Vivat Internasional Laporkan Kasus Geotermal Flores ke Sidang Dewan HAM PBB

Selain itu, dampak lainnya termasuk keluarnya lumpur tanpa henti dari dalam tanah, yang meninggalkan rongga pada lempengan cincin api Flores, hal yang sangat mengkhawatirkan masyarakat setempat.

Ruteng, Ekorantt.com – Lembaga Vivat Internasional telah melaporkan isu terkait proyek geotermal Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam sidang Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB yang berlangsung di Jenewa, Swiss pada Senin, 3 Maret 2025.

Laporan ini disampaikan sebagai respons atas potensi dampak negatif yang ditimbulkan oleh proyek geotermal terhadap masyarakat lokal, lingkungan, serta hak-hak dasar manusia, termasuk hak atas tanah dan sumber daya alam.

Fabian Onyekachi Adindu dari Vivat Internasional yang ditunjuk sebagai pembicara dalam sidang tersebut mengungkapkan kekhawatirannya terkait kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan dampak jangka panjang yang mungkin terjadi akibat proyek geotermal.



Fabian mengatakan, Vivat International dan mitra LSM merekomendasikan agar Pemerintah Indonesia membangun proses penilaian dampak HAM yang independen yang sesuai dengan kerangka kerja HAM internasional

“Dengan memastikan partisipasi masyarakat adat, menerapkan mekanisme Kompensasi yang transparan untuk setiap potensi kehilangan tanah atau mata pencaharian,” ujarnya sebagaimana dikutip dalam rekaman video yang beredar di media sosial.

Fabian mendorong dialog yang berkelanjutan di antara para pemangku kepentingan untuk mengatasi keluhan masyarakat serta mengembangkan praktik yang berkelanjutan, yang menghormati hak ekonomi dan budaya masyarakat adat yang terdampak.

Hal ini juga disorot oleh Koalisi Masyarakat Flores Tolak Geotermal saat menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta pada Rabu, 12 Maret 2025.

Koalisi ini terdiri dari JPIC OFM, Padma Indonesia, Formmada NTT, Amman Flobamora, dan Komnas Ngada. Mereka mendesak Menteri ESDM untuk memanggil Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, serta Bupati dan Wakil Bupati Ngada dan Ende guna mengaudit dan membatalkan proyek geotermal di Flores.

“Masalah proyek pembangunan geotermal di Flores ini sudah menjadi perhatian Badan Hak Asasi Manusia yang berpusat di Jenewa, Swiss,” ujar Ketua Dewan Pembina Padma Indonesia, Gabriel Goa, dalam keterangan pers yang diterima Ekora NTT.

Gabriel menegaskan, dampak proyek geotermal di daerah cincin api Flores telah menggugah kesadaran dan membangkitkan kepedulian akan pentingnya menjaga lingkungan hidup yang lestari serta menyediakan penghidupan yang layak dan berkelanjutan.

“Sepanjang cincin api Flores terbentang lahan-lahan produktif seperti ladang, sawah, kebun kopi, cokelat, dan tanaman produktif lainnya seperti kemiri dan cengkih,” ujar Gabriel. “Semua itu menjadi sumber nafkah dan penghidupan bagi masyarakat.”

Gabriel juga menyebutkan proyek Geotermal Daratei Mataloko yang gagal sebagai contoh nyata kerusakan lingkungan, seperti lahan pertanian yang rusak, sumber mata air tercemar, dan hilangnya sumber makanan bagi makhluk hidup lainnya.

Habitat pun hancur, sementara relasi sosial dan budaya masyarakat adat terganggu. Kearifan lokal yang selama ini berhubungan dengan alam kini tanpa sandaran.

Selain itu, dampak lainnya termasuk keluarnya lumpur tanpa henti dari dalam tanah, yang meninggalkan rongga pada lempengan cincin api Flores, hal yang sangat mengkhawatirkan masyarakat setempat.

spot_img
TERKINI
BACA JUGA