat berbahaya. Oksigen yang dihasilkan kompresor sering bercampur dengan gas berbahaya seperti CO2, yang tidak hanya mengancam keselamatan penyelam, tetapi juga dapat merusak ekosistem laut.

Kasubdit Patroli Air Korpolairud Baharkam Polri, Kombes Dadan, menekankan pentingnya penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan dan kelengkapan dokumen kapal sesuai ketentuan yang berlaku.

“Kami berharap nelayan dapat menggunakan alat tangkap yang tidak merusak ekosistem laut,” ujarnya, dikutip Detik Bali.

Melalui upaya bersama untuk menjaga kelestarian ekosistem laut, diharapkan sektor pariwisata yang bergantung pada keindahan alam bawah laut ini dapat terus berkembang tanpa merusak keberlanjutannya.

Keberlanjutan ekosistem laut adalah kunci agar Labuan Bajo tetap menjadi destinasi wisata yang menarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.

Panorama terumbu karang dan aktivitas snorkeling di Perairan Labuan Bajo (Foto: tangkapan layar reel Instagram @drg.jocelyn dan ekoputra08)

Fokus Pemeriksaan Alat Tangkap Nelayan

Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Manggarai Barat, Mengayung, menyampaikan bahwa pihaknya tengah fokus memeriksa alat tangkap nelayan, termasuk ukuran mata jaring dan jenis alat lainnya.

Langkah ini dilakukan untuk memastikan aktivitas penangkapan ikan berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak merusak ekosistem laut.

Selain itu, pemerintah juga menerapkan kebijakan untuk mengurangi praktik penangkapan ikan ilegal, salah satunya melalui penyuluhan mengenai alat tangkap yang diperbolehkan dan yang tidak boleh digunakan.

Bersama dengan Pemerintah Provinsi NTT, mereka memantau aktivitas nelayan guna mencegah penangkapan ikan secara ilegal.

“Kami telah membentuk satuan tugas terpadu yang melibatkan berbagai instansi, seperti Dinas Ketahanan dan Kelautan, Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kepolisian Perairan dan Udara, TNI, serta instansi terkait lainnya, untuk melakukan monitoring,” kata Mengayung saat berbicara dengan Ekora NTT.

Sementara itu, Dimas mengimbau agar para nelayan selalu beroperasi sesuai dengan izin yang berlaku. Ia menekankan pentingnya pemahaman terhadap aturan agar nelayan tidak melanggar hukum saat melaut.

“Kami memberikan peringatan kepada nelayan luar daerah untuk segera mengurus dokumen kapal mereka. Jika ditemukan pelanggaran, kami tidak akan ragu untuk menindak tegas,” tegasnya.

Senada dengan itu, Kombes Dadan juga mengingatkan nelayan untuk mematuhi aturan dalam penangkapan ikan.

“Jika masih ditemukan pelanggaran, kami akan menindak tegas,” ujarnya, seperti dilansir Detik Bali.

Polisi Bekuk 8 Nelayan di Labuan Bajo, Tangkap Ikan Pakai Kompresor
Polisi saat menangkap delapan nelayan di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT pada Kamis, 16 Januari 2025 (Foto: Polres Manggarai Barat)

Tantangan dalam Pengawasan

Mengayung mengungkapkan tantangan yang dihadapi dalam memonitoring daerah penangkapan ikan. Salah satu kendalanya adalah nelayan sering kali mengetahui terlebih dahulu kedatangan petugas yang akan memantau aktivitas mereka.

Namun, meskipun menghadapi tantangan tersebut, pihaknya tetap berkomitmen untuk terus melakukan kegiatan pemberdayaan nelayan, seperti memberikan bantuan alat tangkap berupa pancing, gill net, dan perahu ketinting.

“Sebelumnya, patroli gabungan dilakukan sebelum terbentuknya kantor cabang dinas di Manggarai Barat. Setelah itu, pengawasan dilakukan oleh dinas cabang di wilayah Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur,” jelasnya.

Dadan menambahkan, luasnya wilayah laut Manggarai Barat, yang mencakup sekitar 70 persen dari seluruh area, menjadi tantangan besar dalam pengawasan. Tingginya tingkat kerawanan di kawasan tersebut memerlukan pengawasan yang lebih intensif.

“Dalam sebulan terakhir, kami bersama unsur kewilayahan telah menindak dua kapal nelayan yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal. Hal ini menjadi perhatian serius kami untuk meningkatkan patroli di kawasan tersebut,” kata Dadan, seperti dikutip Detik Bali.

Solusi

Matheus Siagian mengusulkan serangkaian solusi untuk mengatasi masalah illegal fishing di Labuan Bajo. Menurutnya, keberhasilan upaya ini sangat bergantung pada kerja sama yang erat antara pemerintah, masyarakat lokal, dan sektor swasta.

Matheus menekankan pentingnya peran masyarakat lokal dalam menjaga sumber daya laut. Masyarakat harus dilibatkan secara aktif dalam pengawasan dan pelestarian ekosistem laut.

“Edukasi mengenai pentingnya menjaga kelestarian laut dan pelatihan untuk menyediakan alternatif mata pencaharian yang berkelanjutan dapat mengurangi ketergantungan mereka pada praktik illegal fishing,” ujarnya.

Lebih lanjut, Matheus juga menyarankan agar sektor swasta, khususnya industri pariwisata, turut berkontribusi dalam mendukung program konservasi laut.

“Industri pariwisata memiliki peran besar dalam memastikan bahwa operasi mereka tidak merusak lingkungan. Mereka juga bisa turut serta dalam mendanai atau mendukung berbagai program pelestarian,” katanya.

Kesadaran akan pentingnya menjaga ekosistem laut, menurutnya, harus ditanamkan dalam diri setiap individu. Hal ini sangat krusial untuk memastikan bahwa keindahan bawah laut Labuan Bajo dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Dengan kesadaran yang lebih tinggi, diharapkan masyarakat dan pelaku pariwisata akan lebih peduli terhadap kelestarian lingkungan laut.

Peningkatan kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat dan pelaku industri pariwisata juga dapat mendorong praktik berkelanjutan yang menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian alam.

“Langkah-langkah ini tidak hanya akan memberi manfaat bagi lingkungan, tetapi juga memperkuat perekonomian lokal yang sangat bergantung pada sektor pariwisata,” ungkap Matheus.

Sementara Edi meminta para nelayan tradisional di Labuan Bajo agar membentuk asosiasi atau organisasi untuk saling koordinasi dan mengawasi

“Kalau ada penangkapan ilegal melalui perwakilan mereka harus melapor ke Polres, supaya ditindak. Jangan bertindak sendiri-sendiri,” katanya.

Menurut dia, organisasi sangat penting agar nelayan bisa mengawasi dan memantau gerakan pelaku penangkapan ilegal.

Laporan: Adeputra Moses dan Ardy Abba

spot_img
TERKINI
BACA JUGA